May 29, 2014

6 Tips Untung Gede Tapi Harga Murah

"JIka saya ingin bermain di harga murah tapi tetap dengan margin keuntungan yang bagus di bisnis cafe ini apa yang harus saya lakukan?".

Pertanyaan seperti ini sudah beberapa kali ditanyakan kepada saya di beberapa kesempatan bertemu dengan beberapa calon client khususnya di bidang kuliner dan selalu berakhir dengan jawaban "wah saat ini saya tidak cukup competence menjawab pertanyaan Bapak/ Ibu karena menyangkut proses internal yang sangat dalam" dan bisa ditebak biarpun yang bersangkutan tertarik menjadi client, saya selalu menolak dengan "halus" untuk menangani hal ini. Kalo ditanya gimana naikin profit doang sih gampang mahalin ajah harga hehe, tapi kalo bicara harga murah kemudian untung bisa tinggi dan bahkan porsi bisa banyak, wah bentar dulu bukan perkara mudah melakukan taktik marketing seperti ini.

Nah 6 bulan ke belakang, menyalurkan keinginan untuk memiliki bisnis kuliner, saya mendirikan sebuah warung nasi goreng dengan brand Name Nasi Goreng Mafia, nasi goreng dengan konsep differensiasi kaya akan rempah berbeda di setiap menunya. Kebetulan strategy utama yang diangkat selain rempahnya adalah soal quantity yang banyak dan harga yang murah, di sini akhirnya pertanyaan "Jika saya ingin bermain di harga murah tapi tetap dengan margin keuntungan yang bagus di bisnis kuliner apa yang harus saya lakukan?" akhirnya tidak bisa saya hindari lagi dan harus dijawab karena sudah kecemplung di dalamnya hehe.

Ok singkat kata, setelah 6 bulan jalan, sedikit banyak saya sudah melihat pola bahwa harga murah, quantity (Porsi) banyak bisa menjadi sebuah nilai lebih bagi sebuah brand namun sekaligus tentu dari sisi margin bisa memberikan keuntungan yang susuai dengan harapan kita, bagaimana bisa? Kuncinya adalah Operational Excellent. Sebuah pilihan strategy dimana perusahaan berfokus pada biaya rendah untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga jual murah tapi menguntungkan. (Bisa juga sebetulnya dengan memperbanyak quantity penjualan, kita akan bahas lain waktu).

May 22, 2014

Komplain? Buat Konsumen Menang dan Akhirnya Senang

"Gimana caranya bro,tuh yang tadi pagi komplain sampe nulis artikel terus malah jadi temen ngobrol, ngasih masukan, nulis hal yang positif buat nimpah komplain yang dibuat sebelumnya terus malah bilang bakal merekomendasikan produk ke temen-temennya?"

Obrolan ini muncul ketika saya sempat sharing bagaimana membuat komplain di social media menjadi impact positive bagi brand alih-alih malah menimbulkan impact negatif. Jika keseharian Anda ngurusin banyak brand di social media, komplain jelas sudah jadi sarapan yang bakal selalu terhidang di meja kita hehe, tidak ada ceritanya semua konsumen puas dengan produk Anda, pasti ada satu waktu di mana akan muncul komplain terhadap apapun yang berkenaan dengan produk Anda, apalagi ingat ini JAMANNYA SOSMED.

Jaman dulu ketika belum ada sosmed mungkin komplain hanya bisa disampaikan melalui koran atau radio dan pasti capek dan males lah komplain hehe kecuali udah keselnnya di ubun-ubun, tapi jangam sekarang, hadohh misalnya Anda punya cafe, liat karyawan Anda mukanya minyakan ajah tiba-tiba muncul tweet "Ih karyawannya di @CafeApaAjah mukanya ga bisa apa di cuci sebentar" wkwk, ini baru contoh yang ga penting, apalagi kalo sudah menyangkut kecewa dengan produk ato layanan bisa lebih sadis lagi boo.

Kembali lagi, kali ini mungkin ke sekian kalinya saya ingin sharing dengan topik komplain dengan sudut pandang yang sedikit berbeda bagaimana Coverting Complain to Recommendation, mengapa? karena hal ini sangat penting bagi bisnis dan brand kita dalam persaingan dan mempertahankan pelanggan dan juga yang sangat perlu diingat sekarang channel ketika komplain datang tidak bisa ditebak dampak dan spreadingnya sehingga butuh sekali setiap brand bersiap berhadapan dengan komplain. Tentu paling ideal kita bisa men convert komplain tersebut menjadi rekomendasi, namun setidaknya pada tahap membuat komplain tersebut tidak menyebar juga sudah cukup.

1. Standart Operating Procedure

May 19, 2014

Turning Your Idea Into Business

Berapa sering kita memiliki ide yang berakhir dengan lupa dan tidak menjadi apa-apa selain kumpulan ide yang pernah terpikir atau terucap? Sejujurnya jika bertanya ke diri sendiri maka jawabnnya adalah Sering, dan bahkan sering sekali apalagi dunia yang saya jalani di brand & marketing consultant ini berkaitan erat sekali dengan produksi ide hampir setiap hari.

Lebih parah, kadang ide-ide yang kita pernah pikirkan, ucapkan dan simpan malah dijadikan bisnis oleh orang lain dan bisnis tersebut ternyata sukses, kalo sudah begini rasanya seperti di samabar petir di siang bolong haha (lebay), hari cuma bisa berguman "sial, padahal gua udah punya ide kaya gitu dari dulu, eh malah dia yang ngejalani dan sukses pula". Hal seperti ini bukan satu dua kali saya alami  dan mungkin Andapun pernah mengalami hal yang sama, ketika ide yang kita pikir "punya kita" dijalankan oleh orang lain dan sukses pula.

Nah kali ini saya ingin sedikit sharing bagaimana agar ide yang kita pikirkan atau bahkan orang lain pikirkan bisa kita jadikan sebuah action business yang pada akhirnya membuat kita menghasilkan uang dari ide tersebut, sehingga tidak ada lagi kelak kita menyesali di dalam hati "padahal dulu gua kepikir, kenapa kaga gua jalanin yah idenya". Yah tentu seperti biasa, ini dari point of view saya dan pengalaman yang sudah saya jalankan sebelumnya tentang bagaimana berkeja dengan dengan dan Turning Idea into Business.

1. Cari teman diskusi

May 3, 2014

Ide itu Mahal Bung

Berapa sering kita kadang menertawakan bahkan meremehkan sebuah ide? Pertama kali Kripik Ma Icih muncul dan dibuat mungkin banyak orang yang tersenyum menertawakan ide tersebut "jualan kripik pedes?" bukannya sudah biasa, dari jaman dulu juga sudah banyak yang jual kripik pedas, dan bahkan mungkin kalo saat itu kita mendengar harga jualnya bisa lebih geleng-geleng kepala lagi kita, yang di warung 1 bungkus cuma 500 - 1 ribu rupiah tiba-tiba di jual belasan ribu "sepertinya kurang masuk akal" mungkin dalam pikiran kita.

Contoh lain, ketika saya ingin berbisnis nasi goreng, banyak sekali yang "mempertanyakan" kalo tidak mencemooh ide bisnis ini, "ga salah bro nasi goreng?", bahkan ada yang mempertanyakan ngapain ajah belasan tahun jadi konsultan brand dan marketing eh malah bisnisnya nasi goreng haha, sebuah ide yang mungkin terlalu sederhana dan "biasa" untuk level seorang brand consultant mungkin menurut beberapa rekan saya tersebut

Ada lagi temen yang komen ketika saya punya ide untuk jual Susu Murni, "lah segitu banyak yang jual susu murni di pinggir jalan bandung dengan harga hanya kisaran 5000-8000 terus mau buka susu murni juga?" "Susah dong bersaingnya sama lagian marginnya juga ga gede-gede amat, di mana sisi prospeknya bro"?. Hehe kalo kita melihat bisnis dari kaca mata awam marketing yah semua ide bisnis pasti sulit ajah "scaleable" dan selalu punya point yang kurang menariknya, apa artinya cuma jual tutup botol dgn untung Rp.5, tapi ceritanya akan lain kalo tutup botol yang dijual quantity nya 1 juta tutup botol per hari, masih mau bilang ga menarik?

Belajar dari banyak kesempatan dan melakukannya sendiri akhirnya saya mengerti mengapa jargon bahwa "Ide itu Mahal" adalah betul adanya, terlepas ide itu terlihat sangat sepeleh atau terkesan sangat luar biasa, pada intinya tetap saja ide itu mahal, asal ... yah tentu ada syaratnya, beberapa hal yang akhirnya membuat sebuah ide itu menjadi sangat mahal.

1. Ada yang bekerja untuk merealisasikannya