Beberapa minggu yang lalu saya memperhatikan ada sebuah restaurant baru yang sangat gencar berpromosi, dengan mengusung konsep makanan khas pulau A katakanlah, hampir setiap sudut jalan dipenuhi oleh spanduk-spanduk restaurant tersebut. Entah kebenaran atau tidak penggunaan warna dari promo mereka mirip sekali dengan warna 3 yang saat itu juga sedang gencar berpromosi sehingga yah mau tidak mau mata ini sedikit terganggu untuk membaca promo mereka.
Hmm setelah membaca iklan restaurant tersebut saya jadi tertarik untuk berkunjung ke sana, lumayan nih pasti lagi murah karena baru buka dan lagi pula ini semua makanan pulau saya yang sangat saya cintai menu-menunya.
Ketika sampai di sana ternyata tempatya cukup bagus dan cocok buat penikmat konsep seperti saya dan teman-teman, yah singkatnya kita masuk dan pas saya dengarkan percakapan orang-orang yang datang memang rata2 mereka sepertinya dari pulau yang saya maksud karena bahasanya rada-rada aneh.
Nah ini dia nih, setelah masuk dan melihat-lihat makanannya KOK tidak seperti yang terbayang yah? ini sih mending makan di tempat yang udah biasa kita makan, lebih lengkap lagi. Intinya nih tempat naggung banget bila dibandingkan dengan pesaing-pesaingnnya. let say dia claim rajanya makanan JAWA, nah mau makan nasi rames khas sunda menunya nanggung dan kurang lengkap, mau makan khas yogya ga ada gudednya, mau makan khas cirebon ada menu yang harusnya ada eh malah ga ada, intinya differensiasi tempatnya nanggung banget.
but, ok lah minimal saya masih bisa menyicipi makanan khas daerah saya yang sangat nikmat bila ibu saya yang memasaknya. Di sisi lain teman saya mencoba makanan khas daerah lain yang jika kita makan di daerah dago bandung makanan ini enak sekali. Hasilnya rasanya sangat mengecewakan, mirip ajah enggak rasanya dengan yang asli, yah karena saya orang daerah tersebut tentu saja saya bisa merasakannnya. Yah sudahlah. Pas Bayar nih, astagfirullah, mahalnya ga ketolongan, jujur saja harga segitu kalau saya makan ke neo calista, cafe denga konsep paling unik di bandung, kabarnya dikerjakan oleh arsitek ternama di bandung, saya tidak akan protes, makannnya enak, tempatnya keren dan rasanya ok.
Bener-bener deh lengkap penderitaan hati gua dan teman-teman, sampe-sampe nyumpa2 ga akan pernah deh gua balik ke tempat itu lagi.
Apa sih yng bisa dipetik dari sisi marketingnya? Pertama okelah secara segmentasi mereka cukup kreatif membidik fanatisme orang daerah terhadap makanannya, walaupun saya kurang tahu juga apakah marketnya cukup besar untuk dijadikan opportunity karena kalau saya perhatikan investasi yang digelontorkan cukup besar. Dari sisi positioning juga oke lah, tempat di mana kita bisa menemukan heritage makanan pulau yang kalau ke tempat-tempat yang fokus let say ikan sulawesi misalnya kita tidak bisa menemukan sambal manado.
Apa cukup? no, itu baru konteks strategy, masuk ke dalam tataran taktik nih tempat mulai amburadul, differensiasi makanan ternyata tidak unik, harga tidak valueable dan tidak transparan, product ga ok (seperti asal ada ajah sih kalo buat saya dan beberapa teman-teman) selain rasanya yang pas pas an (saya sempat tanya beberapa orang), dan porsi sedkit sekali.
Inilah repotnya kalo seseorang kecewa terhadap sebuah produk, kalo diem sih ga apa-apa, paling ga akan balik lagi menkonsumsi produk tersebut, nah kalo ngoceh (ngomong) yang paling gawat, semua orang diceritain, di hasut biar tidak datang dan ini pasti dilakukannya ke banyak orang. Memang repot juga sih mendirikan restaurant, banyak sekali faktor yang harus diperhatikan secara detail dan membutuhkan inovasi yang terus menerus dari berbagai sisi sekaligus juga menjaga konsistensi dan beberapa faktor lainnya, hanya saja jika ini tidak dilakukan tentunya hal yang paling gampang terjadi yah rugi atau tutup pada akhirnya.
Alkisah, saya masih sering lewat tempat tersebut dan yah betul SEPI,
Entah berapa lama lagi mereka akan bertahan, semoga managemetnnya menyadari dan cepat cepat mereposisi tataran taktik mereka dan merai sukses ke depannya.
No comments:
Post a Comment