Dec 13, 2010

Pajak Restoran dan Konsep Change dalam Bisnis

Beberapa hari ini, media ramai memberitakan kebijakan penerapan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah yang salah satu isinya mengatur Pajak Restoran untuk 26.900 warung nasi (warteg) yang ada di Jakarta. Besaran pajak tersebut ialah 10% dari omzet dan dibayarkan setiap bulan dengan skema pajak progresif dan penghitungan oleh wajib pajak (self assessment).

Kebijakan ini segera memicu pro-kontra, dengan sebagian besar masyarakat berada di pihak yang kontra dan kelompok pendukung kebanyakan  diisi oleh pejabat pemerintah. Wajar jika banyak yang kontra , karena kebijakan ini akan semakin memberatkan hidup masyarakat. Besaran pajak 10% akhirnya akan ditanggung oleh masyarakat umum sebagai konsumen warteg dan sangat mungkin akan mengurangi omzet penjualan warteg akibat berkurangnya daya beli masyarakat.

Pajak sebagai Faktor Change dalam Bisnis

Jika dilihat dari model lansekap bisnis 4C-nya Kenichi Ohmae dan Hermawan Kartajaya, ada faktor Change atau perubahan. Ketika pemasar sudah tuntas meyusun strategi berdasarkan Company, Customer dan Competitor, ada faktor ke-4 yang bisa merubah semuanya.Change atau  perubahan itu terjadi karena perkembangan teknologi, situasi mikro dan makroekonomi, kondisi politik dan kultur sosial, ataupun perubahan dalam regulasi. Peraturan pajak ialah salah satu faktor Change yang harus diantisipasi oleh pemilik bisnis.

Anda pernah mendengar kisah sukses seorang pengusaha yang dimulai dari peristiwa PHK diri-nya dari perusahaan tempatnya bekerja?T api, dengan sikap hidup dan pola pikir positif, dia bisa mengatasi perubahan drastis dari menjadi seorang wiraswasta dan berhasil meraih kesuksesan yang jauh lebih besar daripada saat menjadi karyawan. Seharusnya, pengusaha warteg juga memandang kebijakan pajak tersebut secara positf.

Bijak Menyikapi Pajak

Ketentuan Pajak Restoran ini, seharusnya menjadi batu loncatan pengusaha warung nasi (warteg) untuk melangkah ke depan menjadi bisnis yang lebih menguntungkan dan memiliki manajemen yang profesional dan lebih terbuka. Dengan  penerapan pajak restoran secara konsisten, akan menciptakan seleksi terhadap pelaku usaha warteg. Hal ini akan menciptakan persaingan usaha yang dinamis dan positif.

Kemudian, pengusaha warteg sebaiknya mulai mengelola scara profesional, diantaranya dengan mellakukan beberapa hal berikut ini:
1.    Menyusun manajemen yang rapi dan profesional untuk membangun perusahaan yang handal.
2.    Menciptakan strategi bersaing yang tepat, tidak hanya mengandalkan keunggulan harga.
3.    Menyusun program pemasaran terpadu untuk menciptakan penjualan yang berkesinambungan.
4.    Menjalin koordinasi seluruh pegusaha warteg untuk memperjuangkan kepentingan bersama.

(sumber gambar: www.inform.com)

Strategi Bisnis UKM: Menyelaraskan Branding dengan Penjualan

Hari Senin (29/11/10) yang lalu, saya berkesempatan melakukan pendampingan ke beberapa UKM Bordir Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Ada 3 UKM yang saya kunjungi dan sempat bertukar pikiran dengan pemiliknya, dan ketiganya memiliki permasalahan bisnis yang berbeda. UKM pertama, memilki keunggulan volume produksi yang besaar, sekitar 300 kodi per bulan, tapi sebagian dijual tanpa merek ke pedagang perantara. Skema penjualan seperti itu akan meminimalkan margin keuntungan produsen, dan lebih besar untuk pedagang. Tapi, produsen menganggap hal itu tidak jadi masalah, dengan alasan berbagi rejeki. Bagi saya pribadi, sebuah alasan tersebut  tidaklah salah, tapi mungkin kurang tepat.

UKM bordir kedua yang saya kunjungi, memilki konsep ekslusif untuk produk bordir yang dihasilkannya. Selain memproduksi bordir, pengusaha ini memilki butik di salah satu pusat perbelanjaan di kota Taskmalaya untuk menjual produknya. Melihat bentuk, tampilan dan harga produk, memang menyasar ke kalangan menengah ke atas. UKM terakhir yang saya kunjungi juga memiliki toko sebagai showroom produk bordirnya. Dari hasil ngobrol, ternyata keberadaan toko tidak terlalu berperan dalam penjualan produknya, karena sebagian besar penjualan berupa pesanan dari luar kota.

Penjualan vs Branding

Ketiga UKM Bordir yang saya kunjungi memiliki masalah yang serupa, yaitu minimnya pemahaman tentang branding atau merek. Semuanya sudah memiliki merek, tapi masih memandangnya sekadar label belaka, bukan sebagai bagian dari strategi pemasaran. Kegiatan branding memang dikenal sebagai sumber biaya (cost center) bukan sumber laba (profit center,) sehingga keberadaannya kurang diindahkan oleh pengusaha UKM.
Dengan kondisi UKM yang masih terbatas secara modal, jumlah produksi dan SDM, manakah yang lebih tepat, lebi banyak melakukan aktivitas penjualan ataukah membangun merek? Komprominya ialah lakukan penjualan secara eceran untuk membangun merek dan mulailah menjual ke pasar B2B untuk mendapatkan penjualan yang lebih besar. Kedua aktivitas ini idealnya dilaksanakan secara beriringan, bukan untuk saling mengalahkan. Pasar bisnis ke bisnis, lebih menghasilkan volume penjualan besar tapi dengan keuntungan tipis. Sementara, penjualan eceran akan memberikan keuntungan yang lebih besar serta memungkinkan pembangunan merek produk.

Branding sebagai investasi jangka panjang.

Membangun brand adalah sebuah proses, perlu waktu dan biasanya melalui enam tahap sebelum memungkinkan terjadinya penjualan berkesinambungan:
1.    Tahap pengenalan (aware)
2.    Tahap mengerti benefit atau positioning (understand)
3.    Tahap meyakinkan bahwa produk lebih baik dari pesaing (preference)
4.    Tahap membangkitkan semangat mencoba, membeli secepatnya (convince)
5.    Tahap terciptanya penjualan (action/selling)
6.    Tahap pembelian kembali (repeat)

Jika pengusaha UKM memandang secara jangka pendek, tentu saja branding bukan pilihan yang populer. Tapi, kalau saja bisa memikirkan jangka panjang, pengusaha UKM akan mendapatkan banyak keuntungan dari aktivitas branding. Jadi, aktivitas berbasis penjualan dan kegiatan untuk branding, sebaiknya bisa berjalan beriringan dan saling menguatkan.
Bagaimana menurut Anda?

(Sumber Gambar: www.gemssty.com)

Kekuatan “ Jingle ” Iklan


Anda pernah mengalami kejadian seperti di bawah ini ?
Pernah liat iklan bank X terbaru, Mas ?”.
Yang kaya gimana?”
Yang itu lho. Ada anak kecil lari di sawah gitu.
Ow… Yang ada petani lagi nyangkul itu.
Bukan, Mas. Itu sich, iklan bank Y yang baru.”
Aku tahu. Yang ada orang ketabrak becak kan ?”
Bukan yang itu juga. Kalo itu mah, iklannya bank Z.”
Trus, yang mana ?”
Aaargh…!

Susah njelasinnya, kan ? Coba kalo begini:
Woi, Bro…Ente udah liat iklannya bank X yang baru?
Yang kaya gimana, Coy?
Itu, lho. Yang ada orang bulan madu di pantai. Ada lagunya kaya gini,  
Dari sebutir yang kau beri, segenggam yang kudapat…Bagiku ini penuh arti, walau kau tak pernah berharap… ”
Ow…, yang itu. Bagus banget tuch iklan. Lagunya pas banget. “
Iya, ceritanya juga bagus. Tentang kebaikan yang terus mengalir. Kena banget, dech.”
Gue jadi pengin nabung di sana.”
Ane juga. Ya udah, kita pergi bareng aja, yuk!”
Kesimpulan Anda ?


(Sumber Gambar: http://ruangprakarya.blogspot.com)

Yellow Pages

Anda seorang pemilik usaha kecil menengah di bidang fashion? Atau seorang agen sebuah produk alat rumah tangga? Dan Anda perlu memasang iklan di Yellow Pages? Berikut ini, 3 hal yang harus Anda pahami untuk memaksimalkan iklan Anda di Yellow Pages:

1. Iklan Yellow Pages sangat sederhana, sehingga Anda bisa menciptakannya dengan mudah.
Begitu sederhananya, sehingga Anda tidak perlu menyewa pakar marketing atau seorang desainer grafis untuk menciptakan iklan Yellow Pages yang efektif. Anda hanya perlu tahu, siapa sesungguhnya pelanggan Anda.

Anda pasti sering melihat iklan yang cantik dan indah di majalah terkenal. Iklan itu mungkin dibuat oleh biro iklan ternama, atau minimal menyewa desainer grafis handal. Sebuah iklan yang akan mencuri perhatian pembacanya dan membuat dia berdecak kagum. Tapi, benarkah Anda hanya ingin membuat iklan yang bagus dan cantik? Atau mengharapkan pujian dari pembaca iklan Anda? Saya yakin, bukan itu tujuan Anda memasang iklan. Anda memasang iklan untuk meningkatkan penjualan produk Anda dan mengalirkan uang masuk ke kantong Anda, bukan?

Nah, bagaimana membuat iklan Yellow Pages yang bisa mendatangkan keuntungan bagi perusahaan Anda? Sangat mudah tentunya, Anda hanya perlu mempelajari bagaimana membuat judul iklan yang baik, naskah iklan yang baik dan bagaimana menciptakan penawaran yang hebat. Ciptakan judul iklan yang mampu memberi solusi permasalahan pelanggan atau bisa menjawab pertanyan pelanggan. Pasti, mereka akan membaca keseluruhan iklan Anda dengan sangat antusias.


2. Kebanyakan iklan Yellow Pages dibuat oleh pihak Penerbit Yellow Pages
 Padahal, selain Anda, ada berapa perusahaan pesaing yang iklannya dibuat oleh pihak Yellow Page juga. Jadi, sangat mungkin terjadi, iklan Anda sama persis dengan iklan pesaing Anda. Bukankah ini hal yang buruk bagi perusahan Anda?

Jangan pernah menyerahkan sepenuhnya pembuatan iklan Anda kepada orang lain. Pelajari bagaimana cara meningkatkan respon iklan dan terapkan di iklan yang Anda pasang. Ikut sertalah dalam proses pembuatan iklan, karena Anda lebih tahu tentang pelanggan Anda sendiri.

3. Iklan di Yellow Pages sangat berbeda dengan iklan di media lainnya
 Karena pembaca iklan YellowPages adalah calon konsumen yang siap membeli produk yang mereka cari. Bahkan mereka sudah menyiapkan uang untuk membayar produk Anda, jika sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.

Apakah cukup dengan menulis siapa Anda dan apa yang Anda tawarkan? Jawabannya adalah TIDAK! Karena yang terpenting adalah alasan kenapa seseorang harus memilih produk Anda daripada produk pesaing. Sekedar memberitahu produk yang Anda tawarkan, sungguh sia-sia. Seorang pembaca yang membutuhkan produk pakaian, tentu langsung membuka halaman kategori pakaian, bukan yang lain. Dan ada ratusan, bahkan ribuan perusahaan yang menjual pakaian di bagian tersebut. Jadi, beritahukan kelebihan produk Anda yang tidak dimiliki produk pesaing.

diolah dari sebuah artikel di: http://www.YellowPagesProfit.com

(Sumber Gambar: http://communio.stblogs.com)






10 Ide Promosi untuk Meningkatkan Penjualan Toko Anda tanpa DISKON!

Di usaha kuliner yang saya jalankan, ada periode tertentu yang boleh dibilang “masa panen” bisnis makanan. Ya, Lebaran Idul Fitri, itulah momen emas untuk pemilik bisnis kuliner.  Saat itu, omzet penjualan bisa meningkat 4 kali lipat dan itu merata di semua warung atau rumah makan di daerah saya. Bisa dibilang, tidak ada rumah makan yang sepi ketika itu.

Tapi, “masa panen” tidak berlangsung lama, hanya bertahan sekitar 2 pekan saja. Setelah melewati waktunya, kehidupan bisnis pun kembali berjalan normal. Pemilik usaha lagi-lagi harus memutar otak bagaimana mempertahankan laju bisnis mereka. Dan fenomena ini juga berlaku di bisnis selain kuliner, khususnya bisnis yang bergerak di bidang eceran (retail), seperti toko fashion dan sejenisnya. Atau Anda juga merasakan hal yang sama berlaku di bisnis yang Anda jalankan?

Untuk meningkatkan penjualan di waktu “sepi”, pemilik bisnis harus berpikir secara cermat. Cara yang biasa, seperti diskon misalnya, kadang bukan pilihan terbaik di saat bisnis “sepi.” Selain diskon, sebenarnya masih banyak pilihan promosi yang bisa Anda gunakan. Anda harus jeli mengamati target pasar, untuk menciptakan promosi yang tepat sasaran. Jika anda belum punya gambaran, semoga 10 ide promosi berikut bisa membantu. Apa saja itu? Silakan simak poin-poin berikut ini:

1. Beli 1 gratis 1 – daripada Anda memberi diskon 50%, skema beli 1 gratis 1 akan terasa lebih menguntungkan kedua belah pihak. Karena, pelanggan tetap membeli produk anda dengan harga utuh, sekaligus merasa beruntung mendapatkan 1 produk secara gratis.

2. Kursus Gratis – Untuk Anda yang menjual produk dengan prosedur pemakaian tertentu, berikan kursus gratis mengoptimalkan manfaat produk Anda. Pelanggan tentu akan berterimakasih atas layanan tersebut.

3. Promosi Bersama – Kerjasama dengan pemilik bisnis lain yang relevan di sekitar Anda. Bisa dicoba kerjasama dengan bisnis yang menjual produk pelengkap produk yang Anda jual, atau bisnis yang memiliki target pasar yang sama dengan bisnis Anda. Misal, BaksoGranatz membuat promo: Beli 10 porsi BaksoGranatz GRATIS 1 jam akses internet, bekerjasama dengan warung internet terdekat.

4. Hadiah Gratis untuk jumlah pembelian tertentu – Berikan hadiah untuk pelanggan yang membeli produk minimal. Misal, BaksoGranatz memberi hadiah T-Shirt gratis untuk setiap pembelian minimal 20 porsi BGz.

5. Hadiah Kejutan untuk pembelian tertentu – Kepuasan pelanggan terjadi ketika seseorang mendapatkan lebih dari yang dia harapkan. Atau, Anda memberikan sesuatu melebihi apa yang Anda janjikan. Untuk itu, berikan hadiah kejutan untuk pembeli dengan nilai transaksi tertentu, dan buat dia terpesona dengan layanan bisnis Anda.

6. Jual Paket – Produk yang kurang laris di toko Anda, bisa dijual satu paket dengan produk yang banyak diminati pembeli. Daripada menumpuk di gudang, jauh lebih baik untuk secepatnya menjual produk yang kurang laku tersebut.

7. Berikan Voucher – Pastikan pengunjung toko Anda kembali di lain waktu, dengan memberi voucher belanja di toko Anda. Jangan lupa untuk mecantumkan masa berlaku voucher tersebut.

8. Gratis Layanan Purna Jual — Berikan layanan perawatan produk yang pelanggan beli, gratis untuk 2 pekan atau 1 bulan pertama.

9. Konsultasi Gratis – Pelanggan bisa berkonsultasi mengenai penggunaan dan perawatan produk yang dia beli di toko Anda. Selama konsultasi, Anda juga bisa menawarkan produk pelengkap untuk produk yang sudah dibeli pelanggan.

10. Gratis Desain — Jika Anda pemilik bisnis percetakan, gratiskan biaya desain untuk pemesanan dalam jumlah tertentu.

diolah dari sebuah artikel di: http://www.wordsthatsell.com.au 

(Sumber Gambar: www.speysidecooperage.com)

Merek di Era New Wave: Tunjukkan Siapa Anda Sesungguhnya

Awalnya, merek (brand) digunakan untuk membedakan sebuah produk diantara produk lain yang sejenis. Dengan menggunakan merek, sebuah produk akan keluar dari kategori produk komoditas, yang harganya ditentukan oleh hukum pasar. Oleh karena itu, produk bermerek berkesempatan memasang harga di atas rata-rata harga pasar.

Tahun 1955, di Harvard Business Review tayang sebuah artikel bertajuk “The Product and The Brand” tulisan Burleigh Gardner dan Sidney Levy, yang semakin memperjelas perbedaan antara merek dengan produk. Konsep merek, mulai dirumuskan pada tahun 1980-an, termasuk bagaimana mengukur nilai sebuah merek (brand equity). Kemudian, istilah merek pun semakin populer di tahun 1990-an, dan menjadi bahasan utama dalam bidang pemasaran.

Dulu, sebuah merek cukup dengan nama yang unik, slogan nan indah, desain logo cantik atau jingle iklan populer. Manajemen merek pun ditujukan untuk meningkatkan nilai merek, dengan program pemasaran terpadu, promo, iklan ataupun program kehumasan. Saat itu, semua merek bekerja keras untuk meraih brand value, brand strength, top of mind, brand awareness dan brand loyalty, yang ujung-ujungnya akan melipatgandakan brand equity masing-masing.

Kini, Anda sebagai pemilik merek, sepertinya harus merubah paradigma tentang merek. Mungkin benar apa yang diungkapkan Hermawan Kartajaya, di era New Wave sekarang ini, “Merek adalah Karakter”. Ya, tidak cukup hanya membangun merek, tapi juga harus membangun karakter. Merek hanyalah selubung yang membungkus karakter sesungguhnya produk atau bisnis Anda. Karakter berkaitan dengan siapa Anda yang sebenarnya, dan bagaimana masyarakat melihat Anda apa adanya. Oleh karena itu, proses membangunan karakter ini, harus berlandaskan nilai-nilai kebaikan yang universal seperti kejujuran, saling menghormati, tanggung-jawab, prinsip keadilan, peduli satu sama lain, dan rasa kemanusiaan.

Dan satu hal lagi, bukan perusahaan raksasa saja yang harus membenahi karakter mereknya. Setiap pemilik merek semestinya melakukan hal yang sama, bahkan untuk level usaha kecil menengah (UKM). Di era informasi saat ini, konsumen memiliki pembanding yang sangat beragam atas layanan bisnis yang dia dapatkan. Jika merek Anda gagal memenuhi harapan konsumen, ada banyak pesaing bisnis yang akan menerima limpahan pelanggan Anda. Jadi, tanpa memiliki karakter merek yang kuat, jangan salahkan konsumen jika mereka tidak “jatuh cinta” dengan merek bisnis Anda.


Nov 11, 2010

Di Belakang SOP yang Hebat, Pasti Ada Manusia yang Lebih Hebat

Hari itu Senin pagi tanggal 22 Desember 2007, ketika saya dalam perjalanan menuju kota Solo. Terjadilah sebuah dialog yang mengalir di atas bus EKA jurusan Jogja-Surabaya via Solo, seperti berikut ini:
“Mas, ada uang pas ?”
“Ga ada, Pak”.
“Cari dulu dech”.
“Bener, ga ada”.
“Kalo gitu, Anda turun di Janti. Ikut bis belakangnya ini”
Saya ga bisa jawab apa-apa. Sampai di agen bus EKA di Janti, saya pun turun dengan perasaan sangat kecewa. Selain itu, saya jadi penasaran, bagaimana mungkin manajemen PO. EKA memiliki kebijakan sesadis ini, mengusir penumpang gara-gara tidak membayar dengan uang pas.

Saya pun duduk manis di ruang tunggu agen Janti, menunggu armada PO. EKA berikutnya yang datang jam setengah 8. Sesuai jadwal, akhirnya bus pun datang. Dari sisi waktu, boleh juga bis ini, on time. Tapi, saya masih belum habis pikir dengan kebijakan kondektur yang “membuang” saya di bus sebelumnya. Saya pun segera naik ke atas bus tersebut, dan duduk dengan manis di kursi yang tersedia. Tak lama kemudian, pak kondektur menghampiri saya.
“Turun mana, Mas?”
“Solo, Pak”. Uang 50 ribuan saya sodorkan ke pak kondektur.
“Waduuh, uang pas aja, Mas”.
“Ga ada, Pak”.
“Kembaliannya, nanti pas turun di terminal ya”.
Di balik tiket, kondektur menulis  angka 41.000. Artinya, saya masih punya piutang 41.000 yang bisa diambil nanti, pas turun di terminal. Saya pun menuruti solusi pak kondektur, daripada di usir lagi.

Dari kisah nyata yang saya alami di atas, saya belajar mengenai service atau layanan dalam sebuah bisnis. Untuk memastikan Service atau layanan bisnis berjalan baik, ternyata tidak cukup  dengan memiliki  Standard Operating Procedure (SOP) yang bagus. Lebih dari itu, sebuah layanan harus didukung oleh “orang” yang menjalankannya. Seperti kejadian saya dengan layanan PO. EKA, salah satu perusahaan bus yang kabarnya memiliki pelayanan terbaik. Saya kurang tahu SOP manajemen PO. EKA ketika tidak ada uang kembalian, tapi saya yakin, apapun yang kondektur lakukan adalah keputusan pribadinya dalam menerjemahkan SOP yang ada.
Bagaimana menurut anda?

(Smber Gambar: standardoperatingprocedure.org)

Berapa Rupiah yang Terbuang Sia-sia dari Biaya Iklan Anda?

Apakah Anda pernah mengeluarkan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah untuk memasang iklan? Dan Anda tidak yakin berapa rupiah penjualan yang Anda peroleh dari iklan tersebut? Jangan teruskan kebiasaan buruk memasang iklan tanpa memperhitungkan hasilnya ini. Hanya dengan menguji dan mengukur efektivitas iklan, Anda bisa memaksimalkan hasil dari iklan yang Anda pasang.

Tes dan ujicoba iklan, bisa kita lakukan dengan menguji naskah iklannya, judul iklan, format iklan atau tempat dan media beriklan. Dengan melakukan tes iklan , kita bisa mengukur angka penjualan atau tingkat respon pembaca. Dan kita bisa mendapatkan format atau rumus iklan yang paling efektif. Dengan menggunakan format dan metode iklan yang sudah teruji keberhasilannya, akan meningkatkan kesuksesan iklan berikutnya.

Lalu, bagaimana caranya ya? Salah satunya, dengan menciptakan iklan yang memungkinkan respon langsung dari audience, atau biasa disebut Iklan Respon Langsung. Dengan melihat respon dari pembaca iklan, tentu sangat mudah menghitung berapa banyak iklan yang terbaca. Atau dari mana saja, datangnya respon iklan kita. Bahkan, kita bisa menciptakan beberapa versi iklan untuk menjual produk yang sama. Misal, iklan versi A dipasang di koran X. Iklan versi B dipasang di koran Y dan iklan versi C dipasang di koran Z. Kemudian, bandingkan tingkat respon dari 3 versi iklan yang kita buat. Dari hasil tes iklan ini, kita bisa mengetahui judul iklan seperti apa yang paling berhasil menarik minat pembaca. Gaya tulisan seperti apa yang paling tepat digunakan.

Kasus nyata yang pernah saya lakukan, yaitu program iklan sebuah toko buku Islam di Solo. Suatu waktu, toko buku menyelenggarakan program diskon selama 1 bulan. Untuk mengiklankan program ini, saya mengunakan brosur ¼ folio dan spanduk rentang. Saya memanfaatkan brosur sebagai media Iklan Respon Langsung. Pada brosur, ditulis “ GRATIS Souvenir Cantik untuk 10 Pengunjung Pertama, dengan Menukarkan Brosur ini “. Nah, saya bisa melihat efektivitas iklan dari pengunjung yang datang ke toko buku untuk menukarkan brosur dengan souvenir. Bahkan saya bisa tahu darimana pengunjung ini mendapatkan brosur tersebut, karena saya menulis kode untuk setiap tempat penyebaran brosur.

Masih mau buang-buang uang untuk mengiklankan produk Anda?

(Sumber Gambar: chrisandpammy.com)


10 Rahasia tentang Konsumen Anda

Sudah pernah nonton film What Women Whant-nya Mel Gibson? Film produksi tahun 2001 itu,mengisahkan seorang Creative Director di salah satu biro iklan di New York yang bisa “mendengar” kata hati wanita. Nah, setelah menonton film itu, saya jadi berpikir, pasti semua orang yang bekerja di dunia pemasaran ingin memiliki kemampuan itu.

Salah satu rahasia bagi seorang pemasar yang belum terungkap hingga saat ini adalah keinginan konsumen yang sebenarnya. Produk seperti apa yang mereka suka, apa yang tidak mereka sukai dari produk kita, berapa harga yang mereka harapkan dan banyak rahasia lain yang tersimpan rapat di benak mereka. Berikut ini beberapa hal yang bisa sedikit menguak tentang keinginan konsumen yang perlu Anda ketahui.

1. Kebanyakan orang menyukai kejutan, karena akan menciptakan perubahan pada rutinitas kehidupan mereka. Jadi, pastikan ada kejutan istimewa untuk pemesanan produk Anda.
2. Kebanyakan orang, ingin hidup lebih mudah. Jadi, sederhanakan cara pemesanan dan cara menggunakan produk Anda.
3. Kebanyakan orang menginginkan rasa aman. Beritahu konsumen, bahwa Anda memiliki sistem pemesanan yang aman dan terjamin.
4. Kebanyakan orang menyukai pujian terhadap prestasinya. Ucapkan sedikit pujian kepada calon konsumen Anda.
5. Kebanyakan orang, penasaran dengan hal yang akan merubah gaya hidupnya. Gunakan kata-kata yang membuat pembaca iklan Anda penasaran.
6. Kebanyakan orang, ingin berinventasi untuk masa depannya. Lebih baik menulis “ Investasikan uang Anda dengan produk ini…“ daripada “ Beli produk kami…”.
7. Kebanyakan orang menginginkan produk atau model terkini. Jelaskan kepada pembaca, bahwa produk Anda adalah produk terbaru di saat ini.
8. Setiap orang, pasti ingin mengatasi permasalahannya. Tuliskan masalah mereka dan tunjukkan bagaimana produk Anda bisa menyelesaikan masalah tersebut.
9. Kebanyakan orang, ingin membahagiakan orang di sekelilingnya. Tunjukkan bagaimana mereka akan membahagiakan orang di sekelilingnya dengan membeli produk Anda.
10. Kebanyakan orang, ingin mengatasi penghalang dalam mencapai tujuan hidupnya. Tunjukkan apa saja yang bisa mereka raih dengan produk Anda.

Nah, dengan mengetahui sedikit rahasia konsumen di atas, semoga Anda bisa memberikan program pemasaran yang tepat sasaran dan lebih mengena untuk konsumen Anda. 

(Sumber Gambar: http://radiotheater.blogspot.com)

Satu Ide, Beragam Warna

Bajak-membajak ide di dunia kreatif, itu sudah biasa. Praktek pembajakan ini tidak hanya di tataran ide, bahkan merambah ke brainware alias si pemilik otak pencetus ide. Ga heran, tingkat turn over karyawan di perusahaan kreatif, melonjak tajam. Contoh nyata, di dunia periklanan. Seorang Art Director atau Copywriter yang menangin award, namanya bakalan melejit. Jadilah, tawaran kerjaan datang dari mana-mana. Walhasil, dalam setahun bisa pindah 2 sampai 3 biro iklan.

Fenomena bajak membajak ide ini, terjadi pula di perusahaan yang dulu saya pernah bekerja di sana, dengan core bisnis penerbitan buku. Suatu waktu, perusahaan membuat katalog edisi 1 tahun yang buat secara serius dengan kemasan lumayan lux. Di cover, terpampang tagline Brand Lokal Rasa Global. Menurut saya pribadi, klise banget, karena sudah banyak yang menggunakan dan sedikit over promise. Tapi, secara eksekusi, keren juga siy...

Beberapa hari kemudian, rekan kerja bilang, ada penerbit buku pesaing yang niru tagline kita. Dipasang di katalog pula, jadi keliatan banget me too-nya. Meski sudah di utak-atik jadi Buku Global Serasa Lokal. Sayangnya, tampilan catalog tersebut, cukup jauh dibawah catalog yang ditiru. Jadilah, saya teringat adagium There is Nothing New Under the Sun. Intinya, ga ada yang baru di dunia ini, termasuk juga ide atau gagasan kreatif. Kalo hari ini kita menemukan sebuah ide brilian di benak kita, jangan kaget kalo suatu hari nemuin ide yang sama muncul dari belahan bumi lain. Ide kita telah dijiplak mentah-mentah? Belum tentu, Bos. Kok bisa ya, ada dua ide yang sama dalam satu waktu? Bisa banget lah. Namanya juga manusia yang serba terbatas. Termasuk kemampuan kreasi imajinasi otak kita.

Untuk menciptakan satu karya kreatif, ide saja, tidak cukup. Perlu keterampilan untuk mengolah ide tersebut menjadi sebuah produk akhir. Satu ide, bisa jadi macem-macem tampilannya. Semua orang bisa saja punya ide yang sama. Tapi, kemampuan masing-masing orang lah yang menentukan hasil akhirnya. Di dunia periiklanan, keterampilan ini biasa disebut crafting. Berbekal pondasi ide cerdas dan finishing dengan craftmanship handal, bakal menelurkan karya iklan yang luar biasa.

Pernah ikut kuliahnya dosen yang membosankan banget sampai kita tertidur pulas di kelas ? Trus, di lain waktu, mendengar isi kuliah yang sama di bawakan dosen favorit dan kita menikmatinya? Satu ide, beda cara penyampaian, ternyata beda juga hasilnya ya.

Jadi, ide boleh sama, tapi sangat mungkin menghasilkan karya yang berbeda. Kalo harus jadi nomor dua, percantik eksekusinya, harus lebih keren dari yang kita tiru. Sudah niru, ancur pula hasil akhirnya? Mending, ke laut aja...

(Sumber Gambar: http://onyeandina.tumblr.com)

Aug 27, 2010

CSR, penting yah?

Beberapa tahun belakangan, di negara kita ini seperti sedang keranjingan CSR, yaitu singkatan dari Corporate Social Responsibility. CSR awalnya berangkat dari konsep usaha pengelolaan stakeholder oleh si perusahaan yang menjadi bagian pula dalam GCG (Good Corporate Governance) mereka. Awalnya pula bahwa CSR dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan sekitar agar kembali berdampak positif terhadap sustainability perusahaan. Namun kesini-kesini bisa jadi yang namanya CSR dilatarbelakangi oleh berbagai tujuan yang berbeda. Apabila kita perhatikan berbagai kegiatan CSR perusahaan-perusahaan sekarang ini dibedakan menjadi 3 tujuan yang berbeda, seperti dijelaskan secara singkat berikut :

CSR untuk Murni Sosial

Ada perusahaan yang memprogramkan kegiatan CSR mereka dengan tujuan murni sosial, dalam hal ini “menyumbang” mereka yang kekurangan. Kegiatan CSR dengan tujuan ini biasanya cukup tersembunyi, karena pada dasarnya tujuannya saja sudah sosial buat apa digembar-gemborkan. Proyek atau kelompok yang dibantu pun cenderung tidak selalu ada hubungannya dengan perusahaan, seperti ke panti-panti atau daerah-daerah bencana. CSR dalam koridor tujuan ini murni sebagai kegiatan sosial perusahaan untuk membantu sesama.

CSR untuk Internal

Ada juga kegiatan CSR yang ditujukan untuk membangun rasa solidaritas di dalam internal perusahaan. Suatu organisasi memang membutuhkan media/kegiatan bersama agar rasa kebersamaan dan rasa saling memiliki tumbuh lebih dalam. Berbagai perusahaan ada yang menggunakan aktivitas sosial sebagai kegiatan bersama yang dilakukan oleh para anggota organisasi. Dalam hal ini seperti kunjungan bersama ke panti atau daerah bencana. CSR dalam koridor tujuan ini mementingkan dampak yang dirasakan oleh pelaku, dalam hal ini para karyawan yang ikut terjun langsung membantu sesama atas nama perusahaan. Melalui kegiatan ini para karyawanpun dapat melihat niat baik dan solidaritas perusahaan kepada sesama, dan tentu meningkatkan cinta akan perusahaan tempat mereka bekerja.

CSR untuk Building A Good Brand Image

Yang tidak kalah banyaknya adalah CSR dengan tujuan untuk meningkatkan citra positif merk di mata masyarakat. Contohnya saja apabila kita melihat berbagai liputan bencana alam, tiba-tiba di tendanya ada nama brand tertentu terpampang besar, karena tendanya sumbangan dari mereka. Bahkan gw pernah lihat yang lebih heboh, yaitu truk penggali tanahnya dipasangkan spanduk besar terpampang logo merk tertentu, karena truk tersebut sumbangan dari mereka. Hal ini memang sah-sah saja, dan tetap memberi dampak positif terhadap orang-orang yang dibantu. Pada koridor tujuan ini, perusahaan mengorientasikan pada publisitas yang mereka dapatkan pada saat melakukan kegiatan CSR. Dalam hal ini tidak selalu berupa bantuan bencana, yang sering kita lihat misalnya adalah bantuan dana pendidikan atau kesehatan untuk kelompok masyarakat tertentu. Pada umumnya CSR dengan tujuan pembangunan citra merk ini mengandalkan publisitas media yang besar, sehingga berita kegiatan ini diharapkan menyebar semakin luas di masyarakat.

CSR untuk Promosi

Nah kalo yang ini juga ga jarang terjadi lho! Bahkan akhir-akhir ini pun kian menjamur. Tentu sering Anda mengamati, apabila Anda membeli produk kami, itu berarti Anda telah menyumbang sekian rupiah untuk anak jalanan atau fakir miskin. Nah itu dia CSR untuk promosi. Pada dasarnya sih menurut gw ini udah agak diluar batas.. dalam hal ini seperti mengkomersilkan niat orang untuk membantu. Ya tapi sekali lagi ini sah-sah saja. Pada intinya kemurnian unsur sosial dari suatu kegiatan CSR didasari pada niatannya. Kalau memang niat awalnya untuk mendongkrak penjualan maka itu bukan CSR, bisa jadi CSeMR corporate social.. eh! Marketing Responsibility! Dan sosialnya dijadikan “alat” atau hanya sebagai atribut konsep promosi semata. Yah selama konsumen juga masih mau berperan serta dan kegiatan sosial yang dijanjikan disalurkan dengan benar, why not? Karena tetap bisa membantu orang yang membutuhkan.

CSR untuk Sustainability Perusahaan Jangka Panjang

Nah menurut gw, yang paling ideal adalah tujuan yang ini.. yaitu untuk sustainability perusahaan jangka panjang. Apa maksudnya? Konsep bisnis sekarang itu sudah berubah, jadi pastikan mindset Anda juga sudah berubah. Kalau dulu orientasi bisnis pada profit jangka pendek, selama dapet chuan gede sekarang, lakukan! Tapi besok-besok masyarakatnya jatuh miskin ga bisa beli produk kita lagi. Nah konsep bisnis sekarang yang sudah dijalankan para pebisnis global seperti Unilever dan HP bahwa perusahaan harus memandang bisnis dengan jangka panjang. Bahwa kewajiban perusahaan untuk memastikan masyarakat terutama konsumen mereka juga berkembang bersama. Mengapa? Karena apabila mereka musnah maka perusahaanpun akan musnah. Kegiatan CSR menjadi salah satu media untuk menjaga sustainability masyarakat itu sendiri. Seperti pada case study yang saya presentasikan dalam sebuah theatrical di Case Study Competition MM Unpar beberapa bulan lalu mengenai CSR Indosat dengan basis tujuan utama sustainability society tersebut. Dalam strategi CSR-nya Indosat memiliki berbagai rangkaian garapan isu, antara lain IndonesiaBelajar, IndonesiaSehat, IndonesiaHijau, IndosatPeduli dan Berbagi bersama Indosat. Berbagai kegiatan riil yang Indosat lakukan melalui berbagai program tersebut dengan tujuan untuk menjaga agar masyarakat Indonesia selalu bertumbuh, karena apabila masyarakat Indonesia terutama pada area garapan produk mereka sustain, memiliki kemampuan ekonomi yang signifikan maka sustainability produk dan company Indosatpun akan terjamin. Setiap tahunnya Indosat mengangkat tema sebagai tema tahunan kegiatan CSR mereka, seperti tema ‘Indosat Cinta Indonesia’ di tahun 2008 dan ‘Satukan Cinta Negeri’ di tahun 2010 ini. Ada baiknya strategi CSR yang Anda lakukan terintegrasi dengan Business Plan perusahaan secara jangka panjang. Hal ini memberi manfaat agar dana yang Anda keluarkan pun memiliki manfaat yang selaras dengan strategi bisnis secara keseluruhan.

Banyak praktisi maupun akademisi yang kian berargumen mengenai tujuan dan penerapan CSR yang kian dinilai melenceng. Tapi apapun bentuk kegiatannya, apapun caranya, CSR hanya bisa dinilai sebagai tujuan sosial dilihat dari niat awalnya. Apabila niat awalnya sosial, tetapi diliput berbagai media ya tidak masalah. Dan selama perusahaan memiliki kepedulian untuk berbagi, alangkah perlunya kita bersyukur, dan jangan lupa suatu peribahasa, bahwa semakin banyak kita memberi semakin banyak kita menerima! Jadi jangan pernah takut untuk memberi  semoga sharing ini bermanfaat dan memberi Anda inspirasi dalam mengembangkan kegiatan CSR menjadi bagian dari strategi bisnis jangka panjang Anda!

Aug 20, 2010

Gerbong Khusus Wanita, Here Comes The Opportunities.

Beberapa waktu lalu seperti wacana yang sudah lama muncul dari PT. Kereta Api (PT KA) bahwa akan diluncurkan gerbong khusus wanita yang sementara ini baru beroperasi pada kereta KRL Jurusan Jakarta-Bogor. Banyak tanggapan beragam dari masyarakat tentu, bagi wanita tentu saja hal ini menjadi suatu inovasi yang menggembirakan, karena melalui kebijakan ini pada saat naik, wanita akan cenderung lebih merasa aman, dan terutama bagi wanita hamil atau manula.

Namun tidak sedikit juga masyarakat yang memberikan respon negatif mengenai hal ini, seperti dicantumkan melalui situs Okezone.com, Ema Kusuma Ali, warga Perumnas Depok yang menjadi penumpang setia KRL untuk menuju kantornya di kawasan Kota, Jakarta Utara menyatakan meski menyambut dengan gembira, namun Ema pesimis gerbong khusus perempuan itu akan langgeng ditempati kaum hawa. Ema sebagai salah satu konsumen PT. KA pesimis karena bisa jadi seperti beberapa kebijakan di negara kita ini, hanya berlangsung awal-awalnya saja, apabila petugas tidak tertib maka bisa saja kebijakan ini tidak berjalan (pria tetap masuk). Namun ada baiknya kita bersikap optimis bahwa kebijakan ini memberikan kenyamanan lebih bagi konsumen.

Anyway terlepas dari kebijakan tersebut, dari isu ini kita bisa mempelajari 2 hal. Yang pertama adalah mengenai inovasi itu sendiri. Banyak yang bilang, dari pakar, motivator sampai banci twitter pun posting di status mereka bahwa tidak ada yang tetap, selain perubahan itu sendiri. Saat kita ingin bisnis kita survive kita harus selalu siap untuk berubah. Terkadang memang perubahan tidak mudah, pertentangan pasti terjadi baik di dalam badan organisasi maupun dari luar.

Seperti halnya PT KA yang siap untuk diterjang tantangan berkaitan dengan adanya perubahan ini. Landasi selalu niat baik dan tujuan untuk menjadi lebih baik, menurut saya inovasi yang dilakukan PT KA ini menjadi suatu jawaban dari hal-hal negatif yang sering muncul, seperti pelecehan seksual, copet, penculikan, dll. Dan usaha ini menjadi salah satu bentuk inovasi PT KA untuk mempertahanakan konsumen wanitanya. Fokus seperti yang dilakukan oleh PT KA bisa menjadi inspirasi bagi kita, bahwa kepentingan dan kepuasan konsumen kita sendiri bisa menjadi landasan berpikir inovasi apa lagi yang perlu kita lakukan.

Dan pelajaran kedua yang bisa kita ambil tentu adalah peluang bahwa pasar wanita merupakan pasar yang sangat potensial untuk digarap. Seperti sering disampaikan pakar-pakar marketing dunia bahwa kecenderungan pergeseran dunia pemasaran ke arah feminin, dan seperti data yang dikeluarkan oleh Euro RSCG dalam mengamati dominasi wanita dalam keputusan pembelian memperlihatkan peningkatan yang signifikan, termasuk dalam keputusan pembelian barang-barang yang awalnya didominasi pria, seperti salah satunya mobil.

Melihat pergeseran sifat pasar ini, wanita semakin menjadi suatu kelompok pasar yang potensial. Terlihat bagaimana banyak brand/bisnis yang kian mengutamakan wanita, seperti jika Anda ke tempat perbelanjaan, hampir di setiap area parkir mereka terdapat tempat parkir khusus wanita. Entah apalagi inovasi yang akan ada untuk memanjakan konsumen wanita, silakan Anda mulai melihat-lihat peluang inovasi apa yang bisa Anda lakukan untuk menyenangkan konsumen Anda yang satu ini, dan hampir dapat dipastikan konsumen wanita yang senang akan menjadi loyal customers dan bahkan merekomendasikan produk Anda. Anda belum meragukan kemampuan WOM mereka kan?

Aug 16, 2010

Old Tricks That Still Works

Apapun profesi Anda, saat Anda memutuskan untuk menjadi seorang marketer, pastikan Anda gemar dan sering melakukan apa yang disebut dengan observasi.

Kebiasaan hobi meng-observasi saya ini sudah dari kecil. Mungkin karena berada dari latar belakang keluarga yang tidak terlalu dominan dan banyak bicara, maka sebagian besar waktu saya dan keluarga habiskan untuk memperhatikan lingkungan sekitar, termasuk siapapun yang sedang berada di sekitar saya.

Misalnya saat berada di bus, angkutan umum, pesawat terbang, rumah makan, supermarket, sekolah, kelas atau rumah sakit. Di mana saja saya pergi, I do observe. Itulah mengapa hingga kini saya memiliki catatan-catatan kecil yang saya amati sendiri mengenai perilaku konsumen berdasarkan karakteristik mereka masing-masing. Berdasarkan usia, gender, pendidikan, geografis maupun ras.

Maka melalui artikel singkat ini saya akan berbagi some old tricks, terutama dalam detail aktivitas pemasaran yang berwujud dalam strategi aktivasi maupun strategi komunikasi lainnya. Beberapa hal di bawah ini tidak luput dari dasar pemikiran bahwa dalam melakukan pendekatan terhadap suatu kelompok target market (yang biasanya homogen), kita harus memperhatikan perilaku mereka, apa yang membuat mereka tertarik, apa kebutuhan dan peluang yang bisa Anda manfaatkan, kaitannya dengan tujuan aktivitas pemasaran Anda. Hal inilah yang perlu Anda lakukan sebelum Anda menetapkan strategi untuk menjual, lakukan studi terhadap “musuh” Anda yaitu konsumen anda sendiri.. enjoy!

Mothers love their husband, children, and more than that.. loves themselves.

Ibu-ibu, mau di pedesaan, di perkotaan, usia muda, usia tua, punya 1 karakteristik yang sama, mereka suka menyenangkan diri sendiri. Memang benar bahwa sebagian besar waktu yang mereka habiskan pada saat berbelanja adalah untuk beli barang-barang yang pada akhirnya tidak mereka gunakan sendiri. Bisa jadi untuk suami, maupun anak-anak mereka. Namun pendekatan yang menjadi bahan observasi saya selalu berhasil adalah pendekatan pujian. Jika Anda sering memperhatikan iklan-iklan deterjen, bumbu masak, dll iklan-iklan tersebut selalu menempatkan sang ibu sebagai objek dan jagoan. Hal ini pula yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Dengan beban yang ditanggung seorang ibu, pujian dan rasa penghargaan harus menjadi nilai utama yang di “deliver” kepada konsumen wanita yang biasa berada di usia 25 tahun ke atas ini. Hal inilah yang juga harus menjadi nilai pertimbangan Anda baik pada saat menyusun konsep kreatif komunikasi maupun skenario Front Liners Anda pada saat melakukan approaching di lapangan. Seperti contoh skenario seorang SPG susu bayi yang saya dengar di salah satu hypermarket ini...

SPG : “Eh cantik banget bayinya (sambil mencubit pipi si bayi, lalu melihat ke arah si ibu) eh ternyata dari ibunya cantiknya.. Bu, apa kabar? Kita dari susu *** lagi ada promo nih bu... bla bla..”

Pujian sekecil apapun bisa membuat perhatian si ibu bergeser dan tidak terlalu fokus ke arah produk, dan sales promotion kita menjadi memiliki beberapa detik kesempatan untuk memberi penjelasan promo produk yang menarik. Dan jangan lupa pujian ini harus dilengkapi dengan promo, karena that another old tricks also works!

Do u still asking what can make men stop for a second even hours?

Betul sekali, apa Anda masih juga bertanya apa yang membuat konsumen pria berhenti untuk mendengarkan penjelasan produk atau melihat iklan (baik iklan bergerak maupun tidak bergerak)? Jika Anda belum tahu jawabannya, Anda tentu kurang melakukan observasi. Jawabannya tentu saja lawan jenisnya yaitu wanita. Wanita yang seperti apa? Tentu tidak perlu ditanya lagi ya, tentu wanita yang cantik, berpenampilan menarik dan smart sebagai nilai tambah (tergantung produk dan target market pria Anda, karakteristik terakhir ini hanya perlu ditambahkan untuk kelompok produk dan target market pria tertentu saja). Namun Anda akan dengan mudah memperhatikan perilaku ini di tempat-tempat pameran atau supermarket. Wanita telah lama menjadi andalan kegiatan activation sebuah produk, dengan berbagai fungsinya. Sebagian besar fungsi mereka adalah “menarik traffic” di mana nantinya akan ada petugas lain yang menjelaskan produk, sedangkan mereka bertugas menjaring orang-orang yang lewat untuk mau berhenti, meluangkan waktu mereka beberapa menit untuk dijelaskan mengenai produk. Hasil observasi saya lainnya adalah pria yang lagi jalan tanpa pasangan mereka lebih sering mudah dijaring, dibandingkan yang sedang berjalan dengan pasangan mereka.

And the last one about the kids..
Kids love sounds, something colorful and dynamic.

Mungkin seperti ayahnya, anak-anak suka yang dinamis (kalau ayahnya suka wanita yang dinamis :D) nah kalau anak-anak suka hal-hal yang dinamis. Hal dinamis dapat berwujud secara audio maupun visual. Dan yang lebih baik lagi adalah kombinasi keduanya. Contoh-contoh attraction bagi anak-anak seringkali lebih mudah kita temui. Seperti stand sebuah susu buah di salah satu hypermarket yang memutar lagu ceria berulang-ulang kali, dapat membuat anak-anak menengok pada saat melewati stand, dan langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah ”do something to attract them”. Lagu yang mereka dengar terus menerus tersebut terngiang-ngiang dan tertanam dalam kepala mereka, itulah yang saya dengar pada saat mereka mengantri di kasir, dan saya mendengar sang anak terus bernyanyi-nyanyi lagu tersebut. Contoh kedua adalah sebuah gua permen yang dibangun oleh Yupi, sebuah brand permen kenyal di Pacific Place, Jakarta. Di atrium utama, mereka membangun sebuah gua dari permen-permen, dengan berbagai mahluk yang bergoyang-goyang (juga terbuat dari Yupi), penggabungan berbagai elemen audio (musik), visual (warna-warni gua) dan wangi yang menarik membaut anak-anak kian terhipnotis.. tidak heran banyak yang merengek orang tuanya untuk dibelikan Yupi, karena syarat untuk bisa masuk gua tersebut adalah memberi paket permen Yupi.

So.. jika Anda sedang mencari-cari apa yang bisa membuat target market Anda mau meluangkan beberapa menit mereka berinteraksi dengan produk Anda, jangan ragu untuk lakukan these old tricks.. tapi saya percaya bahwa masih banyak cara lain, dan bisa dibilang beberapa cara lama ini sedikit membodohi konsumen-konsumen kita, semoga dengan kemampuan Anda berobservasi, Anda dapat menemukan berbagai arahan psikologi manusia lainnya, itulah yang menarik dari bidang pemasaran ini.. it’s not just about science, but also the arts. (Sumber gambar: www.jkayedesigns.com)

Women Taxi

Beberapa bulan ke belakang entah mengapa National Geographic selalu menjadi pilihan utama ketika bersantai menonton TV, mungkin karena sudah bosan dengan banyaknya dagelan tentang politik kita, buka-bukaan aib di kalangan selebritis tanah air ataupun berita-berita yang belakangan ini lebih banyak memberitakan ketakutan, teror, keributan di sana sini dan tentu saja tayangan sinetron yang sepertinya tidak akan pernah habisnya.

Nah salah satunya seperti judul di atas, ada inovasi produk yang cukup menarik untuk dijadikan menjadi bahan diskusi untuk memperkaya khasanah marketing kita. Di satu kesempatan menghabiskan waktu sendiri, saya menonton bagaimana di sebuah negara, mereka menyiapkan taxi khusus untuk wanita dimana penumpangnya hanya boleh wanita dan sopirnyapun wanita untuk menjawab kebutuhan wanita hehe.

Hal ini dilakukan karena dewan transportasi di Negara tersebut mempelajari dan menemukan insight bahwa sering kali wanita tidak nyaman bila menggunakan taxi khususnya di malam hari dengan sopir pria. Selain itu, tingkat kejahatan juga cukup tinggi khususnya kepada penumpang wanita yang dilakukan oleh sopir pria, yah mungkin karena wanitanya kurang berdaya kali yah kalo berhadapan dengan sopir pria.

Insightnya sangat sederhana sekali bukan? Namun taxi wanita ini kemudian mampun menjawab kebutuhan terpendam (laten demand) wanita terhadap “taxi mereka” sendiri, di mana mereka merasa lebih aman, lebih percaya diri dan lebih merasa privasinya dihargai dengan keberadaan taxi wanita ini. Dan memang ternyata Women Taxi mendapatkan pangsa pasar yang cukup besar semenjak diluncurkan.

Haha, iseng abis nonton saya tweet langsung ke Blue Bird, yah entahlah pasti mereka sudah mengetahui ini saya rasa, apakah mau diluncurkan atau tidak itu sih perkara lain, karena tentu banyak faktor yang harus dipertimbangkan oleh mereka selain pangsa pasar yang saya yakin cukup besar. (jangan sampe ajah di dahului pesaing hehe)

Ngomong-ngomong kalo memang ada yang coba meluncurkan Women Taxi ini apakah secara hitung-hitungan bisnis akan menguntungkan? Saya sih berpikirnya sederhana saja.

(1)Pertama taxi premium ajah banyak padahal marketnya tentu lebih sedikit dari pada market wanita. (2)Kedua, berapa banyak wanita yang naik taxi? Entahlah saya tidak punya datanya, tapi perkiraan saya mungkin 60 persen lebih pengguna taxi adalah wanita (Correct me if i am wrong). (3)Ketiga, wanita mana yang tidak ingin dilayani lebih personal dan lebih customized?. (4)Keempat, hampir semua wanita mungkin, butuh rasa aman ketika memilih taxi.

Akhirnya, kita tunggu ajah apa ada perusahaan taxi yang berani memulainya. (Sumber gambar: www.tropeblog.com)

Model Bisnis dan Obsat

“Marketing itu adalah kerja keras, kreatif dan perpikir taktis, ga perlulah dengan semua model-model yang dibuat oleh pakar itu bro, cuma  bikin pusing ajah dan malah bikin kita banyak mikir dan lambat.” Ini orang sepertinya rada kurang waras kalo ngomong, gumam saya dalam hati hahaha.

Saya sih basically ga terlalu ingin berdebat dengan topik seperti itu apalagi memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak juga orang yang bisa sukses tanpa model-model marketing modern yang tumpah ruah saat ini, modalnya yang seperti yang dikatakan teman saya tadi, kerja keras, kreativitas dan taktis, walaupun tentunya banyak lagi faktor-faktor sukses lainnya yang tidak tersebut olehnya seperti SDM, system, kepemimpinan dan sebagainya. Namun bila bicara memilai bisnis, rasanya ketiga hal tersebut adalah hal yang paling relevan.

Ok coba saya lanjutkan pembicaraan saya. “Bro, khan tuh model-model juga dibikin berdasarkan pengalaman dan riset dibanyak perusahaan yang sudah sukses ataupun belajar dari yang gagal, sehingga memudahkan pebisnis-pebisnis yang baru untuk belajar bagaimana bisa sukses dan menghidari kegagalan.” “Iya sih bro, cuma khan tetap saja tanpa kerja keras, kreatifitas dan taktis mana mungkin bisnis bisa berhasil”.

Buat saya yang berkerja di dalam industri brand dan marketing, model kadang kala sangat diperlukan sebagai penunjuk arah dalam menjawab data dan fakta yang kita temui di awal sekaligus menutupi kesenjangan pengetahuan kita terhadap klien yag dihadapi. Coba saja bayangkan ketika kita berhadapan dengan orang yang sudah lama di dalam sebuah industri, sudah makan asam garam terhadap bisnis tersebut, bagaimana kita bisa mengimbangi pembicaraan yang terjadi bila kita tidak memiliki model?

Ya begitupun sebaliknya, ketika kita memulai bisnis, tentu saja di dalamnya kita akan berhadapan dengan pesaing baik langsung maupun tidak langsung, konsumen yang sulit diprediksi tingkah lakunya dan lingkungan sekitar bisnis kita kelak yang mungkin akan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan bisnis kita, bagaimana kita bisa menghadapi semua itu dan bersiap dengan kemampuan terbaik kita tanpa model yang nota bene bisa dikatakan sebagai sebuah gambaran?

Anda ingin buka restaurant katakanlah, tentu saja Anda membutuhkan model-model pemasaran yang tepat untuk sebuah restaurant, konsumen, pesaing dan sebagainya sehingga dengan model tersebut kita bisa memetakan seperti apa strategi dan program restaurant kita untuk bisa sukses. Coba anda bayangkan tanpa model, yah paling-paling berakhir dengan feeling, kreatifitas, kerja keras yang tanpa arah. Sukses atau tidak yah lihat ajah ntar, seperti itu khan?

So, saya pikir akan selalu penting kita untuk belajar literaur-literatur luar yang menampilkan model-model bisnis, marketing, branding dan apapun itu untuk menjadi semacam kompas dan pijakan dalam menentukan arah dan kebijakan dalam sebuah bisnis, yah tentu jangan pulah kemudian menjadi model tersebut dijadikan patokan mati sehingga menutup kreatifitas dan inovasi hanya gara-gara tidak sesuai dengan model yang kita anut. Prinsipnya setiap bisnis pasti punya model yang tepat untuk berhasil. (Sumber gambar: www.andrinemendez.com)

Aug 6, 2010

Jadi Raja Lokal, Susah-susah Gampang.

Beberapa waktu lalu pada saat menghadiri acara salah satu klien kami di Malang, saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di kota Bunga tersebut (Pemdanya meng-claim bahwa Malang adalah kota Bunga, padahal lebih cocok sebagai kota wisata arsitektur/bangunan!).

Satu fenomena yang bisa kita tangkap dari beredarnya produk di kota-kota sub urban adalah kuatnya raja-raja lokal. Seperti contoh kasus air mineral yang beredar di wilayah-wilayah lokal. Kita semua tahu bahwa beberapa top brand air mineral di Indonesia adalah Aqua, Vit atau Ades. Namun di setiap wilayah lokal memiliki “raja-raja”nya sendiri. Seperti di Jawa Barat ada Ron88, di wilayah Jawa Timur khususnya Surabaya dan sekitarnya adalah Club dan Cheers. Seperti di kota Malang ini, di mana-mana, mau di asongan, di hotel, di restoran, di mini market, semua sedianya Cheers. Menjadi raja lokal susah-susah gampang. Susahnya adalah mengikuti standar brand nasional yang menjadi patokan kualitas masyarakat karena masuknya informasi melalui berbagai media, terutama televisi. Raja-raja lokal ini sudah tidak bisa lagi bermain dengan standarisasi mereka masing-masing dan apabila ingin tetap dipersepsikan sebagai brand yang berkualitas harus mengikuti berbagai inovasi baik dari kualitas air maupun kemasan dengan brand nasional yang memegang kendali.

Namun kemudahannya adalah brand lokal memiliki keterikatan yang lebih erat dengan masyarakat di lokasi tersebut. Dan tentu brand lokal memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih detail mengenai cara pemasaran dan distribution channel hingga habit  masyarakat di lokasi tersebut. Sulit bagi brand nasional atau brand pendatang untuk memahami kembali “cara hidup” atau buying habit masyarakat lokal. Brand lokal memiliki modal yang kuat di koridor tersebut.

Salah satu fenomena yang ditemukan pada saat saya dan tim membantu melakukan pengembangan pasar salah satu produsen air mineral lokal tersebut adalah bahwa jaringan menjadi salah satu hal yang penting dan bisa jadi salah satu indikator kekuatan pemasaran. Masalahnya kalau sebagian besar pemilik bisnis, terutama HOREKA (hotel, restoran dan kafe) adalah teman-teman atau kenalan dari pemilik, akan dengan mudah menembus distribution channel di area tersebut. Hal inilah yang sulit untuk dilakukan brand-brand nasional. Brand nasional harus memiliki strategi yang lebih tersistematis apabila ingin menguasai jaringan tersebut pula, seperti penawaran diskon atau benefit lain yang menarik. Namun terkadang hal itu juga sulit untuk dilakukan, karena sudah kuatnya hubungan pribadi antara pemilik distribution channel dengan pemilik produsen lokal. Seperti kita ketahui bahwa cara berbisnis para pengusaha lokal seringkali adalah “bisnis hubungan baik” dan kekeluargaan.

Namun perlu diingat bahwa aktivitas branding dan usaha menanamkan brand image di masyarakat harus terus dilakukan brand lokal, jangan sampai kita terus mem-push produk ke pasar, tapi masyarakat enggan menyerap, karena “kalah pamor” dengan brand nasional yang iklannya ada di mana-mana. Penggunaan berbagai media untuk selalu dekat dengan konsumen bukan hanya sekedar kepentingan brand awareness semata, tetapi bagaimana keberadaan di berbagai media tersebut menciptakan image bahwa produk kita layak untuk dipercaya karena produsen “serius” memperkenalkan dan menanamkan persepsi di benak konsumen. Jadi, apakah Anda sudah siap mempertahankan gelar raja lokal?
(Sumber gambar: www.madore.com)

Jul 29, 2010

Keong Racun, Media Online dan Kehebatannya

Inilah salah satu dari ribuan kisah sukses dengan memanfaatkan media online. Jika kita mengikuti perkembangan berita dan pernah melihat “keong racun” di YouTube mungkin Anda tahu maksud saya. Dua orang gadis muda, dengan melakukan lipsing dan memainkan mimik muka seolah-olah menyanyikan lagu “keong racun” dan sim salabim, nama Jojo-Sinta dan lagu “keong racun” itu sendiri menjadi terkenal dan menjadi bahan perbicangan dibanyak orang., RBT nya kabarnya juga luar biasa diminati, liputannya sampai beberapa kali keluar di media online nasional dan viewnya sampai 638.847 kali di you tube.  Dem, keren abislah, liat ajah pokoknya di YouTube.

Sebetulnya jika diperhatikan gaya bernyanyi dan konsep dari videonya, saya jadi teringat Moy Moy Palaboy  yang berasal dari Philipine kalo ga salah (salah satu linknya bisa dilihat http://www.youtube.com/watch?v=1GFaFBb8r5w, BEAUTIFUL GIRLS remix ) yang sempat heboh di kantor karena keluan gaya mereka dalam melakukan lipsing dibeberapa lagi luar negeri. (harus liat nih). But, apapun itu, Jojo-Sinta jelas lebih menarik dilihat dari Moy Moy Palaboy haha.

Kembali lagi, tidak salah memang bila tidak perlu tampil dipanggung musik untuk menjadi terkenal di jaman sekarang ini, cukup bermodalkan laptop dengan build in camera, rekam, mainkan lagu yang sudah terkenal, bergaya-gaya dan berikan sentuhan yang unik kemudian upload ke youtube, kirimkan beberapa link ke teman melalui facebook, twitter dan social media lainnya, hupp tiba-tiba dengan sedikit keberuntungan dan strategi yang tepat  muncullah brand kita, ditambah lagi kemudian media memblow-upnya seperti yang terjadi dengan ‘keong racun” ini.

“Sumpah deh, seumur-umur belum pernah gua denger judul lagu “keong racun” gara-gara baca di portal online baru tau gua dan ternyata cakep-cakep yah yang nyanyinya (Jojo – Sinta), cinta deh gua” wow inilah komen temen di Creasionbrand beberapa waktu lalu, pas gua lihat sendiri juga bener hehe, cakep, lagunya sih not interest karena saya bukan penggemar dangdut tapi karena Jojo – Sinta nya terus saja saya ikuti video You Tubenya haha..

Ngomong-ngomong kita sudah sedikit mendapatkan gambaran untuk membangun brand jelas media online merupakan tools yang sangat dashyat saat ini, yah tentu jika brand tersebut marketnya melek online, namun sebetulnya bagaimana sih agar brand kita bisa dibangun menjadi besar di dunia online? Saya ada beberapa pemikiran usil tentang bagaimana brand bisa dibangun dalam dunia online ini, yah walaupun jujur masih awam di dunia online setidaknya ini berdasarkan pengalaman beberapa brand yang pernah kita handle aktivitasnya di dunia online.

Pertama passion. Saya pikir inilah kunci awal kesuksesan membangun brand di dunia online. Passion ini berkaitan dengan dua hal, pengelola onlinenya dan owner brandnya. Ketika perusahaan memutuskan untuk masuk ke dunia online, maka pastikan orang-orang yang akan terlibat di dalamnya adalah orang-orang yang sangat mencitai dunia online, kalo perlu memang hidup sehari-harinya adalah online haha dan pastikan bahwa owner brand harus support penuh sehingga pemanfaatan potensi onlinenya bisa maksimal.

Kedua objectives. Brand harus jelas tujuannya ketika memutuskan masuk ke dalam dunia online, begitu banyak tujuan yang bisa dicapai dengan berbagai cara sehingga jelas sebuah brand harus jelas terlebih dahulu objectivenya. Contoh, ketika sebuah brand ingin masuk ke dalam social media seperti Facebook, maka brand tersebut harus dapat mendefinisikan apa tujuannya punya facebook? Dengan begitu strategi dan eksekusi dalam penggunaan facebook tersebut akan tepat sasaran dan berhasil.

Ketika strategy. Brand harus memiliki strategy yang tepat untuk bisa besar dalam dunia online, tentu besar dalam artian yang tepat, bukan besar gara-gara sesuatu yang negatif. Pemilihan media, alokasi budget, SDM dan teknologi pendukung harus diperhitungkan sedari awal karena ini akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian objectives perusahaan.

Keempat Eksekusi. Nah ini faktor sukses terakhir dan senjata akhir untuk bisa sukses di dunia online, butuh konsistensi, SDM yang tepat dan perhitungan yang tepat serta pendalaman insight yang terus menerus untuk bisa mengelolah aktivitas online yang berkembang demikian cepat karena prilakuk individu dan komunitas di dalamnya yang sangat unik dan beragam.

Ngomong-ngomong, ada yang tahu ga pencipta “keong racun” dan penyanyi sebenarnya? Mungkin (ini mungkin loh dugaan saya ajah) karena strategi dan pemanfaatan media khususnya online belum dilakukan maksimal atau kurang dilakukan dengan tepat sebelumnya sehingga lagu yang kalo ga salah sudah dinyanyikan lebih dari satu tahun lalu ini tidak popular dikalangan umum (mungkin cukup popular di daerah asalnya, nurut gua). Thanks to.. tentunya, kepada artis mendadak ngetop Jojo – Sinta yang melipsingkan (hebat yah, lipsing doang bukan nyanyi) sehingga lagu ini kemudian mendadak menjadi sangat tenar.

Jul 26, 2010

Insight, Kreativitas dan Eksekusi

Minggu ini bisa dikatakan minggu yang bener-bener bikin kepala pusing, selain tentunya pekerjaan yang banyak (tentu saja bersyukur) selain itu entah kenapa  ada yang gundah di hati ini (hala curhat haha).

Akhirnya jalan-jalan , belanja, nonton dan makan dijadikan pelampiasan di akhir minggu. Sedikit info, buat yang belum nonton Inception sebaiknya bersegerahlah, luar biasa nih film, bener-bener menghibur dan membuat puas (reviewnya baca ajah yah di 21cineplex.com).

Alkisah ketika melampiaskan semuanya di sebuah mall saya mendapatkan flyer promo tepat di pintu masuk mall tersebut, bagus juga bagi flyernya ketika orang masuk, jadi bisa dapet aware dan sukur-sukur pas emang orang tersebut lagi pengen beli product yang sama. Yah karena memang nyambung dengan pekerjaan tentu saja saya baca flyer tersebut, yah kali-kali ajah ada ide, copy, penawaran atau apapun yang cukup inovatif yang bisa saya pelajari jadi referensi (kalo beli baju sih udah pasti ga mungkin, saya lebih suka baju yang pesen disain sendiri hehe, sekalian promo kalo dipake-pake).

Deng dong, tertulislah di flyer tersebut yang inti promonya ‘Beli product dgn total sekian ratus ribu, gratis kaos senilai”. Halah, basi banget yah, masih ada nih promo-promo dengan kreatifitas seperti ini, udah belanjanya harus banyak, gretongannya kaos gitu doing lagi buset dah. Kemudian saya bertaruh dengan teman saya, “eh kita liat yu tokonya, prediksi gua sih paling ada satu atau dua orang yang dateng hehe, bukan nyumpahin cuma yah lo liat ajah nih promonya haha”.

Dan apa yang terjadi? Kosong. Yah tentu ini pas saya yang melihat pada jam yang menurut saya harusnya ramai dan memang took lain sangat ramai. Yah ga usah bicara yang belilah, setidaknya yang masuk buat liat-liat ajah ga ada, padahal traffic mall tersebut sangat ramai karena weekend.

Why? Mengapa bisa demikian sih sampai segitunya? Emang dasar iseng, gua tweet ajah dah mengapa sih bisa terjadi pada brand yang jelas-jelas sedang promo dan menawarkan gratisan. Yah tentu saja ini analisa gua yah, sepihak dah bisa dibilang demikian haha.

Pertama bisa jadi pesan komunikasinya tidak sampai pada sasaran/ market yang tepat. Memang udah bagus sih bagi-bagi flyer di depan pintu, tapi yang sulit diketahui khan motif orang dateng ke mall nya itu, belum tentu nyiapin budget untuk beli dengan nominal diatas 300 ribu. Jadi sulit lah buat impulse dengan angka segitu. Jadi seharusnya mereka lebih mengkomunikasikan keluar, melalui database yang dimiliki atau media yang cocok dengan market brand tersebut.

Nah kalo sudah begitu tetap sepi juga gimana? Mungkin alasan kedua ini cukup relevan, bahwa promo brand tersebut tidak menarik baik itu dari sisi content maupun contextnya. Biasakan di tes dulu mungkin ketika melempar sebuah promo, jangan berasumsi internal. Menurut saya pribadi sih alasan kedua ini yang mungkin paling mengena, emang ga menarik sih yang ditawarkan, terlalu under value.

Ketiga, haloooooo akhir bulan neh, ketika dompet udah tipis eh bikin promo dengan pesan komunikasi seperti itu, kacau dah, buat makan ajah udah dibudget dengan ketat apalagi cuma buat beli baju, prioritas ke 48 tuh baju pasti, apalagi pake embel harus belanja dengan nominal tertentu lagi, capek deh. Saya ga liat dengan jelas sih kapan mulai dan berakhirnya promo ini, tapi menurut saya ketika bikin promo apalagi untuk kebutuhan sekunder sebaiknya diawal bulan dan berakhir dipertengahan bulan (mengurangin dampak image ga elite soalnya diskonnya kelamaan).

Terakhir, nih sih amit-amit deh, emang productnya ajah udah ga trend, lah kalo ini sih gawat dah, tapi sepertinya enggak, mosok keluarin model ga pake riset dulu, rasanya gal ah. Tapi kalo iya wah perlu di remajakan lagi kali brandnya, jujur seumur umur emang ga pernah sih beli disono, saya tanya teman sebelah saya juga menjawab yang sama tapi yah emang bukan segmennya kali yah haha.

Akhir kata saya pikir setiap promo yang dibuat haruslah datang dari pemahaman terhadap konsumen, kondisi sekitar, pesaing dan berbagai hal yang berhubungan (insight), kemudian baru atas dasar itu kreativitas di ciptakan untuk menjawab kebutuhan konsemen kita, terakhir tentu saya, dari sisi eksekusi harus tepat, efektif dan impactful.

Yah segini dulu deh sharing weekend ini, ditulis dihari senin dengan berteman pempek dan buah mangga haha.
(Sumber gambar: www.insidesocal.com)

Cerita Tentang Service

CD film sepertinya sudah menjadi kebutuhan pokok banyak orang, mulai dari mahasiswa sampai orang dewasa yang sudah memiliki keluarga sehingga dapat dimengerti sedemikian menjamurnya tempat-tempat penjual cd di kota bandung ini. Favorit saya adalah tempat cd yang ada disekitar dago, tempatnya besar, cd nya lengkap dan tentu saja karena saya bisa mendapatkan harga special di tempat tersebut hehe.

Ada pengalaman yang menarik yang ingin saya sharing, satu hari karena tempat favorit saya tersebut tutup, maka saya pergi ke tempat cd yang bukan langganan, yah walaupun dengan resiko membayar harga lebih mahal namun apa boleh buatlah, daripada weekend ini ga ada hiburan. Kemudian terjadilah perbincangan dengan penjaganya yang kebetulan lagi membernarkan cd yang agak berantakan di rak-rak cd nya.

“Mas, cd yang film action itu sudah keluar belom yah (maaf saya tidak sebutkan nama film yang saya cari biar kesannya ga promosi)?. “Blom” dengan cueknya, “oh gitu, kalo film ini cerita tentang apa sih mas?” saya tertarik dengan sebuah film seri yang sepertinya seru, mana tau si mas ini bisa menguatkan niat saya untuk memberli film tersebut dengan penjelasannya. Tapi apa mau dikata, dengan muka yang tetap saja tidak melihat kea rah saya dia menjawab “oh, yah film action-action gitulah mas, bunuh-bunuhan” sambil asyik merapihkan rak.

Sialan nih orang dalam hati saya, orang punya ekpektasi dan pengen beli dijawabin seperti dengan sikap seperti itu. Akhirnya tentu saja saya putuskan untuk tidak jadi membeli film seri yang berjumlah 5 CD tersebut karena bt dengan pelayanan si pelayan tempat cd tersebut.

Saya jadi teringat mengapa dulu saya akhirnya memutuskan berlangganan di tempat langganan saya tersebut. Ketika kita mencari sebuah cd dengan sigap si pelayan menuju arah tempat cd yang dimaksud dan jikapun dia tidak menemukan film yang saya cari dikarenakan sudah habis biasanya, si pelayan selalu mencoba memberikan alternatif film dengan sedikit cerita preview film yang dia maksud sehingga pada akhirnya saya kadang kala membeli film yang direkomendasikannya, wajar toh, hampir sebagian keputusan membeli dikarenakan rekomendasi dan ini bisa menjadi bagian strategi tempat film tersebut tentunya.

Kembali lagi, dua tempat cd yang sama-sama besar memberikan perlakukan yang sangat berbeda terhadap konsumennya, entah keduanya mengerti atau tidak mengenai marketing, namun setidaknya keduanya memberikan contoh yang sangat nyata bahwa marketing yang dalam hal ini service strategy adalah sangat penting untuk dapat membangun loyalitas dan WOM bagi tempat tersebut.

Sederhana saja, berikan senyum, layani dengan hati dan antusias, update preview filmnya (pura-pura ajah udah nonton, ga mungkin juga semua ditonton), berikan previlage seperti discount, info sms dan email film terbaru untuk pelanggan yang sudah mengisi database dan buat website atau blog dong, dijamin pelanggan Anda betah haha dan rekomendasi untuk membeli di tempat Anda akan terus mengalir seperti virus, pentingkan rekomendasi? Yah penting pasti karena saya ga yakin tempat-tempat cd ini berani beriklan jor jor an hehe.
(Sumber gambar: www.moviemarketingpr.com)

Jul 22, 2010

Brand, Kenali Marketmu


Ada yang unik di dalam kantor Creasionbrand ini (yah walaupun sesatu yang wajar juga sih), sering sekali terjadi pembahasan dan komentar masalah selera musik masing-masing orang. Ada yang suka mengomentari bahwa musik si A rada ngampung dan ga punya selera, sementara si A membalas bahwa musik si B norak dan ga jelas, tidak bisa memberi, inspirasi dan sebagainya haha, baru A dan B tuh, masih ada genk C lagi wadaoo.

Jika dibagi menjadi anggota genk, genre musiknya kira-kira begini, Pertama ada genk Timur Dalam (bahasa gua sendiri nih) yaitu pencinta musik-musik melayu dan mendayu haha yang mungkin artis-artis favoritnya adalah ST 12, Kangen band, Wali, Opick dsbnya dan tentu saya adalah pimpinan genknya hehe. Kedua genk Barat, yah tentu dengan semua lagu baratnya, lebih cenderung pop dan jazz, yang jujur kebanyakan lagu genk ini sama sekali tidak memberikan inspirasi dan menarik untuk didengarkan oleh genk Timur Kuno haha, mungkin buat sebagian besar genk Timur Dalam karena bahasa Inggris.

Nah terakhir ini muncul genk yang lebih ga jelas lagi, khususnya bahasa lagunya yaitu Genk Timur Modern. Musik-musik korea dan jepang (Big Bank, 2ne1, entah apalagi) menjadi aliran genk ini bener-bener bikin trauma khususnya genk Timur Kuno, entah apa enaknya lagu-lagu itu yah kecuali ketika melihat video klipnya di mana penyanyi emang cakep-cakep hehe. Diperparah gaya promo mereka di internal sangat aggressive lagi, lewat Facebook, demo pake speaker gede-gede, dijadikan bahan untuk pembicaraan ketika makan.. Oh my God..

Yah ok kembali lagi, tentu saya bukan lagi mau membahas selera musik, di atas saya hanya ingin memberikan sedikti gambaran bahwa konsumen adalah individu yang punya needs, wants dan expectation yang berbeda satu sama lainnya sehingga sebuah brand harus dapat menangkap ketiga hal tersebut dengan clear dan konsumen mana yang ingin dilayani karena treatment nya juga toh pasti berbeda.

Coba bayangkan, sebuah brand menggunakan endorser Timur Dalam (istilah saya yah) untuk melakukan promo ke market yang menyukai musik  Timur Modern, wah pasti terjadi kekacauan tuh, alih-alih brand tersebut mendapat apresiasi dan dibeli produknya, yang ada malah menjadi bahan hinaan dan dihindari produknya karena jelas “bukan gue banget”.

So, definisikan market kita dengan jelas, gali needs, wants dan expectationnya dengan clear baru kemudian bangun keungulan dan komunikasi ke market tersebut.
(Sumber gambar: www.asiaenwes.com)

Lain Pohon Lain Belalang

Minggu lalu kebetulan bertemu dengan salah satu pengelolah pree school yang baru saja didirikan di bandung, dengan mengambil lisence dari luar negeri, sekolah ini didirikan untuk bertarung memperebutkan dan menyicipi pasar yang sangat empuk. Bagaimana tidak empuk, untuk satu bulan saja setiap anggota dari pree school ini dikenakan charge 1.5 juta sampai 2 juta rupiah dengan total pertemua 8 kali dalam satu bulan, indikasi pertama tuh, indikasi kedua, semakin menjamurnya penyelenggara pree school di bandung ini juga menunjukan pasar yang cukup layak untuk dijadikan priuk nasi tentunya.

Sebetulnya sebelum pergi, pekerjaan ini saya serahkan kepada strategic planner perusahaan Stefanie, jujur saya merasa ga bidang dengan anak-anak haha apalagi yang dibawah lima tahun, namun kadang-kadang otak dengan hati suka ga singkron, di sisi lain tentu menarik sekali bidang baru ini yah jadi singkat kata ikut pergi deh (ga penting banget yah ceritanya haha).

Sesampai di tempat pree school tersebut langsung saja insting berkerja haha, loh kok ga terlihat seperti pre school??, padahal tempatnya bisa dikatakan cukup besar dan bagus. Dan mulailah petualangan detektif dilakukan, lihat sana sini, photo sana sini untuk merasakan atmosfer tempat tersebut dan kesimpulannya bahwa tempat ini sangat tidak memperhatikan ambience dan visual yang sesuai dengan kategori bisnis mereka dan segmen market mereka tentunya. Saya sedang membayangka ketika ibu-ibu datang dan matanya mulai melihat-lihat, pasti akan muncul keraguan dan pertanyaa “kok seperti bukan pree school yah” setidaknya seperti itulah yang tampak pada kesan dan visual pertama di depan dan lobby pree school tersebut.

Singkat kata, ngobrol-ngobrol deh dengan yang punya, “Bu konsep yang ibu buat ini sudah berdasarkan hasil Tanya sana sini dan riset atau feeling ajah?” “Yah dari ngobrol-ngobrol kita ajah mas, khan kita juga punya anak dan ibu-ibu, kalo riset sih belom lah dan sekolah-sekolah lain juga sudah kita kunjungin dan sama-sama ajah, emang perlu yah?”.

Krik krik Krik Krik, oh walah si ibu ini, pantes ajah yang dateng masih belum sesuai target dan mungkin ga akan tercapai targetnya (bukan doa loh) kecuali productnya memang bener-bener outstanding dan punya USP yang luar biasa dibandingkan pesaing.

Bagaimana mungkin mendirikan perusahaan di jaman sekarang dengan feeling dan hasil ngobrol-ngobrol santai, bukan tidak mempercayai feeling, namun dengan banyaknya pesaing dan sudah teredukasinya market, kita jelas membutuhkan riset untuk dapat memperlajari atribut pesaing, needs, wants and expectation nya target market. Contoh, ketika jenis pree school ini muncul pada awal-awalnya, mungkin expektasi target market belum banyak dan setinggi sekarang karena saat itu mereka belum teredukasi, tapi sekarang Singkat kata akhirnya saya dan stef memberikan sedikit advise, soal ide dan strategi memang bukan perkara sulit namun itulah pekerjaan kami, namun dalam hal ini kami mensyarakatkan si ibu untuk melakukan riset terlebih dahulu sehingga arah strategi dan ide yang dibuat dapat memenuhi objective perusahaan dan tentunya dapat kami pertanggung jawabkan keberhasilannya.

“Tapi biaya riset itu khan mahal mas, saya sudah Tanya ke perusahaan A yang terkenal itu, sekitar 40 juta habisnya” Wah, Siapa bilang biaya riset itu mahal, inti dari riset adalah menemukan data dan fakta (informasi) yang tepat, yah tentu problem utamanya bukan hanya biaya tapi metode dan strateginya dan kadang tidaklah butuh biaya yang tinggi untuk itu dan bisa Anda tebak berapa biaya yang harus dikeluarkan si ibu pada akhirnya? hanya 6 juta bahkan kemungkinan bisa kurang. Yah tentu saja ini dikarenakan perbedaan metode yang ditempuh untuk mendapatkan sebanyak mungkin data dan fakta serta insight demi membangun brand dan penjualan perusahaan.

Yah seperti kata pepatah, Lain pohon lain pulah belalangnya. Ntar kita lanjutin lagi yah setelah riset dan tentu yang paling serunya, perang mendapatkan market dan mempertahankannya.
(Sumber gambar: www.maybole.org)

Jul 19, 2010

Email Marketing Chapter I

Beberapa minggu ke depan, saya akan coba menyajikan tulisan mengenai apa itu email marketing, mengapa sangat penting dan bagaimana melaksanakan email marketing yang tepat dan efektif. Jujur saja saya cukup tergelitik untuk sharing masalah ini karena bagi saya, setelah mencari buku-buku referensi, tulisan-tulisan ringan, makalah, blog dan sumber lainnya saya tidak menemukan panduan yang betul-betul sederhana bagi orang awam untuk dapat melakukan strategi email marketing dengan tepat dan efektif khususnya dalam bahasa indonesia. Tentu saja ada beberapa yang sangat lengkap namun kita harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dan satu lagi dalam bahasa Inggris (is that a big problem?) hehe, mungkin saja bagi banyak orang.

Tentu buat yang sudah expert di bidang online strategy yang saya sajikan bisa jadi sudah “basi”, namun biarlah, toh saya buat tuilsan ini untuk awam dan ingin belajar salah satu komponen yang paling penting dalam online strategy atau binis online yaitu email marketing. Dengan mengikuti setiap minggunya di blog ini saya akan coba kupas satu persatu mulai dari mengapa, bagaimana strategynya, apa saja email marketing itu, bagaimana mengukurnya dan tentu dengan contoh-contoh yang bisa memberikan gambaran yang lebih jelas. Ok bagaimana kalo kita mulai temen2.

Apa sih email marketing itu? Email Marketing adalah “sebuah bentuk direct marketing dengan menggunakan email yang ditujukan untuk memberikan informasi dan penawaran (komersial, social, news, CRM) kepada target audience.” Email marketing adalah “salah satu tools paling lama dan powerfull dalam online strategy sampai saat ini”, kira-kira begitulah pendapat beberapa pakar online. Tujuan akhirnya? Sederhana saja penjualan dan brand equity.

Beberapa fakta mengenai email marketing yang saya rangkum dari belantara online yang mungkin bisa dijadikan acuan.











•    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Direct Marketing Association, email marketing menghasilkan ROI sebesar $ 43,62 untuk setiap dolar yang dihabiskan di atasnya pada tahun 2009. Di prediksi tahun 2010 akan menjadi sebesar $ 42,08. Hal ini memlebih efektivitas pemasaran brosur secara offline dengan biaya yang jauh lebih murah.

•    Sejumlah penelitian yang berasal dari Forrester Research, Gartner, eMarketer, dan Direct Marketing Association secara konsisten menunjukkan email tetap menjadi salah satu saluran yang paling efektif dalam pemasaran pemasaran dan ROI.

•    Menurut survey Datran pada tahun 2010, 39,4% dari para eksekutif industri mengatakan email marketing merupakan tools pemasaran yang sangat efektif dan menjadi pilihan para eksekutif tersebut.

•    Survei Forbes Media di Februari / Maret 2009 mengungkapkan bahwa email marketing dan e-newsletter dianggap sebagai tools online nomor dua yang paling efektif dalam menciptakan conversion setelah SEO.

•    Survey di Irish pada tahun 2009 memperlihatkan bahwa  marketers menilai 79% email marketing merupakan tools yang penting dan sangat penting bagi strategi pemasaran mereka.

•    Shop.org's State of Retailing Online 2009 survey menemukan bahwa "E-mail adalah tactic pemasaran yang paling sukses sejauh ini.

•    Desember 2008 survei yang melibatkan ratusan pemasar oleh Marketing Sherpa menemukan bahwa per-klik iklan pencarian memiliki ROI tertinggi, diikuti dengan email marketing pada tempat kedua.

Kita lanjutkan next week yah, monggo jika ada pertanyaan atau comen, sisipkan saja di kolom komen dibawah. Tentu jika ada yang mau menambahkan data-data diatas akan lebih baik lagi untuk pembelajaran kita bersama.
(Sumber gambar: www.flamemultimedia.com)