Dec 26, 2007

Ngelantur Marketing

Untuk brand baru, bagaimana caranya kita masuk kepasar yang sudah mature di mana market leader dan pemain nomor dua, tiga lainnya sudah sangat mengusai market tersebut, tingkat penetrasi produk sudah sangat tinggi dan komunikasi dari kompetitorpun sudah sangat gencar serta ditambah lagi posisitioning masing-masing brand competitor sudah sangat mapan dan menancap di benak konsumen?

Kira-kira inilah pertanyaan akhir pekan lalu yang ditanyakan klien saya kepada saya ketika sedang lunch bersama, sambil bercanda saya bertanya balik ke beliau, trus ngapain maksain masuk ke pasar itu pak? Ha……..ha, iya toh, penetrasi marketnya sudah sangat tinggi, katakanlah sabun mandi, masing-masing brand sudah memiliki positioning dan differensiasi masing-masing, komunikasinya juga sangat matang dan intensitasnya tinggal belum lagi sudah pasti masalah distribusi sudah pasti jauh unggul dalam banyak hal, wah ini sih mengirim kucing garong ke markas macan, canda saya. Nasibnya sudah hampir jelas, menghadap ilahi, kemudian kami tertawa berdua.

Saya jadi bertanya-tanya tapi memang cukup banyak brand baru yang muncul di dalam kondisi ini, kita ambil contoh sampo zinch, dengan penetrasi pasar yang sudah lebih dari 80 persen (hampir 80 persen penduduk sudah menggunakan sampo), dengan brand kompetitor yang luar biasa kuatnya dalam hal komunikasi, distribusi dan equitas mereknya toh Zinch masih saja berani masuk dengan iklan yang jor jor an dan differensiasi produk yang tidak terlalu unik juga, standart ajah menghilangkan ketombe. Nasibnya, kurang tahu saya sih sejujurnya, namun jika berasumsi dari komunikasi yang dilakukannya saat ini sepertinya brand ini mulai kehabisan nafas untuk terus meladeni serangan balik dari kompetitornya. Lantas bagaimana dan apa yang harus dilakukan sebuah brand masuk dengan kondisi seperti itu?

Pertama yang sangat perlu diperhatikan adalah visi dari brand yang ingin kita bangun dipasar? Jangka pendek atau mau hit and run? Sustainable atau temporary ajah? Kemudian kedua membangun core competency dan kapabilitas inti yang dimiliki brand, hal ini teramat sangat penting untuk kita mengetahui apakah kita memiliki cukup keunikan dan kapasitas untuk mendrive pasar membeli produk kita nantinya selain itu tentu merupakan ukuran nyata mengenai kemampuan kita kelak di pasar.

Dengan comparasi core competency ini kita kemudian dapat mencari insight dari pasar (kedua) apakah kemudian pasar dapat menerima keunikan yang kita bangun kelak di pasar. Dari sini juga kemudian (ketiga) kita membandingkan kapabilitas kita dalam menghadapi strategi-strategi yang akan kita dan pesaing kita luncurkan ketika di pasar. Ini baru bicara sampai membangun core compatency yang unik dan bisa diterima oleh target market kita, belum lagi kita berbicara strategic business unit yang harus dibangun agar semua objectives yang kita bangun bisa dicapai secara efektif dan efisien tentunya.

Sulit sekali yah sepertinya, 100 % yah. Tidak ada yang mudah dalam dunia pemasaran, sejauh orientasinya berakhir pada penjualan berarti jalan panjang dan sulit pasti akan dilalui karena tidak ada yang akan membiarkan kita menikmati market seorang diri.

Jadi saran saya kepada setiap orang yang bertanya mengenai sebuah keinganan untuk usaha atau meluncurkan produk baru, kita harus total baik dari sisi manusia, strategy, eksekusi, dan dukungan dananya. Hal terakhir yang saya sebutkan masih bersifat relatif walaupun sangat penting, tergantung produk apa yang ingin diluncurkan, namun tiga hal lainnya adalah mutlak, tidak ada tawar menawar, total atau mati.

Mengapa manusia saya letakan pertama dalam hal ini? Dari pengalaman saya sebagai konsultan branding, 90 persen kesuksesan sebuah brand berada di balik manusianya. Mereka inilah yang secara total dan kreatif membangun dan menyukseskan sebuah brand, sering sekali kita membaca dalam sebuah kondisi dimana sebuah perusahaan sedang sekarat tiba-tiba dengan bergantinya pimpinan dan tim yang dibangun perusahaan tersebut menjadi sangat sukses atau hal yang paling tidak bisa dipungkirin, produk mana yang sukses tanpa manusianya (yang handal tentunya)? Selalu ada manusia tangguh, pintar dan berkomitmen dibalik setiap kesuksesan merek. Strategy yang dibangun bisa saja sangat bagus dan brilian, di bantu oleh konsultan ternama tingkat dunia, namun ketika brand tersebut ditangani oleh manusia yang tidak handal, masalah cepat atau lamabat pasti akan menghampiri brand tersebut.

Karena hal ini pulahlah, sebagai brand konsultan saya dan tim selalu fokus pada mengolahan internal branding dan hebatnya dari semua klien yang perusahaan kami tangani masalah ini selalu muncul sebagai penyebab nomor satu yang akan menyebabkan penjualan dan ukuitas merek merosot dalam jangka panjang. Sales yang semu, begitulah saya suka menyebutnya, seperti bergairah dan menyenangkan dalam jangka pendek dan akan membuat kita menangis dalam jangka panjang. Pondasi manusia adalah segalanya dan karena itulah penting sekali untuk membangun hal ini. Sekali waktu rekan saya bercerita bahwa dia barusan saja berbicara dengan salah satu “konsultan” yang bercerita sukses membesar dua brand dan meningkatkan penjualannya ketika dia berada di perusahaan tersebut, namun kedua brand tersebut saat ini sudah di alam baka dan itu karena menurutnya “si konsultan” sudah tidak berada lagi di sana, wow what the hell **** is this? Sukses? Inilah salah satu bentuk kegagalan seorang konsultan, seharusnya ketika meninggalkan perusahaan tersebut dia mampu meninggalkan pondasi yang kuat terutama di manusianya sehingga tanpa harus membayar jasa si konsultan lagi mereka bisa menjalankan dan membangun brand tersebut.

Kedua adalah strategy, wah mambahas hal ini tentu sangat panjang namun intinya adalah setiap peluncuran produk baru perencanaan dari hulu ke hilir haruslah sangant matang apalagi bila produk yang diluncurkan bersifat masal dimana pesaing kuat maupun kecil berkerumun di dalamnya. Strategy ini harus dimulai dari bagaimana kita memetakan lanscape bisnis kita, menganalisis dengan cermat customer dan pesaing perusahaan dan kemudian menyusun strategic business concept perusahaan mulai dari penentapan target market yang tepat, posisitioning produk yang sesuai dan mendukung differensiasi produk sampai dan sampai ke pincitraan secara visual dan eksekusi lapangan yang tepat. Panjang sekali tentunya jika harus dibahas, namun every detail is important in business jika kita berbicara bisnis dalam jangka panjang dan membangun ekuitas merek yang kuat.

Ketiga adalah eksekusi. Nah ini yang paling repot apalagi bila bicara produk yang melibatkan tenaga lapangan (sales) yang banyak. Kadang dibeberapa perusahaan fungsi marketing dibedahkan dengan fungsi sales sehingga tidak jarang menyebabkan kontradiksi dan bukan tidak mungkin konfrontasi antara keduanya. Bagian marketing kadang merasa bagian sales tidak menjalankan strategi yang sudah dibikin dengan sangat baik dan berdasarkan hasil riset yang cukup mahal sedangkan bagian sales merasa bagian marketing hanya bisa duduk di meja tanpa mau mengerti kondisi lapangan sesunguhnya. Karena itulah khusus di eksekusi ini setiap komponen khusunya bagian marketing dan sales harus bisa duduk bersama, saling bertukar informasi guna menyusun strategi pasar bersama. Tentu tidak ada yang lebih baik pemikirannya dari yang lain karena konteks “lapangan” bagi kedua bagian ini sangat berbeda. Lapangan bagi marketing adalah competitive setting yang melibatkan banyak hal mulai dari geagrafi, demografis dan psikografis dan faktor lainnya yang akan mempengaruhi perusahaan, isitilahnya marketing menggunakan helicopter view untuk melihat lapangan, sedangkan sales melihat pasar lebih detail dengan wilayah yang lebih terbatas sehingga orang sales sangat tahu apa yang sedang terjadi lapangan (preman view).

Di atas baru bicara mengenai pembagian fungsi dalam eksekusi, belum pembagian kerja yang lebih detail dalam eksekusi yang kadang jauh lebih sulit karena berhubungan kembali dengan kedua hal diatas yang telah dibahas sebelumnya yaitu manusia dan strategy. Next time mungkin akan kita bahas lebih dalam lagi bagaiman eksekusi lapangan terbaik yang harus dikerjakan perusahaan untuk membangun brand dan penjualannya.

Terakhir dana, sifatnya sangat relatif dan kisah-kisah kesuksesan tanpa dan dengan dukungan dana tentu sangat banyak, kita akan berhasil dengan kedua opsi di atas dengan catatan ketiga hal yang kita bangun sebelumnya bisa berfungsi dengan maksimal dan berjalan mengarah pada kemajuan yang berkesinambungan.

Wah kali ini benar-benar ngelantur nih, panjang dan mungkin sedikit lompat-lompat, namun tulisan yang ringan ini mungkin bisa memberikan sedikit pencerahan bahwa membangun sebuah brand dan penjualan tidaklah segampang kita membangun bisnis. Yah membangun bisnis tentu saja sangat gampang, punya modal 1 juta buka ajah pecel lele, udah bisnis tuh namanya, namun ketika bicara profit dan merek nanti dulu, uang bukan syarat mutlak walaupun tentunya sangat membantu bilan ada namun manusia, strategy dan eksekusilah yang mutlak harus berjalan dengan baik.

No comments: