Banyak pihak yang mencerca iklan Indomie 3 diva yang kampanye nya masih sering kita lihat di mana-mana. Saya juga sedikit bingung dengan berbagai pihak yang berpendapat berbeda dari saya itu.. tapi ya sudah semua orang punya pandangannya masing-masing, dan asik nya kita jadi bisa diskusi dan menemukan hal-hal baru yang bisa jadi pembelajaran.
Beberapa waktu lalu di salah satu milis periklanan saya juga sempat berdiskusi berkaitan dengan kasus 3 diva ini. Menurut saya penggunaan 3 endorser ini tidak bisa dikatakan tidak tepat. Ketiga diva ini memang sangat tepat untuk disejajarkan dengan persepsi Indomie yang telah tertanam di benak masyarakat Indonesia, yaitu Indomie (sekaligus 3 diva) adalah sosok yang sudah menjadi nomor 1 di kelasnya, memiliki kualitas yang paling diandalkan (persepsi lho..) dan merupakan generasi-generasi pelopor yang sudah mapan. Dan bukannya se simple itu tujuan dari penggunaan endorser selebriti dalam sebuah produk yang sudah nomor 1 di kelasnya? Yaitu memperkuat asosiasi yang tertanam dalam benak konsumen dengan adanya dukungan asosiasi yang serupa pada endorser tersebut.
Mungkin banyak yang berpikir bahwa iklan nya sama skali nga kreatif blah blah.. seberapa jauh sih penilaian kretifitas dalam iklan? Mungkin saja konsep iklan nya standar, tapi toh konsep penjualan dan strategi pemasarannya tetap bisa mempertahankan asosiasi yang tercipta di benak masyarakat luas. Iklan tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan aktivitas promosi/komunikasi yang dijalankan. Dan yang terpenting lagi ada baiknya si peng kritik bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia masih mengkonsumsi Indomie sampai saat ini. Siapa yang tidak makan Indomie? Walaupun dengan berbagai pilihan merk dan rasa dari merk lain, tapi salah satu yang tetap dibeli orang ya Indomie ini.
Balik lagi soal selebriti endorser, ya memang tidak semua produk harus diiklankan oleh seorang endorser, menyambung ngobrol2 saya dulu dengan Pak Handoko Hendroyono dari Matari Advertising, kita mendiskusikan seberapa penting endorser digunakan. Serupa dengan pendapatnya yang juga jadi materi diskusi seminar After Break With The Creative lalu bahwa tergantung dari tujuan iklan itu sendiri dan tentu saja posisi brand pada benak masyarakat, terlebih posisi modal dari produknya, kalau memang tidak memungkinkan yang tidak harus dipaksakan, karena masih banyak cara lain untuk mendongkrak brand tanpa harus bergantungan dengan ketenaran artis. Bila merk belum memiliki tingkat awareness yang tinggi, endorser selebriti bisa menjadi hal penting yang mendongkrak ketenaran merk. Tetapi apabila merk yang diiklankan sudah kuat atau bahkan pemimpin pasar ya sama seperti kasus Indomie di atas, bahwa tujuannya adalah memperkuat citra merk dengan didukung oleh citra selebriti yang serupa pula. Pemilihan endorser selebriti harus sangat hati-hati dan harus terus menerus dipantau perkembangannya, karena penggunaan endorser ini memiliki hal negatif apabila terjadi suatu kasus terhadap si endorser, nama merk akan terus terbawa-bawa. Jangan sampai penggunaan endorser malah menciptakan citra buruk dari produk.
Contoh kasus Pepsi yang sempat menggunakan Michael Jackson sebagai endorsernya karena ingin mendukung asosiasi muda, dinamis dan sensual. Sejak Michael mulai terlibat berbagai kasus, dengan sigap Pepsi memutuskan kisah cinta Michael sebagai icon nya.
Ada 4 kategori asosiasi merk yang diciptakan (David Aaker) Brand as a product, Brand as organization, Brand as a person, Brand as a symbol
Posisi penggunaan asosiasi merk yang dikaitkan dengan asosiasi endorser, seperti Indomie terdapat pada posisi brand as a person. Jadi tips untuk memilih endorser yang tepat bagi produk anda adalah memperhatikan kesesuaian sasaran pasar, positioning yang ingin dikomunikasikan dan citra merk saat ini dan yang akan diciptakan.
No comments:
Post a Comment