Sep 30, 2013

Martabak Toblerone

Apa makanan yang sering kita beli klo lagi laper malem-malem? Banyak sih pilihan2 yang ada, nasi goreng, mie instant di warteg, roti bakar, dan yang sering juga dibeli martabak. Saya jadi ingat masa lalu waktu saya kecil hingga beranjak remaja, Papa saya sering banget  mengajak saya makan martabak manis kalau sudah agak malam, alasannya simpel, enak, gurih dan pas, dibilang ngenyangin kayak nasi engga, tapi cukup kuat untuk bisa bikin perut kenyang juga.

Nah beberapa waktu yang lalu teman2 di social media saya sedang hangat2ya membicarakan penjual martabak yang antik, bukan hanya karena nama martabak nya yang antik, tapi juga keunikan bahan yang digunakan, yang juga punya efek sama harga nya yang bisa dibilang di atas rata-rata, tapi aneh nya dibeli juga sama orang-orang Jakarta (maklum martabak ini seperti nya hanya baru ada di Jakarta), bahkan saya pribadi pun belum pernah merasakan martabak ini.

Apa yang membuat dia spesial, bikin penasaran dan memulai buzz di socmed sebenernya simple, hanya karena namanya: Martabak Toblerone. Hahaha.... sejak kapan yang Toblerone bikin martabak? Produsen coklat asal Switzerland ini pasti terkaget-kaget kalau tau di Jakarta ada yang buat martabak pake-pake nama coklat dia. Tap kalau dipikir-pikir engga salah juga si penjual pake2 nama Toblerone, karena memang bahan coklat yang dipakai benar2 coklat Toblerone.

Buat yang belum tahu, coklat Toblerone adalah cokalt asal Switzerland yang memang cukup dikenal di kalangan anak muda, kalau jaman saya masih AbeGeh (dooohhh... abegeh bahasanya), coklat ini jadi trend untuk hadiah valentine atau hadiah cowo2 yang lagi pedekate sama calon gebetannya, karena selain harga nya yang tergolong premium (dibandingkan coklat2 bar sejenis), bentuk nya juga unik, berbentuk segitiga yang bisa di ”potek”, dan juga dibungkus dengan packaging karton yang eksklusif.


Sep 24, 2013

Suburrrr .....

Jalan Kalipah Apo di Bandung selain terkenal dengan loteknya juga terkenal sebagai pusat belanja alat-alat rumah tangga. Sudah berpuluh-puluh tahun masyarakat Bandung kalo mau belanja alat rumah tangga lengkap dan murah, top of mind nya adalah sebuah toko bernama Subur yang berlokasi hampir di ujung jalan Kapilah Apo ini.

Seperti toko-toko perlengkapan rumah tangga jaman dulu, kalo mau ke toko Subur ini harus siapin energy lebih. Karena selain berdesakan, juga harus ekstra teliti menyisir barang apa yang mau dibeli, cari ke sana-sini dan berjuang mendapatkan perhatian para penjaga toko yang juga sibuk. Belum lagi saat mau bayar harus meluangkan ekstra waktu untuk mengantri.

Beberapa waktu lalu saat saya ada keperluan mencari barang-barang perlengkapan rumah tangga dan berkunjung ke jalan Kalipah Apo tersebut, saya diusik oleh sebuah bangunan baru yang besar, megah dan menarik sekali. Toko tersebut bernama SUBUR MART. Menariknya, toko ini lain daripada yang lain. Toko-toko penjual perlengkapan rumah tangga selain Toko Subur juga banyak, dan rata-rata konsep serta penampilannya juga mirip-mirip. Tapi yang namanya SUBUR MART ini totally different, karena mereka sudah berbentuk supermarket!

Yup! Respon pertama orang saat melihat konsep yang modern seperti ini adalah “ah.. pasti harganya mahal!” nah begitu juga yang terlintas di benak saya. Tapi karena saya pengen tahu saya masuk dan memang menulusuri barang-barang yang ada di sana serta harganya. Ternyata harganya sama percis! Dengan yang ada di Toko Subur. Nampaknya bisa jadi memang 1 grup dengan Toko Subur. Selain namanya sama, barang yang ada juga sama percis (bahkan lebih lengkap) dan harganyapun sama percis!

Jujur saja ini pertama kalinya saya menemukan sebuah supermarket perlengkapan rumah tangga. Masalahnya barang-barang yang dijual tidak hanya sebatas perlengkapan rumah tangga yang ada di Yogya Supermarket atau Carefour, tapi semua yang bisa kita pikirkan tentang dapur :D karena memang selain menjual alat-alat rumah tangga, positioning dari Subur Mart ini adalah pusat belanja keperluan hotel dan restoran. Jadi kalo mau cari oven dari A sampai Z bahkan mesin pembuat es krim, di sini pun tersedia.


Sep 23, 2013

Pecat Konsumenmu

Judul di atas mungkin cukup provokatif yah hehe, dikala setiap perusahaan sibuk untuk selalu mencari konsumen dan memaintainnya dengan baik agar terus berbisnis dengan kita eh malah bisa-bisanya saya bilang "pecat konsumen Anda". OK ceritanya begini, beberapa waktu lalu setelah mengisi seminar Creative Sales, salah seorang peserta selesai seminar bertanya "Bro, gini gua punya agency design nih, udah jalan 3 tahun, klien cukup banyak tapi kok perasaan ga untung-untung yah?"

Pertanyaan ini juga yang dulu sering saya tanyakan ke diri sendiri ketika beberapa tahun lalu masih punya agency design (yang akrhinya saya putuskan untuk ditutup), punya banyak klien tapi malah buntung. Syukurlah saat ini saya sudah punya jawaban untuk sahabat saya tersebut. Saya tanya ke beliau "dari sekian banyak klien tersebut, berapa persen yang punya kontribusi paling besar ke pendapatan perusahaan?" kemudian sahabat saya tersebut menjawab "cuma 3 klien sih, sisanya kecil-kecil", nah kemudian saya lanjutkan pertanyaan saya "tapi bener ga, yang kecil-kecil ini malah bikin habis waktu banyak, bawel, banyak maunya dan bayarannya pun kecil?", kemudian sahabat saya tersebut menjawab "BENER BANGET LO BRO" haha, saya tulis hurup gede biar ekstrim.

Sebetulnya yang mengalami hal seperti ini bukan hanya di industri design grafis seperti milik sahabat saya tersebut, mungkin di beberapa industri lainnya pun mengalami hal serupa di mana pendapatan utama hanya dari beberapa klien namun sumber daya tersedot habis di klien lain yang tidak punya kontribusi besar terhadap perusahaan, yah biasalah banyak sih alasannya mulai dari cari portfolio, melatih SDM dan cari pengalaman, tapi walaupun semua yg diatas bisa dicapai, iya kalo usahanya masih jalan karena ga kuat nanggung bebas operasional.


Sep 16, 2013

Kontroversi Hati by Vicky Prasetyo

Vicky Prasetyo tiba-tiba menjadi pembicaraan yang heboh di social media, dimulai dari wawancara TV C&R ketika pertunangannya dengan Zaskia Gotik yang memang agak aneh juga sih pas kebeneran saya juga nonton, dalam hati ini orang ngomong apa sih sebetulnya. Yah beberapa hati berlalu  begitu saja wawancara tersebut, tidak ada yang special sepertinya, apalagi kemudian pemberitaan lebih dihebohkan oleh pembatalah pernikahan Vicy dan Zaskia serta ditahannya Vicky karena kasus beberapa tahun sebelumnya.

Tiba-tiba beberapa hari kemudian mulailah bertebaran di berbagai social media seperti twitter, whatsapp, path, blog dan social media lainnya rangkuman "tata bahasa" yang digunakan Vicky ketika wawancara yang waktu itu dilakukan di C&R, isinya seperti ini:

"Di usiaku saat ini .. ee .. ya twenty nine  MY AGE ya ..Tapi aku tetap masih merindukan apresiasi karena .. basically aku seneng .. seneng musik walaupun KONTROVERSI HATI Aku lebih menyudutkan kepada KONSPIRASI KEMAKMURAN yang kita pilih ..."Nggak ..kita .. kita belajar .. apa ya HARMONISASI dari hal terkecil sampai terbesar.. Kupikir kita nggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan KUDETA apa yang kita menjadi keinginan yaa."Dengan adanya hubungan ini bukan MEMPERTAKUT, bukan MEMPERSURAM STATUSISASI KEMAKMURAN keluarga dia gitu .. tapi menjadi CONFIDENT, tapi .. kita harus bisa MENSIASATI KECERDASAN itu untuk LABIL EKONOMI kita tetap lebih baik ... dan aku sangat bangga." (Sumber internet)

Lebih eudan lagi mulai dari pakar tata bahasa sampai kamus bahasa Indonesia kata-kata di atas muncul di dunia online lewat berbagai media seperti blog dan social media itu sendiri tentu. Belom lagi kemudian berimbas pada traffic di youtube yang sudah melebihi 1.5 juta viewer hanya untuk nonton cuplikan wawancara Vicky dan C&R, 3.39 juta pencarian kata "kontroversi hati" dan 231.000 "konspirasi kemakmuran" di google (sumber #beritagar), sadisss. Sampai-sampai penulis blog terkenal seperti Yuswohady dan sayapun "harus" nulis soal Vicky ini, terlalu hebat untuk dilewatkan haha (narsis mode on).

Ada apa ini? Mengapa Vickynisasi ini menjadi sangat viral, sampai follower twitter akunnya @VickyPrasetyo_ (yg saya yakin ini bukan Vicky Asli) mencapai 34 ribu hanya dalam beberapa hari saja. Padahal pake buzzer ajah ga akan secepat ini pertumbuhannya haha, dan bayarnya cukup mahal lagi wkwk. Coba yuk kita lihat dari sudut pandang marketing bagaimana Vickynisasi ini bisa menjadi viral khususnya melalui online channel dan kemudian spreading ke offline channel.

1. Kontroversi Always Sell (Tata Bahsa Vicky)

Sep 13, 2013

Karena Aku Cinta Indomie .... #eaa

Sabang merupakan tempat nongkrong favorit saya jika sedang berada di jakarta, bukan tanpa alasan tentunya, hal ini lebih kerena klien saya kantornya di dekat jalan ini sehingga jalan sabang merupakan alternatif yang paling tepat. Nah, bicara di jalan sabang ini, ada satu tempat nongkrong paling favorit yang hampir setiap saat saya datangi ketika menunggu waktu rapat ataupun sedang membuat janji dengan beberapa rekan untuk sekedar bertemu dan kong kow bareng yaitu Coffe Shop Sabang 16.

Loh kok Sabang 16, padahal ada beberapa tempat yang lebih terkenal juga di jalan sabang ini seperti Kopi Tiam Oey dan Bangi Kopi Tiam? Hehe kalo bicara nyaman, saya rasa semua tempat memberikan kenyamanan (acc, colokan listrik dan Wifi, ini defini nyaman saya yah), tapi ada 1 hal yang tidak dijual di semua tempat (atau mungkin saya tidak pernah liat ajah) yaitu Indomie Goreng/ Rebus. Penting yah? Oh penting banget kalo buat saya sih haha, selain kesempatan makan makanan kegemaran, sekaligus bisa hemat uang makan, padahal sih kalo dipikir2 ga murah juga harga 13 ribuan untuk versi singel dengan bakso dan telur mata sapi.

Dalam marketing, walaupun mudah sekali ditiru (jual indomie di cafe) ini kita namakan differensiasi brand, Sesuatu yang membuat brand kita berbeda dengan tempat lainnya, dan uniknya membuat perbedaan ini kadang tidak butuh effort besar seperti halnya menyediakan Indomie Goreng/ Rebus. Yah tentu saya yakin ini bukan differensiasi yang Sabang 16 inginkan (kok differensiasi indomie haha), tapi dalam benak saya inilah faktor differensiasi yang sangat penting yang membuat saya memutuskan untuk selalu mampir di sana hehe.


Sep 10, 2013

Perang Kuburan Mewah di Tol Cikampek

Jika Anda sering berpergian ke Bandung-Jakarta atau sebalik pasti setidaknya pernah sekali dua kali terlihat beberapa billboard yang berisi penawaran "Makam" mewah di jalan tol Cikampek, yah setidaknya ada 3 perusahaan yang saya lihat dan ingat beriklan di seputar tol Cikampek tersebut yaitu Al Azhar, Lestari dan San Diego Hills, ingat tidak? hehe.

Sebetulnya ini saya agak-agak ngeri nulis topik soal rumah masa depan ini hehe, tapi gimana lagi ingin sekali rasanya menulis topik "jualan makam" ini karena sepertinya cukup menarik dari sisi marketing. Ok kembali lagi, ada 3 setidaknya yang saya lihat beriklan di sekitar tol tersebut, mana yang paling saya ingat? Nah jenis pertanyaan ini adalah pertanyaan yang "salah sasaran" hehe karena bertanyanya kepada saya "orang marketing" haha, jelas tiga tiganya saya ingat karena ingin menulis topik ini.

Tapi ..... yah ada tapi, ok lah saya ingat 3 brand tersebut karena memang sering sekali bolak balik jakarta dan melihat billboardnya tapi jika pertanyaannya dilanjutkan, "ok apa pesan brand yang paling kamu ingat dari ketiga billboard makam tersebut?" nah ini baru saya bingung, cuma 1 yang saya ingat yaitu Lestari kalo ga salah dgn spesifik message "Satu-satunya makan internasional", ga tau bener ga nih yang saya ingat hehe. Sisanya, yak hanya Brand Awareness nya yg melekat di benak, positioning brand yang terbangun lebih banyak akhirnya hasil kontruksi pikiran sendiri karena memang tidak ada message yang saya ingat, seperti San Diego --> Besar dan Mewa, Al Azhar ---> Islami dan Mewah, betul atau salah positioning yang terbangun di benak saya tersebut, have no idea.

Ok pertanyaan cukupkah dengan hanya "awareness" kemudian mendorong seorang konsumen untuk memilih salah satu brand "Momorial Park" tersebut ketika kita membutuhkan produknya? Absolutely No, tapi Awareness cukup jika kita bicara efektivitas media seperti billboard di jalan tol tersebut, dengan kecepatakan rata-rata 80KM per jam, tidak banyak pesan brand yang bisa dimasukan di dalam media komunikasinya tentunya, sehingga pilihan unutuk diarahkan ke awareness brand name menjadi sangat logis dalam penggunakan media ini.

Menurut pendapat saya pribadi setidaknya ada 3 hal yang paling penting diperhatikan ketika melakukan komunikasi menggunakan media channel seperti billboard ini apalagi di traffic yang cukup lancar dan cepat bergeraknya.

1. Tulis Nama Brand yg Besar

Sep 9, 2013

Android Khong Guan ... Eh Salah, Kitkat

Minggu lalu, pemberitaan dunia on line sangat hangat membicarakan peluncuran seri OS terbaru milik android, sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa awalnya, jika saja tidak dibungkus sebuah naming yang memberikan efek word of mouth yang sangat luar biasa. Seperti kita tahu, android selalu menggunakan nama2 permen ataupun makanan yang manis2 dan ber urut abjad untuk nama-nama seri OS android nya, sedikit saya coba review, yang versi awal dinamakan Cupcake, Donut, Eclair, Froyo, Gingerbread, Honeycomb, dan Jelly Bean (hmmm... jadi ngiler.. :p).

Rumor yang tersebar abjad “K” yang digadang-gadang akan menjadi nama baru OS android adalah Key Lime Pie, dan nama ini yang memang diketahui bahkan oleh internal Google sendiri akan menjadi nama seri terbaru OS android, sampai dengan hari peuncuran nya tiba2 Google mengumumkan bahwa nama OS terbaru nya adalah KitKat.

Kerjasama antara raksasa bidang IT Google dan produsen makanan Nestle KitKat ini cukup unik, karena tidak ada nilai uang dalam kontrak yang melibatkan dua buah perusahaan yang masing-masing besar di industri yang berbeda, apalagi kepiawaian Boss Google menyimpan rahasia bahkan di internal nya juga patut diacungi jempol, pasca peluncuran OS baru Android ini, internal Google hanya mengetahui jika code name yang diberikan adalah Key Lime Pie, tapi ternyata pas di hari-H Jrengg.... ternyata barulah dibuka informasi nya bahawa ternyata kode nama OS android yang terbaru adaah KitKat, mengambil nama dari produsen coklat yang pasti nya kita semua tahu

Nah, ujung2 nya pada saat kita ngobrolin soal kerja sama pastinya jadi bertanya-tanya, apa ya benefit untuk masing-masing pihak? Hmmm... saya kan coba bahas beberapa poin menurut padangan saya tentunya dari cerita yang sangat luar biasa minggu lalu dijagat online.

1. Double your publicity

Sep 4, 2013

Aceh, Uda Gembul dan Going Global

Beberapa hari lalu saya dipercayakan Kemenkominfo memberi bimbingan pengarahan untuk para pemuda di Aceh dalam memanfaatkan Teknologi Informasi. Dalam acara tersebut salah seorang peserta bercerita tentang kondisi bahwa di Aceh tidak memiliki resources besar seperti di Jakarta atau Bandung, jadi bagaimana mungkin untuk bisa mampu bersaing.

Opini saya secara pribadi, di Indonesia apalagi di Aceh, tidak mungkin tidak ada resources yang dapat diperdayakan. Lihat saja dari sisi potensi untuk menjadi destinasi pariwisata kelas dunia. Aceh tidak perlu repot-repot membuat gedung berdesain mewah seperti yang dilakukan Singapura atau mendatangkan franchise mainan anak kelas dunia seperti di Malaysia, karena alam telah memberikan produk yang paling mewah, paling menarik, paling indah yang dapat menjadi potensi yang jauh lebih besar dibandingkan buatan manusia lainnya. Sebut saja di Aceh, terumbu karang yang luar biasa indah di area Iboih, Pulau Weh (45 menit dari Banda Aceh) atau hasil alam kopinya yang luar biasa terkenal.

Hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia bukannya tidak mempunyai produk. Tetapi sebagian besar masyarakat kita tidak mengetahui bagaimana untuk mengemasnya. Mungkin kepikir untuk menjual, tapi untuk memenangkan persaingan pada saat menjual, kemasan adalah kuncinya.

Kemasan yang saya maksud di sini tidak hanya termasuk kemasan yang sifatnya fisik seperti jika menjual menjual sebuah produk makanan atau barang, tetapi juga kemasan dalam berkomunikasi. Contohnya saja apabila ingin menjual produk kopi Aceh atau pariwisata Aceh melalui media Online dengan pasar yang tidak hanya masyarakat lokal tapi juga mancanegara, dibutuhkan kemasan website yang bagus, user friendly, menarik, komunikatif dan push to action. Hal inilah yang menjadi kunci untuk pada akhirnya bisa me-monetize berbagai produk berkualitas yang kita miliki.

Sebelum saya pergi ke Aceh, sebenarnya saya sudah lama ingin menulis tentang topic ini. Ide awalnya karena saya melihat sebuah produk rendang yang dikemas sangat unik sekali bernama Rendang Gaul Uda Gembul. Rendang ini saya temukan di Food Court Yogya Supermarket di dekat alun-alun Bandung. Pada saat saya melihat produk ini saya jadi teringat rendang Uni Farah, yaitu “rendang gaul” juga yang sudah lebih dulu populer. Rendang gaul yang saya maksud di sini adalah rending yang mampu untuk menaik kelaskan persepsinya, dari sekedar menu di rumah makan Padang, menjadi sebuah produk retail yang siap untuk dijual bahkan hingga kelas mancanegara.

Lihat saja, bahkan bukan saja produk alam Indonesia yang mendunia, tapi rendang yang adalah buatan orang Indonesia adalah makanan terenak nomor 1 di dunia (versi CNN). Jadi sepertinya kita harus mengurangi kebiasaan kita untuk selalu mempersalahkan Negara kita karena ga punya apa-apa., padahal kitanya ajah yang sering kali ga bisa ngejualnya, karena kita tak mampu mengemas produk-produk dan potensi yang kita miliki menjadi barang jualan kelas dunia.

Sep 2, 2013

Kisah Sticker yg Membuat Mama Membeli Mesin Cuci

Disadari atau tidak banyak hal yang dulunya bukan kebutuhan sekarang sudah menjadi kebutuhan. Pada saat jadi mahasiswa, saya tidak pernah sadar bahwa pada saat kita sudah memiliki atau tinggal di rumah (bukan kos lagi) kita pasti membutuhkan sebuah mesin yang seperti nya wajib dimiliki, mesin cuci. Perjalanan saya mencari mesin cuci di rumah pun dimulai. Dari hanya sekedar bertanya-tanya ke temen-temen yang pernah punya mesin cuci sampe browsing di internet, merek maupun jenis mesin cuci yang bagus dan di rekomendasikan.

Searching-seraching dan tanya-tanya akhirnya saya dan Mama saya akhirnya berniat untuk membeli mesin cuci Merek A. Tapi ternyata teori-teori yang mengatakan bahwa apapun niat beli konsumen, sebenarnya bisa saja “dibelokkan” oleh tenaga penjual dan "faktor x" di lokasi, hahahaha.... and it REALLY WORKS!! Sebetulnya secara Top Of Mind sudah tidak diragukan lagi, di benak saya bahkan sebelum sampai di tokonya “pasti akan membeli Merek A loh” Tapi apa yang kemudian terjadi ….

Percaya atau tidak, pengetahuan tentang mesin cuci yang sudah saya miliki dari hasil searcing dan tanya-tanya teman itu sebenarnya dengan mudah nya dibelokkan oleh tenaga penjual yang handal serta faktor X, dan tidak butuh pendekatan yang rumit ternyata untuk membelokkan preferensi saya dan Mama saya, hahahahah.... padahal sebenarnya saya dan Mama bukan orang yang mudah untuk dibelokkan keinginannya, tapi dengan beberapa point sederhana berikut ini, si sales person bisa membuat preferensi konsumen berubah:

Coba yuk kita lihat 3 hal yang akhirnya membelokan preferensi pembelian saya ketika sudah sampai di toko walaupun sebelumnya tidak ada preferensi untuk membeli brand LG:

1. Pengaruh Sales Counter

Sep 1, 2013

Tongkat Narsis, Bu Ani Ajah Ikut Eksis

Beberapa waktu kebelakang ini salah satu sahabat di kantor sibuk sekali membahas tongsis, tongkat narsis yaitu sebuah monopod (tongkat photo) yang bisa kita pegang dengan jarak mungkin kurang lebih 1 meter kemudian bisa kita gunakan untuk memfoto diri kita sendiri dengan kamera maupun Handphone. Wah saya pikir di dunia yang menjurus sangat narsis saat ini di tambah lagi teknologi handphone yang makin canggih kameranya ini produk meet "demand" banget hehe, harusnya produsen China udah mulai suply nih buru-buru dengan campaign "Dengan hanya Rp. 30.000 kamu sudah bisa Narsis/ Eksis tanpa perlu minta orang lain yang fotoin atau pake Front Cam yg kurang ok posisi dan gayanya" hehe, atau juga produsen atau toko HP/ Kamera udah bisa langsung bundling, Beli HP dapet Tongsis, yah tentu buatan cina Tongsisnya biar masal dan murah meriah haha.

Saya sendiri penasaran sebetulnya dari mana istilah Tongsis ini hehe, dan syukurlah ketemu di detik.com sejarah tongsis ini. Dari berita detik yang saya baca tongsis ini muncul pertama kali istilahnya dari Babab Dito @bababdito yang terinspirasi dari FPI katanya Front Pembela Narsis sehingga daripada menjual Monopod dengan kategori product Monopod (sound so boring) terpikirlah untuk memberikan product name untuk monopod ini dengan nama Tongsis, Tongkat Narsis.

Nah ini menurut saya implementasi Creative Sales yang sangat bagus dijadikan contoh di mana mungkin barang yang dijual bukanlah sesuatu yang betul-betul baru namun dikemas dengan cara yang unik (brand name), dibangun melalui channel yang tepat sehingga kemudian terjadilah efek komunikasi yang membuat permintaan produknya meningkat (saya tidak tahu apakah ini secara natural kebetulan ibu Ani sedang ekses kemudian dimanfaatkan oleh penjualnnya untuk melakukan Buzz di media (by design) atau terjadi secara "kebetulan").

Dari Tongsis ini, ada banyak pelajaran marketing yang bisa diambil, yang bisa jadi inspirasi kita dalam membangun program marketing dan penjualan bagi brand kita ataupun memanfaatkan peluang dari munculnya trend-trend baru yang bisa kita manfaatkan untuk kepenting bisnis kita tentunya.

1. Biasa dgn cara luar biasa