May 26, 2008

Ini Tentang Pertumbuhan Perusahaan Bos


Sebuah pertanyaan yang sangat mengelitik muncul ketika salah satu klien saya mempertanyakan “lu repot-repot mengajukan planning yang terencana mengenai internal marketing buat apa sih boo? Toh semua sistem sudah ada baik itu gaji, hak dan tanggung jawab maupun aturan-aturan lainnya yang mengikat” Ha kemudia saya bertanya balik, “ok bos” berapa persen dari karyawan ente yang mau ngasih ide buat pengembangan bisnis perusahaan? Berapa banyak karyawan ente yang pulang kerja lembur tanpa menuntut bayaran? Dan berapa persen dari karyawan ente yang tahu mau kemana perusahaan ini 1, 3, 5 dan 10 tahun kedepan? Gimana tau ga?

Gaji, aturan dan prosedur kerja yang jelas memang merupakan salah satu point penting dalam membangun internal marketing di dalam perusahaan, namun tentu masih ada lagi beberapa hal lagi yang harus dibangun oleh sebuah perusahaan untuk sukses dalam melakukan internal marketing tentunya. Ok sebelum lebih jauh sedang ngobrol apa sih? Apa sih internal marketing itu?. Jika anda melakukan ekternal marketing, hasil yang anda harapkan tentunya penjualan dalam hal ini profit dan mungkin ekuitas merek, namun coba pertanyakan mungkinkan hal ini bisa dilakukan atau berjalan secara konsisten tanpa dukungan internal perusahaan? Yah kemungkinan besar tidak mungkin, karena itulah perusahaan harus memperhatikan pelanggan yang satunya lagi yaitu pelanggan yang ada di dalam perusahaan itu sendiri yaitu karyawannya. Dengan melakukan internal marketing katakanlah “jualan internal” diharapkan kemudian perusahaan dapat mengambil untuk dalam bentuk kualitas kerja yang dapat diandalkan, motivasi kerja yang tinggi, tingkat loyalitas yang tidak diragukan lagi, produktivitas yang tinggi dan sangat produktif yang kesemuanya akan bermuara pada keuntungan financial perusahaan.

Coba sajah bayangkan jika karyawan anda sangat loyal dan memiliki motivasi yang sangat tinggi, ketika ia berhadapan dengan klien perusahaan misalnya tentu saja semangat positif dan melayani akan muncul, keramahan dalam menghadapi klien akan timbul dan pada akhirnya akan membuat klien perusahaan tersebut merasa puas tentunya. Ini akan berbeda sekali bila karyawan perusahaan Anda tidak memiliki motivasi dan semangat kerja, ketika bertemu klien, yang dipasang adalah muka badak, prilakukanya tidak menyenangkan dan ujung-ujungnya klien tersebut kecewa dan hal yang terburuk tentunya tidak ada transaksi. Atau coba bayangkan jika karyawan Anda tidak loyal? Berapa banyak uang yang sudah terbuang mulai dari memasang iklan di koran, memberikan training dan pelatihan produk dan sebagainya dan tiba-tiba ia pindah? Belum lagi knowledge dan rahasia perusahaan yang juga ikut pergi ke pesaing Anda tentunya. Yah tentu banyak sekali contoh seperti ini yang sering Anda jumpai baik itu ketika menjadi klien sebuah perusahaan lain ataupun di dalam perusahaan Anda sendiri.

Lantas bagiamana perusahaan membangun internal marketing sehinggal karyawan-karyawannya kelak memberikan tenaganya dengan kualitas yang baik, memiliki motivasi kerja yang tinggi, lowalitasnya tidak perlu diragukan lagi, tingkat produktivitasnya sangat tinggi dan selalu berusaha memberikan lebih dari target yang ditetapkan? Sulit, betul sekali. Bahkan inilah kesulitan sesungguhnya dalam membangun perusahaan dalam jangka panjang, pada tulisan saya terdahulu soal kepemimpinan saya sedikit banyak pernah membahas ini, bahwa kesulitas terbesar bagi perusahaan dan seorang pemimpin adalah membangun manusia, sangat kompleks dan membutuhkan tenaga dan dana yang tidak sedikit tentunya, namun jika Anda berhasil, hmmm jangan tanya sebesar apapun yang ingin Anda capai bukan sekedar impian lagi tentunya. Untuk membangun internal marketing, sebagaimana ekternal marketing tentunya kita harus memahami terlebih dahulu karakteristik masing-masing segmen karyawan yang ada di dalam sebuah perusahaan sehingga kegiatan internal marketing yang dilakukan dapat fokus pada sasaran yang tepat dengan program yang tepat pulah tentunya. Secara garis besar kita kategorikan terlebih dahulu kebutuhan karyawan secara garis besar, misalnya:

Gaji (Sesuai dengan kualitas kerja dan jenis pekerjaan dan mungkin Lebih baik dari pesaing perusahaan), Pengembangan diri (Program-program pelatihan yang diberikan oleh perusahaan dan kesempatan untuk kedudukan yang lebih tinggi), Lingkungan kerja (Suasana kerja yang kondusif dan Infrastruktur kerja yang memadai dan menunjang serta aturan dan budaya perusahaan yang tepat), Penghargaan kerja/ Bonus (Diberikan sesuai dengan tenaga dan pikiran yang dicurahkan dan diberikan juga dengan pertimbangan diluar job desc seperti ide-ide yang disumbangkan, pekerjaan tambahan), Job description (Diberikan sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan Hak dan tanggung jawab tertulis dan terkomunikasi dengan jelas).

Nah dari segmentasi ini kita dapat menciptakan bentuk-bentuk internal marketing yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing segmen, ambil contoh untuk tingkat office Boy, mungkin masalah gaji dan bonus akan sangat memiliki peran penting agar mereka menghasilkan “produk” yang diinginkan oleh perusahaan (Produk dalam hal ini loyalitas, kualitas, produktivitas, dan sebagainya), berbeda tentunya untuk level management, selain gaji dan bonus tentunya yang sangat dominan, hal-hal lain seeprti lingkungan kerja, pengembangan diri untuk menjadi lebih baik, kesempatan untuk memimpin juga sangat penting bagi level ini, cukup banyak perpindahan professional dengan kualitas SDM yang sangat bagus dilatar belakangi oleh masalah-masalah seperti lingkungan kerja, kesempatan untuk berkembangan lebih baik.

Dengan mengetahui karateristik masing-masing segmen ini perusahaan kemudian dapat menyusun program-program internal marketing yang tepat dan terarah sesuai dengan kebutuhan masing-masing segmen tersebut. Dengan kata lain jika disatu segmen katakanlah OB tidak membutuhkan pelatihan kepemimpinan yah ndak perlulah dibuat pelatihan semacam itu untuk membuat mereka merasa bangga, jangan-jangan nanti malah timbul dibenak mereka “ah ini janji-janji palsu doang, mana mungkin kita yang tamatan SMP ini bisa jadi pemimpin” yah walaupun siapa yang tahu nasib hidup seseorang. Daripada seperti itu, lebih baik mereka sering-sering diberi bonus bila kerjanya memenuhi kriteris perusahaan, karena itulah yang mereka butuhkan.

Lantas bagaimana menciptakan kegiatan internal marketing yang tepat, pertama tentu hal yang sudah kita bahas sebelumnya, harus sesuai dengan karateristik dari masing-masing segmen yang ada di dalam perusahaan dan yang kedua yang paling penting adalah internal marketing yang dilakukan harus terukur secara jelas dan transparan sehingga ini akan menjadi effort tersendiri bagi karyawan di dalam perusahaan untuk dapat mencapai hal tersebut. Mengenai apa sajah kegiatannya tentu banyak sekali seperti pelatihan dan training, outing dan sebagainya. Terakhir, yah tentunya selain memberi perusahaanpun harus menuntut, untuk inilah penilaian terhadap kinerja dan performance perusahaan menjadi sangat penting untuk diterapkan. Masalah penilaian kinerja dan performace ini memang memerlukan pembahasan tersendiri dalam penerapannya yang mungkin akan kita bahas dilain waktu, namun satu hal yang penting dalam penerapannya adalah masalah tranparansi pengukuran dan kualitas pengukurnya. Sulit tentunya namun tidak ada salahnya perusahaan Anda memulainya dari sekarang untuk dapat terus tumbuh secara sustain ke depannya. So ini masalah pertumbuhan perusahaan bos, karena itulah gua repot-repot meributkan ini he.....he.

HD (Healing Device)


Turut berduka cita atas kembalinya artis senior Sophan Sophian ke Penciptanya. Begitu banyak yang bisa dipelajari dari beliau, baik kiprah nya di bidang perfilman hingga politik.

2 hari ini seluruh stasiun televisi seperti berlomba-lomba menceritakan siapa Sopan Sophian yang sebenarnya, dan dari berjam-jam saya menonton baik yang bertajuk infotainment sampai berita siang, ada hal yang sangat menarik yang saya temukan, terutama tentang hubungan rahasianya dengan HD.

Yup.. HD yang dimaksud adalah kekasih nya moge Harley Davidson. Beliau dan ribuan anggota HDI lainnya di Indonesia merupakan contoh hubungan konsumen yang mengandalkan HD sebagai "religion" mereka. Saya seringkali mendengar atau membaca pembahasan hubungan HD dengan para konsumennya, tapi jujur saya ini kali pertama saya mendengarnya langsung dari mulut para konsumennya sendiri.

Sejak tahun 2004, Alm Sophan Sophian menjadi salah satu konsumen motor gede buatan Amerika ini. Kala itu beliau mengakui membelinya karena banyak teman-temannya yang berkata bahwa HD bisa menghilangkan stres. Di kalangan para konsumen, motor Harley tidak dikenal hanya sebagai motor, tapi juga sebagai “istri” bagi para pemiliknya, dan mereka juga menganggap bahwa motor Harley adalah Healing Device, atau alat penyembuh. Dan peryataan ini disetujui oleh Alm Sophan Sophian, karena beliau adalah salah satu yang mengalaminya. Di tahun 2004 tersebut, di mana ia sedang mengalami masa-masa stres berat karena idealisme nya dikecewakan di kursi parlemen dan akhirnya beliau mengundurkan diri. Sejak membeli dan 2 bulan mengendarainya, motor kesayangannya menjadi hal yang menyembuhkannya dari stres. Beliau juga bercerita dari para konsumen HD lainnya, banyak yang sebelumnya sakit parah, sudah akut, mencari penyembuhan di mana-mana tapi tidak sembuh, tapi setelah membeli dan mengendarai motor Harley, mereka menjadi sembuh dan mulai menikmati hidupnya lebih dari yang sebelumnya.

Aneh ya... karena tidak ada kesembuhan yang tidak diberikan oleh Tuhan, inilah yang dinamakan sebagai Brand Religion. Mereka percaya bahwa kesembuhan yang datang dari Tuhan tersebut, “datang melalui motor Harley”, dan pada saat mereka mengendarainya di jalan, itu adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup mereka. Sebuah brand yang sangat kuat tertanam di benak konsumennya.

Selain dari hubungan nya dengan konsumen yang menciptakan Religion tersendiri, hal yang bisa kita pelajari dari pemasaran HD, adalah caranya melakukan penetrasi yang luas melalui komunitas. Motor HD bukanlah produk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan, tapi dibeli untuk sarana eksistensi. Keberadaan motor Harley di Indonesia khususnya sangat segmented sekali, karena tidak semua orang “niat” membeli motor berharga ratusan juta tersebut. Mereka yang benar-benar merasa bahwa kepribadiannya adalah HD-lah yang membelinya, dan tentu saja mereka melakukannya dengan bangga dan menceritakannya kepada orang-orang di sekitarnya. WOM inilah yang menjadikan penetrasi motor HD di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat, ditambah lagi berbagai aktivitas komunitas yang benar-benar cowo.. dan merajai jalanan, membuat laki-laki ingin tampil lebih macho lagi dengan membeli motor Harley dan bergabung dengan komunitasnya.

Jadi hampir dapat dipastikan, 1 komunitas akan tersebar kecintaan terhadap Harley bagaikan virus yang menyebar di antara manusia. Context dari diferensiasi yang dimiliki produk sangat unggul. What a fantastic brand.. bravo.

Merek dan Cinta


Dahulu kala orang melakukan perdagangan tanpa merk. Di mana produk yang dijual masih bersifat umum, berkisar dalam kategori bahan pokok, sehingga masyarakat tidak kesulitan untuk mencari atau menyebutkan suatu produk tertentu, karena sifatnya yang generik. Lambat laun jumlah pedagang bertambah banyak dan jumlah varian produk pun bertambah ragamnya. Setiap penjual ingin menjadi berbeda dibandingkan yang lainnya, yang akhirnya mereka menamai produk atau toko mereka. Nama ini lah yang sekarang kita kenal dengan merek atau bahasa kerennya brand!

Setelah para pedagang senang dengan “perbedaan” mereka melalui merek yang mereka miliki, ternyata lambat laun masih kurang juga. Pesaing semakin bertambah banyak, dan walaupun produk telah diberi nama, produk hanyalah tinggal produk, yang terkadang sama satu sama lain antar pesaing. Akhirnya timbullah apa yang disebut sebagai emotional values yang dijual bersama dengan produk.

Apa itu emotional values? Emotional values adalah sesuatu yang tidak nyata, sebuah ilusi yang turut anda beli pada saat membeli produk. Emotional values ada di sebuah produk, diciptakan melalui iklan atau packaging atau bentuk komunikasi lainnya. Emotional values tidak berbentuk, tidak dapat dilihat tapi dapat dirasakan. Emotional values adalah sebuah cinta.

Emotional values dewasa ini menjadi sangat penting. Tidak hanya pada produk yang dipasarkan kepada segmen atas, tapi juga semua produk menawarkan emotional values. Pada saat kita menyikat gigi dengan oral B, sepertinya sikat gigi itu adalah yang paling tepat dan paling lembut dan paling amaannnn untuk gigi anda yang sensitif. Sepertinya semakin lama semakin banyak orang yang bergigi sensitif yah.. termasuk mereka yang memang divonis dokter, atau mereka yang memvonis diri mereka sendiri (karena ingin turut serta pakai oral B). Perasaan aman pada saat menyikat oral B inilah yang dinamakan dengan emotional values. Anda merasa aman dibuatnya.

Yang sangat ekstrim adalah emotional values yang dewasa ini ditawarkan produk, yang mungkin kalau dipikir pakai logika tidak ada relevansinya, tapi kalau dirasa pakai perasaan ada juga sih hubungannya. Produk-produk yang emotional valuesnya jauh berhubungan seringkali dalam kategori produk wanita. Hal ini sudah tidak aneh lagi (saya adalah salah satu buktinya karena saya juga perempuan), karena sejak anak-anak, ABG, remaja, hingga dewasa, wanita selalu dihantui dengan yang namanya cinta. Dongeng-dongeng sejak kecil yang selalu menjanjikan pameran tampan berkuda putih atau Ken yang bermobil BMW atau sekarang apa yah? Saya juga kurang up date! Dengan latar belakang tersebutlah, wanita selalu senang diombar oleh cinta, termasuk juga merek-merek yang memberi ilusi untuk mereka.

Contohnya adalah kampanye produk Sunsilk beberapa waktu lalu dengan vairan produk anti rontok, dengan endorser Shanty. Mereka mengkampanyekan message yang seakan-akan bilang seperti ini : “Jika memakai produk ini, anda akan menjadi wanita yang kuat, tidak mudah menyerah dan mampu keluar dari kesulitan apapun juga!” terlihat dari beberapa serial iklannya yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang mengalami kesulitan, putus asa tapi kembali menemukan harapan dan kekuatan dirinya setelah menggunakan Sunsilk, dan menyebut diri mereka UNBREAKABLE! Tapi seperti jutaan perempuan di luar sana, saya tergugah melihatnya! Walaupun saya membeli produk itu bukan karena iklannya (atau jangan-jangan tanpa sadar iya!)

Contoh lainnya yang sekarang sedang berlangsung kampanye juga, adalah Pond’s yang mengusung message menemukan cinta dalam hidup melalui Pond’s. Seakan-akan kalau tidak pakai Pond’s kita ga akan dapet jodoh! Lagi-lagi saya (dan jutaan perempuan di luar sana) tersentuh dengan iklannya (yang berseri dan berlagu Andra and the Backbone). Tapi saya belum pakai produknya... karena pada dasarnya saya memang bukan yang mudah tergugah karena iklan, tapi at least, saya memiliki persepsi positif terhadap brand, karena seakan-akan mereka (Sunsilk dan Pond’s) “ada di pihak saya” yang sangat mengerti perempuan. Dan saya yakin jutaan perempuan di sana pun demikian.

Banyak sekali produk yang mengatasnamakan cinta. Kontroversial memang, di satu sisi masyarakat semakin dihantui oleh ilusi kesempurnaan, di mana jika kita ingin bahagia kita harus mengkonsumsi produk A, B, C, D... sampai Z, dan masih kurang kayaknya kalau kita ga pakai produk nomor 1, 2, 3.... dst. Tetapi begitulah yang terjadi sekarang ini. Di tengah riuhnya pesaing dalam menjajakan produk, sebuah brand berlomba-lomba menciptakan hubungan yang sangat dekat, hingga keterikatan emosional dengan masyarakat, terutama target marketnya. Seperti Conello Love Version dengan target market ABG, dengan endorser Gita Gutawa mengedepankan cinta dari mulai desain, naming, dan packaging produknya sampai iklan dan soundtracknya. Benar-benar menyentuh bagi para anak ABG yang sedang berbunga-bunganya merasakan cinta pertama.. First Love (yang buat kita-kita udah jadi kayak anak-anak banget! Tapi pengen ngerasain lagi kan?!?!?!)

Dipandang dari strategi pengembangan merek untuk mengikat target market, emotional values adalah mutlak. Emotional values berupa cinta memang sangat tepat untuk produk dengan target market perempuan, karena pada dasarnya perempuan memang hidup berlandaskan cinta. Jika produk anda memiliki target market perempuan, jangan ragu untuk mulai menciptakan emotional values berlandaskan cinta ini. Jangan terlalu sempit mendiskripsikan makna cinta itu sendiri. Cinta tidak hanya sepasang kekasih, tapi cinta bisa diperluas menjadi banyak hal, seperti persahabatan, soldaritas, cinta kepada orang tua, cinta yang universal atau bahkan cinta kepada diri sendiri (seperti kampanye Unbreakable Sunsilk). Seperti yang kami lakukan untuk membangun brand klien kami yang memiliki target market remaja perempuan. Di sana kami membangun bahwa Friendship do means a lot. Dari mulai setiap kampanye yang kami keluarkan, brand icon, hingga activationnya berbau persahabatan (seperti acara se-Jawa Barat yang akan kami gelar di liburan nanti bertajuk pemilihan icon persahabatan, dengan judul Friendship Queens). Sebenarnya di balik itu semua tentu saja bukannya tanpa strategi atau asal comot cinta, tapi kami memfokuskan membidik remaja putri sekaligus per kelompok (gank) supaya pengembangan jumlah konsumen lebih cepat dibandingkan per individu. Gank atau persahabatan sudah menyangkut lebih dari 4 orang, dan kalau 1 mengkonsumsi produk, pastinya yang lainnya wajib ikutan juga! Itu adalah salah satu contoh mengatasnamakan cinta untuk menarik para perempuan. Tapi ini bukan berarti membohongi mereka lho... karena pada dasarnya produk diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan inilah bentuk nyata sebuah brand cintaaaa terhadap konsumennya J Selamat bercinta!