Dec 13, 2010

Pajak Restoran dan Konsep Change dalam Bisnis

Beberapa hari ini, media ramai memberitakan kebijakan penerapan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah yang salah satu isinya mengatur Pajak Restoran untuk 26.900 warung nasi (warteg) yang ada di Jakarta. Besaran pajak tersebut ialah 10% dari omzet dan dibayarkan setiap bulan dengan skema pajak progresif dan penghitungan oleh wajib pajak (self assessment).

Kebijakan ini segera memicu pro-kontra, dengan sebagian besar masyarakat berada di pihak yang kontra dan kelompok pendukung kebanyakan  diisi oleh pejabat pemerintah. Wajar jika banyak yang kontra , karena kebijakan ini akan semakin memberatkan hidup masyarakat. Besaran pajak 10% akhirnya akan ditanggung oleh masyarakat umum sebagai konsumen warteg dan sangat mungkin akan mengurangi omzet penjualan warteg akibat berkurangnya daya beli masyarakat.

Pajak sebagai Faktor Change dalam Bisnis

Jika dilihat dari model lansekap bisnis 4C-nya Kenichi Ohmae dan Hermawan Kartajaya, ada faktor Change atau perubahan. Ketika pemasar sudah tuntas meyusun strategi berdasarkan Company, Customer dan Competitor, ada faktor ke-4 yang bisa merubah semuanya.Change atau  perubahan itu terjadi karena perkembangan teknologi, situasi mikro dan makroekonomi, kondisi politik dan kultur sosial, ataupun perubahan dalam regulasi. Peraturan pajak ialah salah satu faktor Change yang harus diantisipasi oleh pemilik bisnis.

Anda pernah mendengar kisah sukses seorang pengusaha yang dimulai dari peristiwa PHK diri-nya dari perusahaan tempatnya bekerja?T api, dengan sikap hidup dan pola pikir positif, dia bisa mengatasi perubahan drastis dari menjadi seorang wiraswasta dan berhasil meraih kesuksesan yang jauh lebih besar daripada saat menjadi karyawan. Seharusnya, pengusaha warteg juga memandang kebijakan pajak tersebut secara positf.

Bijak Menyikapi Pajak

Ketentuan Pajak Restoran ini, seharusnya menjadi batu loncatan pengusaha warung nasi (warteg) untuk melangkah ke depan menjadi bisnis yang lebih menguntungkan dan memiliki manajemen yang profesional dan lebih terbuka. Dengan  penerapan pajak restoran secara konsisten, akan menciptakan seleksi terhadap pelaku usaha warteg. Hal ini akan menciptakan persaingan usaha yang dinamis dan positif.

Kemudian, pengusaha warteg sebaiknya mulai mengelola scara profesional, diantaranya dengan mellakukan beberapa hal berikut ini:
1.    Menyusun manajemen yang rapi dan profesional untuk membangun perusahaan yang handal.
2.    Menciptakan strategi bersaing yang tepat, tidak hanya mengandalkan keunggulan harga.
3.    Menyusun program pemasaran terpadu untuk menciptakan penjualan yang berkesinambungan.
4.    Menjalin koordinasi seluruh pegusaha warteg untuk memperjuangkan kepentingan bersama.

(sumber gambar: www.inform.com)

Strategi Bisnis UKM: Menyelaraskan Branding dengan Penjualan

Hari Senin (29/11/10) yang lalu, saya berkesempatan melakukan pendampingan ke beberapa UKM Bordir Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Ada 3 UKM yang saya kunjungi dan sempat bertukar pikiran dengan pemiliknya, dan ketiganya memiliki permasalahan bisnis yang berbeda. UKM pertama, memilki keunggulan volume produksi yang besaar, sekitar 300 kodi per bulan, tapi sebagian dijual tanpa merek ke pedagang perantara. Skema penjualan seperti itu akan meminimalkan margin keuntungan produsen, dan lebih besar untuk pedagang. Tapi, produsen menganggap hal itu tidak jadi masalah, dengan alasan berbagi rejeki. Bagi saya pribadi, sebuah alasan tersebut  tidaklah salah, tapi mungkin kurang tepat.

UKM bordir kedua yang saya kunjungi, memilki konsep ekslusif untuk produk bordir yang dihasilkannya. Selain memproduksi bordir, pengusaha ini memilki butik di salah satu pusat perbelanjaan di kota Taskmalaya untuk menjual produknya. Melihat bentuk, tampilan dan harga produk, memang menyasar ke kalangan menengah ke atas. UKM terakhir yang saya kunjungi juga memiliki toko sebagai showroom produk bordirnya. Dari hasil ngobrol, ternyata keberadaan toko tidak terlalu berperan dalam penjualan produknya, karena sebagian besar penjualan berupa pesanan dari luar kota.

Penjualan vs Branding

Ketiga UKM Bordir yang saya kunjungi memiliki masalah yang serupa, yaitu minimnya pemahaman tentang branding atau merek. Semuanya sudah memiliki merek, tapi masih memandangnya sekadar label belaka, bukan sebagai bagian dari strategi pemasaran. Kegiatan branding memang dikenal sebagai sumber biaya (cost center) bukan sumber laba (profit center,) sehingga keberadaannya kurang diindahkan oleh pengusaha UKM.
Dengan kondisi UKM yang masih terbatas secara modal, jumlah produksi dan SDM, manakah yang lebih tepat, lebi banyak melakukan aktivitas penjualan ataukah membangun merek? Komprominya ialah lakukan penjualan secara eceran untuk membangun merek dan mulailah menjual ke pasar B2B untuk mendapatkan penjualan yang lebih besar. Kedua aktivitas ini idealnya dilaksanakan secara beriringan, bukan untuk saling mengalahkan. Pasar bisnis ke bisnis, lebih menghasilkan volume penjualan besar tapi dengan keuntungan tipis. Sementara, penjualan eceran akan memberikan keuntungan yang lebih besar serta memungkinkan pembangunan merek produk.

Branding sebagai investasi jangka panjang.

Membangun brand adalah sebuah proses, perlu waktu dan biasanya melalui enam tahap sebelum memungkinkan terjadinya penjualan berkesinambungan:
1.    Tahap pengenalan (aware)
2.    Tahap mengerti benefit atau positioning (understand)
3.    Tahap meyakinkan bahwa produk lebih baik dari pesaing (preference)
4.    Tahap membangkitkan semangat mencoba, membeli secepatnya (convince)
5.    Tahap terciptanya penjualan (action/selling)
6.    Tahap pembelian kembali (repeat)

Jika pengusaha UKM memandang secara jangka pendek, tentu saja branding bukan pilihan yang populer. Tapi, kalau saja bisa memikirkan jangka panjang, pengusaha UKM akan mendapatkan banyak keuntungan dari aktivitas branding. Jadi, aktivitas berbasis penjualan dan kegiatan untuk branding, sebaiknya bisa berjalan beriringan dan saling menguatkan.
Bagaimana menurut Anda?

(Sumber Gambar: www.gemssty.com)

Kekuatan “ Jingle ” Iklan


Anda pernah mengalami kejadian seperti di bawah ini ?
Pernah liat iklan bank X terbaru, Mas ?”.
Yang kaya gimana?”
Yang itu lho. Ada anak kecil lari di sawah gitu.
Ow… Yang ada petani lagi nyangkul itu.
Bukan, Mas. Itu sich, iklan bank Y yang baru.”
Aku tahu. Yang ada orang ketabrak becak kan ?”
Bukan yang itu juga. Kalo itu mah, iklannya bank Z.”
Trus, yang mana ?”
Aaargh…!

Susah njelasinnya, kan ? Coba kalo begini:
Woi, Bro…Ente udah liat iklannya bank X yang baru?
Yang kaya gimana, Coy?
Itu, lho. Yang ada orang bulan madu di pantai. Ada lagunya kaya gini,  
Dari sebutir yang kau beri, segenggam yang kudapat…Bagiku ini penuh arti, walau kau tak pernah berharap… ”
Ow…, yang itu. Bagus banget tuch iklan. Lagunya pas banget. “
Iya, ceritanya juga bagus. Tentang kebaikan yang terus mengalir. Kena banget, dech.”
Gue jadi pengin nabung di sana.”
Ane juga. Ya udah, kita pergi bareng aja, yuk!”
Kesimpulan Anda ?


(Sumber Gambar: http://ruangprakarya.blogspot.com)

Yellow Pages

Anda seorang pemilik usaha kecil menengah di bidang fashion? Atau seorang agen sebuah produk alat rumah tangga? Dan Anda perlu memasang iklan di Yellow Pages? Berikut ini, 3 hal yang harus Anda pahami untuk memaksimalkan iklan Anda di Yellow Pages:

1. Iklan Yellow Pages sangat sederhana, sehingga Anda bisa menciptakannya dengan mudah.
Begitu sederhananya, sehingga Anda tidak perlu menyewa pakar marketing atau seorang desainer grafis untuk menciptakan iklan Yellow Pages yang efektif. Anda hanya perlu tahu, siapa sesungguhnya pelanggan Anda.

Anda pasti sering melihat iklan yang cantik dan indah di majalah terkenal. Iklan itu mungkin dibuat oleh biro iklan ternama, atau minimal menyewa desainer grafis handal. Sebuah iklan yang akan mencuri perhatian pembacanya dan membuat dia berdecak kagum. Tapi, benarkah Anda hanya ingin membuat iklan yang bagus dan cantik? Atau mengharapkan pujian dari pembaca iklan Anda? Saya yakin, bukan itu tujuan Anda memasang iklan. Anda memasang iklan untuk meningkatkan penjualan produk Anda dan mengalirkan uang masuk ke kantong Anda, bukan?

Nah, bagaimana membuat iklan Yellow Pages yang bisa mendatangkan keuntungan bagi perusahaan Anda? Sangat mudah tentunya, Anda hanya perlu mempelajari bagaimana membuat judul iklan yang baik, naskah iklan yang baik dan bagaimana menciptakan penawaran yang hebat. Ciptakan judul iklan yang mampu memberi solusi permasalahan pelanggan atau bisa menjawab pertanyan pelanggan. Pasti, mereka akan membaca keseluruhan iklan Anda dengan sangat antusias.


2. Kebanyakan iklan Yellow Pages dibuat oleh pihak Penerbit Yellow Pages
 Padahal, selain Anda, ada berapa perusahaan pesaing yang iklannya dibuat oleh pihak Yellow Page juga. Jadi, sangat mungkin terjadi, iklan Anda sama persis dengan iklan pesaing Anda. Bukankah ini hal yang buruk bagi perusahan Anda?

Jangan pernah menyerahkan sepenuhnya pembuatan iklan Anda kepada orang lain. Pelajari bagaimana cara meningkatkan respon iklan dan terapkan di iklan yang Anda pasang. Ikut sertalah dalam proses pembuatan iklan, karena Anda lebih tahu tentang pelanggan Anda sendiri.

3. Iklan di Yellow Pages sangat berbeda dengan iklan di media lainnya
 Karena pembaca iklan YellowPages adalah calon konsumen yang siap membeli produk yang mereka cari. Bahkan mereka sudah menyiapkan uang untuk membayar produk Anda, jika sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.

Apakah cukup dengan menulis siapa Anda dan apa yang Anda tawarkan? Jawabannya adalah TIDAK! Karena yang terpenting adalah alasan kenapa seseorang harus memilih produk Anda daripada produk pesaing. Sekedar memberitahu produk yang Anda tawarkan, sungguh sia-sia. Seorang pembaca yang membutuhkan produk pakaian, tentu langsung membuka halaman kategori pakaian, bukan yang lain. Dan ada ratusan, bahkan ribuan perusahaan yang menjual pakaian di bagian tersebut. Jadi, beritahukan kelebihan produk Anda yang tidak dimiliki produk pesaing.

diolah dari sebuah artikel di: http://www.YellowPagesProfit.com

(Sumber Gambar: http://communio.stblogs.com)






10 Ide Promosi untuk Meningkatkan Penjualan Toko Anda tanpa DISKON!

Di usaha kuliner yang saya jalankan, ada periode tertentu yang boleh dibilang “masa panen” bisnis makanan. Ya, Lebaran Idul Fitri, itulah momen emas untuk pemilik bisnis kuliner.  Saat itu, omzet penjualan bisa meningkat 4 kali lipat dan itu merata di semua warung atau rumah makan di daerah saya. Bisa dibilang, tidak ada rumah makan yang sepi ketika itu.

Tapi, “masa panen” tidak berlangsung lama, hanya bertahan sekitar 2 pekan saja. Setelah melewati waktunya, kehidupan bisnis pun kembali berjalan normal. Pemilik usaha lagi-lagi harus memutar otak bagaimana mempertahankan laju bisnis mereka. Dan fenomena ini juga berlaku di bisnis selain kuliner, khususnya bisnis yang bergerak di bidang eceran (retail), seperti toko fashion dan sejenisnya. Atau Anda juga merasakan hal yang sama berlaku di bisnis yang Anda jalankan?

Untuk meningkatkan penjualan di waktu “sepi”, pemilik bisnis harus berpikir secara cermat. Cara yang biasa, seperti diskon misalnya, kadang bukan pilihan terbaik di saat bisnis “sepi.” Selain diskon, sebenarnya masih banyak pilihan promosi yang bisa Anda gunakan. Anda harus jeli mengamati target pasar, untuk menciptakan promosi yang tepat sasaran. Jika anda belum punya gambaran, semoga 10 ide promosi berikut bisa membantu. Apa saja itu? Silakan simak poin-poin berikut ini:

1. Beli 1 gratis 1 – daripada Anda memberi diskon 50%, skema beli 1 gratis 1 akan terasa lebih menguntungkan kedua belah pihak. Karena, pelanggan tetap membeli produk anda dengan harga utuh, sekaligus merasa beruntung mendapatkan 1 produk secara gratis.

2. Kursus Gratis – Untuk Anda yang menjual produk dengan prosedur pemakaian tertentu, berikan kursus gratis mengoptimalkan manfaat produk Anda. Pelanggan tentu akan berterimakasih atas layanan tersebut.

3. Promosi Bersama – Kerjasama dengan pemilik bisnis lain yang relevan di sekitar Anda. Bisa dicoba kerjasama dengan bisnis yang menjual produk pelengkap produk yang Anda jual, atau bisnis yang memiliki target pasar yang sama dengan bisnis Anda. Misal, BaksoGranatz membuat promo: Beli 10 porsi BaksoGranatz GRATIS 1 jam akses internet, bekerjasama dengan warung internet terdekat.

4. Hadiah Gratis untuk jumlah pembelian tertentu – Berikan hadiah untuk pelanggan yang membeli produk minimal. Misal, BaksoGranatz memberi hadiah T-Shirt gratis untuk setiap pembelian minimal 20 porsi BGz.

5. Hadiah Kejutan untuk pembelian tertentu – Kepuasan pelanggan terjadi ketika seseorang mendapatkan lebih dari yang dia harapkan. Atau, Anda memberikan sesuatu melebihi apa yang Anda janjikan. Untuk itu, berikan hadiah kejutan untuk pembeli dengan nilai transaksi tertentu, dan buat dia terpesona dengan layanan bisnis Anda.

6. Jual Paket – Produk yang kurang laris di toko Anda, bisa dijual satu paket dengan produk yang banyak diminati pembeli. Daripada menumpuk di gudang, jauh lebih baik untuk secepatnya menjual produk yang kurang laku tersebut.

7. Berikan Voucher – Pastikan pengunjung toko Anda kembali di lain waktu, dengan memberi voucher belanja di toko Anda. Jangan lupa untuk mecantumkan masa berlaku voucher tersebut.

8. Gratis Layanan Purna Jual — Berikan layanan perawatan produk yang pelanggan beli, gratis untuk 2 pekan atau 1 bulan pertama.

9. Konsultasi Gratis – Pelanggan bisa berkonsultasi mengenai penggunaan dan perawatan produk yang dia beli di toko Anda. Selama konsultasi, Anda juga bisa menawarkan produk pelengkap untuk produk yang sudah dibeli pelanggan.

10. Gratis Desain — Jika Anda pemilik bisnis percetakan, gratiskan biaya desain untuk pemesanan dalam jumlah tertentu.

diolah dari sebuah artikel di: http://www.wordsthatsell.com.au 

(Sumber Gambar: www.speysidecooperage.com)

Merek di Era New Wave: Tunjukkan Siapa Anda Sesungguhnya

Awalnya, merek (brand) digunakan untuk membedakan sebuah produk diantara produk lain yang sejenis. Dengan menggunakan merek, sebuah produk akan keluar dari kategori produk komoditas, yang harganya ditentukan oleh hukum pasar. Oleh karena itu, produk bermerek berkesempatan memasang harga di atas rata-rata harga pasar.

Tahun 1955, di Harvard Business Review tayang sebuah artikel bertajuk “The Product and The Brand” tulisan Burleigh Gardner dan Sidney Levy, yang semakin memperjelas perbedaan antara merek dengan produk. Konsep merek, mulai dirumuskan pada tahun 1980-an, termasuk bagaimana mengukur nilai sebuah merek (brand equity). Kemudian, istilah merek pun semakin populer di tahun 1990-an, dan menjadi bahasan utama dalam bidang pemasaran.

Dulu, sebuah merek cukup dengan nama yang unik, slogan nan indah, desain logo cantik atau jingle iklan populer. Manajemen merek pun ditujukan untuk meningkatkan nilai merek, dengan program pemasaran terpadu, promo, iklan ataupun program kehumasan. Saat itu, semua merek bekerja keras untuk meraih brand value, brand strength, top of mind, brand awareness dan brand loyalty, yang ujung-ujungnya akan melipatgandakan brand equity masing-masing.

Kini, Anda sebagai pemilik merek, sepertinya harus merubah paradigma tentang merek. Mungkin benar apa yang diungkapkan Hermawan Kartajaya, di era New Wave sekarang ini, “Merek adalah Karakter”. Ya, tidak cukup hanya membangun merek, tapi juga harus membangun karakter. Merek hanyalah selubung yang membungkus karakter sesungguhnya produk atau bisnis Anda. Karakter berkaitan dengan siapa Anda yang sebenarnya, dan bagaimana masyarakat melihat Anda apa adanya. Oleh karena itu, proses membangunan karakter ini, harus berlandaskan nilai-nilai kebaikan yang universal seperti kejujuran, saling menghormati, tanggung-jawab, prinsip keadilan, peduli satu sama lain, dan rasa kemanusiaan.

Dan satu hal lagi, bukan perusahaan raksasa saja yang harus membenahi karakter mereknya. Setiap pemilik merek semestinya melakukan hal yang sama, bahkan untuk level usaha kecil menengah (UKM). Di era informasi saat ini, konsumen memiliki pembanding yang sangat beragam atas layanan bisnis yang dia dapatkan. Jika merek Anda gagal memenuhi harapan konsumen, ada banyak pesaing bisnis yang akan menerima limpahan pelanggan Anda. Jadi, tanpa memiliki karakter merek yang kuat, jangan salahkan konsumen jika mereka tidak “jatuh cinta” dengan merek bisnis Anda.