Mar 30, 2009

Pemasaran dan Penjualan
Kisah Klasik yang Tak Kunjung Berakhir
Featuring: Bondan VS Boris


Fenomena klasik yang kerap kali terjadi di sebuah organisasi perusahaan biasanya memiliki dasar permasalahan yang mengakar. Sebelum melanjutkan pembahasan ini, lingkup perusahaan akan difokuskan pada perusahaan yang memiiki divisi pemasaran dan penjualan secara terpisah. Untuk perusahaan yang memiliki fungsi pemasaran yang masih merangkap dengan penjualan belum akan kita bahas disini.

Kisah klasik dalam sebuah korporat ini diperankan oleh dua tokoh utama. Tapi bukan si Bawang merah dan si Bawang Putih. Bukan pula Sang Rahwana dan Sri Rama . Dua tokoh yang berseteru dalam kisah klasik korporat ini bukan tentang si Jahat dan si Baik. Keduanya sama-sama memperjuangkan tujuan utama sebuah korporat, mencapai profit yang tinggi. Mereka adalah Bondan dan Boris.

Pagi itu, awan kelabu menggantung di atas langit rumah kost Bondan, staf penjual terbaik dari perusahaan Purified (nama samaran untuk sebuah produsen minyak goreng). Jarum pendek jam baru saja singgah di angka 6, mendung pula,bonus angin sepoi-sepoi, sungguh kondisi yang mendukung untuk tertidur pulas. Namun Bondan sudah meluncur dengan Kawasaki Ninjanya menuju kantor. Sssst…kabar burungnya Bondan akan di-promote untuk sales supervisor area Bandung.

Pada waktu yang sama, Boris, staf pemasar yang paling inovatif di Purified baru saja menyantap sarapan yang disediakan ibunya di meja makan yang berdiameter 3 meter. Ck..ck..ck meja makannya saja bisa dipakai main billiard. Lulusan pasca sarjana luar negeri ini adalah salah satu koleksi pria metropolis yang di-gandrung-i oleh staf-staf wanita di Purified .

Hari itu adalah jadwal rapat evaluasi kinerja periode 3 bulanan. Bondan telah menyiapkan bahan presentasi angka laporan penjualan 6 bulan yang lalu untuk dibandingkan dengan angka penjualan 3 bulan terakhir. Bagaimana dengan Boris? Seperti biasa Boris terlihat percaya diri karena telah siap dengan konsep pemasaran yang menurutnya sangat inovatif. Tibalah saat presentasi Bondan melaporkan penjualan yang meningkat selama 3 bulan terakhir. Sayang, persentasi peningkatannya menurun 5% dibandingkan dengan penjualan 3 bulan sebelumnya atau 6 bulan yang lalu. Penurunan itu pun langsung mendapat feedback dari Boris secara tajam. “Saya sudah memasang iklan dari 6 bulan yang lalu di televisi dan Koran lokal secara rutin Bondan. Kamu tahu kan aggaran yang sudah saya keluarkan! Kenapa kenaikkannya hanya seperti ini?” Boris menyerang Bondan tanpa tedeng aling-aling. Namun Bondan tetap tenang sembari mengeluarkan laporan riset product usage minyak Purified dan menyodorkannya ke Boris. Laporan riset tersebut dibuat berdasarkan hasil kunjungan Bondan ke agen-agen baik itu kelas menengah maupun kelas kecil. Untuk informasi Anda, Purified adalah produk minyak goreng yang ditujukan kepada konsumen dari kelas menengah sampai kelas menengah bawah. Enam bulan yang lalu Bondan sudah mencoba untuk merepresentasikan laporan riset tersebut kepada divisi pemasaran melalui Boris. Bondan tahu bahwa format laporan tersebut memang kurang memenuhi standar, oleh karenanya Bondan memberikan laporan tersebut kepada Boris dengan tujuan agar Boris mengolahnya dengan meneruskan data itu ke divisi riset. Namun Boris tidak menggubris laporan Bondan, bahkan tidak meminta opini dari divisi riset. Boris menganggap laporan Bondan tidak qualified.

Dalam kasus ini Bondan memang tidak membuat format laporan dalam standard yang baku dan kurang dapat dipahami dengan baik. Namun laporan Bondan yang berisi tentang range harga daya beli konsumen, alasan konsumen memilih Purified, dan tempat distribusi yang mudah dijangkau oleh konsumen Purified tersebut dibuat berdasarkan pengalamannya di lapangan. Boris, si pemasar yang katanya inovatif , saat itu sedang menyiapkan sebuah konsep komunikasi promosi tentang penguatan positioning image Purified di benak konsumennya. Boris pun akhirnya menjalankan strategi penempatan branding tools di pasar swalayan yang konsumennya berasal dari segmen menengah sampai dengan segmen menengah atas. Boris ingin menggeser positioning Purified untuk menempati benak konsumen di kategori menengah – menengah atas. Tujuannya tentu saja peningkatan harga, yang berujung pada kenaikkan profit. Aktivitas above the line pun dilakukan dengan tidak tanggung-tanggung. Rupanya, atasan si Boris sangat percaya pada lulusan luar negeri ini. Dikucurkannyalah dana yang sangat besar untuk mendukung inisiatif si Boris. Ternyata hasilnya sungguh di bawah ekspektasi. Ha..ha.. Hal ini menurut saya, disebabkan oleh kesalahannya sendiri, yang menetapkan ekspektasi berdasarkan asumsi sendiri tanpa meminta data analisa dari sang ujung tombak sebuah kerajaan korporat,…siapa lagi kalau bukan si Penjual.

Ilustrasi si Bondan dan Boris adalah cerminan kisah klasik yang mendera organisasi korporat dengan divisi pemasaran dan penjualan yang berdiri sendiri. Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disintegrasi keselarasan kinerja antara tokoh pemasar dan penjual :

1. Pola pikir
Faktor fundamental yang membedakan seorang pemasar dan penjual adalah kerangka berpikir atau pola berpikir mereka. Mari kita telaah pola pikir si Ujung Tombak Kerajaan Korporat. Seorang penjual adalah orang yang berinteraksi langsung dengan para calon pembeli, dan para pelanggan. Interaksi hubungan yang bersifat direct atau langsung ini menjadi sebuah manfaat positif bagi si penjual. Yakni penjual dapat langsung mencari needs terdalam dari konsumen. Selain itu penjual dapat mengetahui apakah manfaat yang dijual sebuah produk dapat sungguh-sungguh memenuhi needs pelanggan dengan tepat atau ternyata kurang dari ekspektasi si pengguna. Selain itu meskipun pada umumnya si penjual memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah dari si pemasar namun si penjual yang sering berinteraksi dengan pelanggan akan memiliki daya sensitivitas dan daya empati yang kuat dan oleh karenanya ia bisa dengan mudah menjalin hubungan pertemanan dengan siapa saja.

Si tokoh pemasar pada umumnya adalah individu yang memiliki daya analisa helicopter view Hal ini dikarenakan pemasar biasanya memiliki latarbelakang pendidikan yang lebih tinggi dari staf penjual. Pemasar harus terbiasa untuk memetakan kondisi lapangan atau dapat kita ilustrasikan sebagai sebuah medan perang dari Kerajaan Korporat. Tindakan pemasar dalam memetakan medan perang atau sebuah pasar dinamakan dengan strategi segmentasi. Sudut pandang helicopter view yang digunakan si pemasar tentunya akan menghasilkan pengamatan yang berbeda dengan pengamatan si penjual yang berhadapan frontal dengan para pelanggan dan pergerakan pesaing . Oleh karenanya diperlukan koordinasi kinerja antara divisi pemasaran dan penjualan . Pada prakteknya untuk menciptakan sinergi yang harmonis antara keduanya bukanlah hal yang mudah. Yahh …gampang-gampang susah. Dibutuhkan suatu kontinuitas dan komitmen dari keduanya.

2. Karakter
Sehubungan dengan latarbelakang yang berbeda dari keduanya tentunya mereka mempunyai jenis karakter yang berbeda. Hal ini juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang berbeda. Pada akhirnya karakter pun nantinya akan membedakan kerangka kerja dari mereka.

Kedua faktor perbedaan tersebut tentunya menimbulkan sebuah bahkan beberapa konflik. Menurut Hermawan Kartajaya konflik pemasaran dan penjualan terjadi di tiga area yakni : area eksekusi, area strategi, dan area organisasi.

Konflik eksekusi sering disebut dengan konflik lapangan. Konflik terjadi ketika penjual tidak memakai strategi pemasaran ketika menjual produknya. Dengan alasan dikarenakan target penjualan yang tinggi maka si penjual menembak segala jenis target konsumen. Para penjual pun menganut prinsip “yang penting laku, dan target terpenuhi”. Selain itu mereka cenderung meminta manajer pemasaran untuk memberi kemudahan dalam hal potongan harga . Dengan begitu, maka sia-sialah usaha tim pemasar dalam membangun merek .

Konflik yang kedua adalah konflik strategi. Konflik ini terjadi bila tim pemasar tidak mengacuhkan dari tim penjualan ketika menetapkan sebuah strategi. Dalam cerita di atas konflik strategi dimulai ketika si Boris tidak menggubris data yang diberikan oleh Bondan. Data lapangan yang dikumpulkan oleh Bondan adalah data yang sangat mendetail mengenai kondisi di lapangan. Seharusnya data tersebut diolah oleh Boris, dengan begitu akan tercipta sebuah sinergi antara konsep strategi pemasaran dengan strategi penjualan. Sinergi yang dihasilkan akan memberikan dampak positif bagi sebuah perusahaan, yakni tercapainya target penjualan dan terbentuknya brand image yang tepat di benak konsumen. Kondisi ini adalah kondisi ideal yang tidak bersifat stabil. Pada dasarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi sebuah kondisi ideal. Oleh karenanya kondisi ini harus selalu terus dipelihara, dievaluasi dan dibutuhkan konsistensi dari pemasaran dan penjualan.

Konflik ketiga menurut pendapat Hermawan adalah konflik organisasi. Konflik ini terjadi ketika sumber daya di pemasaran dan penjualan sudah benar-benar tidak peduli terhadap sinkronisasi kinerja kedua divisi tersebut. Orang pemasaran hanya memikirkan pencapaiannya sendiri, yakni brand awareness, brand image, dan brand association yang tinggi. Begitupun dengan orang penjualan yang hanya akan mementingkan pencapaian targetnya sendiri. Misalnya dengan memberikan potongan habis-habisan yang mengakibatkan ter-dilusinya sebuah ekuitas merek.

Itulah tiga masalah utama menurut Hermawan yang seringkali eksis di sebuah perusahaan . Setelah kita mengevaluasi masalah mana yang benar-benar dominan, maka barulah bisa diformulasikan resepnya.




Jangan asal suka bisnis!


Mengambil bagian peran di sebuah perusahaan Business Consultant memang selalu menarik. Selain keseharian kami dalam menyusun dan membantu partner-partner bisnis kami mengembangkan brand dan bisnis mereka, kami juga membantu para bisnis yang baru mau membuka usaha.

Edukasi yang kami jalankan sekarang ini mengarahkan para pebisnis untuk lebih spekulatif dalam menginvestasikan bisnis mereka. Dewasa ini pilihan investasi begitu banyaknya, dari yang paling mudah hingga yang cukup kompleks, seperti halnya mendirikan sebuah bisnis. Jadi jangan sampai kesulitan dan besar investasi yang Anda tanamkan tidak memiliki perhitungan yang matang, bisa-bisa Anda malah rugi!

Salah satu aktivitas yang kami lakukan dalam membantu para pebisnis dalam merencanakan bisnis baru mereka biasa disebut dengan Feasibility Study. Salah satu produk kami tersebut, secara langsung memberi gambaran mengenai potensi bisnis yang akan dikembangkan, baik dari segi analisa marketing maupun perhitungan finansial.

Sekarang ini memang sudah tidak jamannya lagi seorang pebisnis mengandalkan insting, tentapi dari berbagai ilmu yang sudah dikembangkan ada baiknya kita turut memanfaatkan hasil penelitian dan kajian mereka, sehingga bisa membantu kita untuk membuat keputusan lebih tepat, dalam hal ini adalah bisnis. Secara garis besar berikut antara lain hal-hal yang dapat dihindari jika Anda telah melakukan Feasibility Study terlebih dahulu sebelum memutuskan pembukaan bisnis baru :

1. Mengetahui apakah produk/jasa masih banyak peminatnya
Salah satu poin utama pada saat akan mendirikan sebuah bisnis adalah memastikan bahwa konsumennya ada! Entah itu ada di masa kini atau di masa yang akan datang (perlu ada aktivitas edukasi). Seringkali pebisnis menggunakan “insting” mereka untuk menentukan apakah produk mereka akan laku atau tidak, dengan kalimat-kalimat seperti ini : “Wah… pasti laku ini! Saya udah Tanya ke sodara-sodara dan tetangga-tetangga saya, kalo ada yang jual produk ini pasti luakuuu!!”

Pertanyaannya adalah seberapa banyak orang yang mau membeli produk, membutuhkannya atau bahkan memintanya? Dan tentu saja apakah saudara dan tetangganya adalah para target market yang tepat?

2. Mengetahui apakah bisnis dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup panjang, atau berapa lama bisnis dapat bertahan?
Kategori periode bisnis memang beragam. Ada yang memiliki life cycle pendek, seperti dalam hitungan bulan, ada juga yang menengah seperti bertahun-tahun, tapi ada juga yang sangat panjang seperti puluhan tahun. Hal ini perlu dikaji terlebih dahulu untuk menentukan perbandingan investasi yang akan dikeluarkan dengan periode life cycle bisnis. Jangan sampai Anda memiliki harapan produk Anda bisa tetap laku di pasaran selama 5 tahun, tapi setelah 6 bulan tidak ada lagi permintaan dari market.

3. Kapankah investasi anda akan BEP?
Seringkali para pebisnis tidak mengetahui kapan mereka akan BEP. Melalui penyusunan perkiraan income dan expanses, dapat dihitung berapa lama Anda akan balik modal, dan berapa lama Anda mencapai keuntungan yang diinginkan serta skala Return On Investment (ROI) dari bisnis ini.

4. Apakah biaya marketing yang Anda keluarkan terlalu banyak? Atau justru kurang?
Melalui studi ini pula, dengan jumlah income yang Anda inginkan dapat ditetapkan skala Marketing Expenses yang seimbang.

Perusahaan-perusahaan besar, berskala global dan internasional menjadikan studi kelayakan bisnis ini sebagai standard dalam pengambilan keputusan investasi. Perhitungan ini tidak hanya dilakukan untuk bisnis baru, tetapi juga untuk produk/varian/lini baru. Aktivitas ini merupakan kombinasi dari proses market research dan marketing and financial analysis. Di mana, ke-2 kutub tersebut (marketing dan financial) merupakan 2 hal penting dalam kesuksesan bisnis. Jika salah satu di antaranya tidak dianalisa dengan tepat, maka optimalisasi perkembangan bisnis akan berkurang.

Apa saja yang dapat diketahui dari Feasiblity Study? Berikut antara lain yang dapat ditemukan dalam hasil studi kelayakan bisnis :

Market Size
Akan diketahui berapa besar jumlah pasar yang diperebutkan oleh para pemain yang sama; dalam hal ini bersama dengan competitor, jika Anda adalah bukan pemain pertama.

Market share
Akan diketahui berapa besar jumlah market share yang bisa diambil; dalam hal ini melihat karakteristik kelompok yang masih labil dan kecenderungan habit mereka dalam mengkonsumsi produk.

Besar investasi
Melalui studi ini dapat diketahui berapa besar investasi yang dibutuhkan, sehingga Anda dapat memperkirakan sumber dana dan alokasi penggunaan dan pengembalian dana dengan lebih terencana.

Periode BEP
Dapat diketahui periode kembalinya modal melalui perhitungan asumsi income dan expanses per periode (tahun/bulan)

ROI
Selain untuk diri sendiri, terkadang bisnis seringkali kita “jajakan” kepada para investor lain. Untuk mendapatkan hati para investor, tentu saja kita harus dapat memberikan gambaran kepada mereka seberapa menggiurkannya potensi bisnis tersebut. Potensi bisnis dapat dilihat dari skala ROI yang digambarkan. ROI yang adalah singkatan dari Return On Investment menggambarkan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh dalam periode tertentu, dibandingkan dengan investasi yang dikeluarkan. Skala ROI bisnis yang layak diperhitungkan adalah angka ROI yang lebih besar dari suku bunga deposito. Hal ini menunjukkan bahwa dengan investasi di bisnis ini, keuntungan yang didapatkan bisa lebih besar dibandingkan dengan hanya menaruh uang di deposito.

Dunia bisnis yang sudah semakin kompleks, mengharuskan kita untuk lebih spekulatif dalam mengambil keputusan, di mana berbagai pertimbangan dan studi layak dilakukan sebagai salah satu jaminan dalam menginvestasikan sejumlah uang tertentu.

Yuk, Beresin Internal!


Aktivitas audit internal merupakan langkah pertama yang kami lakukan pada saat berpartner dengan perusahaan klien. Hal ini tentu saja untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Pada umumnya permasalahan yang ditemukan sangat banyak dan nampak begitu melibatkan banyak pihak hingga memberi efek pada performa kerja perusahaan.
Tahap kedua setelah kami menemukan list permasalahan adalah mengelompokkannya ke dalam 3 masalah utama. Begitu banyaknya masalah yang ditemukan, biasanya memiliki keterkaitan sebab-akibat, sehingga kita harus cermat menganalisa yang mana yang merupakan sumber permasalahan. Dari beberapa kasus yang kami tangani, ada satu hal yang sangat menarik, di mana isu permasalahan yang selalu muncul dalam 3 permasalahan utama adalah : Manajemen Sumber Daya Manusia.

Beberapa kali menangani konflik manajerial, tim kami mengambil beberapa kesimpulan dan mengembangkan model pemecahan masalah di dalam proses Manajemen Sumber Daya Manusia suatu perusahaan. Bidang manajemen ini menjadi salah satu bidang yang sangat menarik, dikarenakan di dalamnya tidak hanya ilmu teori saja, tetapi juga skill dalam menangani “manusia” menjadi hal yang juga sama pentingnya.

Jika Anda belum memastikan apakah di organisasi /perusahaan Anda mengalami “gagal manajemen” ini, mungkin beberapa pertanyaan di bawah ini dapat Anda jawab.

Apakah semua orang dalam organisasi Anda memahami peran mereka masing-masing?
Sebuah organisasi adalah sekumpulan elemen-elemen yang bekerja sama menghasilkan sebuah suatu sistem untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalam sistem ini, setiap bagian memiliki peranannya masing-masing. Begitu juga dalam sebuah perusahaan, ada yang berfungsi sebagai perencana, pelaksana, support dan controlling.

Memang pada dasarnya seringkali beberapa fungsi dilakukan oleh orang/jabatan yang sama. Hal ini menjadi sah-sah saja, asalkan fungsi tersebut tidak saling bertolak belakang dan orang yang menjabatnya menyadari peranannya. Kondisi yang sering terjadi yang menjadikan sistem dalam sebuah perusahaan tidak berjalan dengan semestinya adalah ketidaksadaran peranan diri/jabatan orang-orang di dalanya.

Apakah orang-orang dalam organisasi Anda punya hobi “mengeluh”?
Hal ini merupakan salah satu parameter utama manajemen Anda memiliki masalah. Orang-orang dengan pola pikir yang positif dan fokus pada apa yang akan mereka capai tidak memiliki waktu untuk mengeluh. Jika Anda berada dalam posisi manajerial staff, Anda bisa dengan mudah menemukan rekan-rekan kerja Anda bersikap seperti Anda, atau Anda sendiri merasa Anda merupakan salah satu dari orang-orang tersebut. Tetapi jika Anda berada dalam posisi pimpinan akan cukup sulit menemukan keluhan di antara mereka, karena pada saat menghadap Anda, tentu mereka bersikap seperti semuanya baik-baik saja. Jika kondisi ini yang Anda alami, maka Anda membutuhkan sebuah internal audit, baik dilakukan oleh tim Anda sendiri, bekerja sama dengan Departemen HR atau bekerja sama dengan pihak ke-3 (auditor).

Siapa memimpin siapa?
Kesalahan ke-2 yang sering banyak ditemukan juga adalah adanya ketidakjelasan jalur kepemimpinan dan tanggung jawab. Misalnya beberapa level pimpinan di”skip” dan langsung diperintah oleh owner, atau anak buah langsung melapor pada owner, di mana manajer di atasnya dilewat begitu saja. Hal ini bisa jadi dikarenakan adanya komunikasi yang tidak lancer atau ketidakjelasan struktur organisasi.

Dalam jangka pendek, pekerjaan memang bisa lebih cepat selesai “jika langsung ke owner” tetapi untuk jangka panjang, hal ini tidak akan membuahkan sebuah kemandirian manajemen, di mana owner akan terjebak dalam rutinitas harian dan tidak dapat mengerahkan kemampuannya untuk mengembangkan bisnis.

Apakah semua orang dalam organisasi Anda memiliki target kerja?
Tidak adanya target kerja dalam setiap departemen maupun individu tidak hanya terjadi dalam sebuah perusahaan kecil, tetapi perusahaan besar seringkali juga melupakannya. Seringkali para pemilik/manajer merasa yang perlu ditarget hanya tim Marketing/Sales. Hal ini tentu salah besar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sebuah perusahaan adalah sebuah mesin yang berjalan bersama, sehingga jika di antara komponennya yang tidak memberikan sumbangsih kerja yang diharapkan, maka mesin tersebut tidak akan berfungsi dengan baik.

Departemen seperti HRD, Kebersihan, Produksi, atau jabatan seperti Sekretaris, Administrasi, Purchasing, dll sering kali merupakan posisi-posisi yang “terabaikan” dalam artian tidak menjadi fokus jajaran pimpinan untuk dibenahi, di mana setiap tahunnya tugas mereka selalu sama dan tidak adanya target pencapaian atau pertumbuhan. Hal ini selain merupakan faktor ketidak-optimalan kinerja manajemen juga menjadi titik jemu dari orang-orang yang bekerja di dalamnya.

Apakah ada rapat secara rutin?
Ada yang mengatakan bahwa rapat adalah kebiasaan “orang tua” yang bertele-tele, pemikiran ini adalah pemikiran orang muda yang “ngawur” dan tidak mengerti apa esensi dari sebuah rapat. Rapat yang dalam bahasa inggris disebut dengan “meeting” memiliki esensi sebuah pertemuan untuk bicara dan berkomunikasi. Di mana di dalam sebuah organisasi, komunikasi menjadi hal yang utama. Baik antara atasan-bawahan ataupun dengan sesama level, komunikasi harus terus dilakukan. Di dalam rapat rutin pula, berbagai inspirasi dan motivasi mengalir, baik dari atasan, rekan 1 level ataupun bawahan. Ide-ide brilian dihasilkan dari gabungan beberapa kepala yang memiliki pola pikir yang berbeda-beda.

Setelah Anda dapat menilai bagaimana kondisi organisasi Anda, baru Anda bisa menetapkan langkah apa yang harus dilakukan untuk menjadikan kinerja manajemen menjadi optimal. Berikut merupakan hal-hal yang harus dipenuhi dalam menggiring manajemen Anda menjadi lebih produktif:

Leadership!
Temukan pemimpin-pemimpin dalam organisasi Anda. Organisasi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya sosok pimpinan. Seorang pemimpin tidak hanya menduduki posisi tinggi tetapi ia juga harus memiliki 5 sifat utama Leadership :
  • Visioner
  • Tegas
  • Disiplin
  • Good in communication
  • Good in controlling
Lakukanlah training leadership secara berkala, karena tidak semua orang memiliki skill Leadership yang sudah siap pakai. Pilihannya memang hanya 2 :
  1. Jika Anda ingin mempertahankan staff kesayangan Anda : latih mereka untuk memimpin
  2. Jika Anda rela mematikan karir staff Anda : recruit orang yang sudah matang dan siap pakai untuk menjadi pimpinan
Ukuran kerja
Setiap orang dalam organisasi Anda harus memiliki ukuran kerja. Mereka harus mengetahui pencapaian kerja standar mereka, bagaimana mereka dinilai berhasil dan bagaimana mereka dinilai gagal. Buatlah ukuran-ukuran yang sesuai dengan fungsi departemen terkait.

Communication
Menciptakan jalur-jalur komunikasi yang sinergi antar setiap elemen di dalam perusahaan.
  • Papat kordinasi per departemen
  • Setiap bulannya diadakan rapat kordinasi antar departemen
  • Diadakan kumpul bersama seluruh karyawan per tahun
  • Menciptakan media komunikasi dari perusahaan untuk karyawan seperti buletin internal
  • Adanya kotak ide untuk para karyawan menyumbangkan ide untuk perusahaan
  • Adanya sesi motivasi/aktivitas yang bisa merangsang semangat dan pola pikir positif dari para karyawan
Berbagai hal di atas dengan tujuan untuk mendekatkan perusahaan dengan para karyawannya, agar seluruh visi dan misi perusahaan dipahami dan didukung dalam proses pencapaiannya.

Jadi jika Anda ingin perusahaan Anda memiliki kinerja yang lebih optimal, lakukanlah optimalisasi kinerja manajemen Anda, karena merekalah yang bekerja untuk para konsumen. Lakukan re-alokasi dana aktivitas perusahaan Anda, jangan hanya berfokus pada pembangunan eksternal, tetapi pembangunan internal merupakan langkah investasi dalam meraup keberhasilan di masa yang akan datang!

Heart of Sales


Minggu lalu saya diminta salah satu klien saya untuk datang dan memberikan briefing singkat mengenai marketing ke kantor pusat dan cabang yang baru saja diakuisisi oleh klien saya tersebut dari pemilik lamanya untuk kemudian cabang ini dijadikan semacam senjata utama untuk menggarap pasar yang ditidak bisa digarap oleh perusahaannya dikarenakan adanya aturan yang membatasi pembukaan kantor cabang baru, walaupun masih bisa dengan system tenaga pemasar lepas, namun dengan berdiri fisik kantor walaupun berbeda brand akan lebih maksimal dalam penggarapan pasarnya.

Mulailah perjalanan saya menyambangi tiga kota dalam tiga hari tersebut, di setiap kota saya minta semua tim marketing “baca: sales” dikumpulkan agar saya bisa share pengalaman bagaimana perusahaan yang baru saja mengakusisi mereka bisa menjadi perusahaan terbesar di Indonesia. Ok sedikit saya ulang lagi, perusahaan yang diakuisisi ini produknya sama persis dengan produk perusahaan utamanya, jadi semacam pesaing dulunya. Diskusi langsung saya buka dengan ada pertanyaan? Ha….ha tentu ini hanya trigger awal untuk memancing sedikit kebingungan dan gejolak karena saya tahu dengan persis pasti banyak sekali pertanyaan yang ingin ditanyakan mengenai informasi strategy sister company maupun strategy seperti apa yang harus dilakukan untuk bisa terus berkembang ditengah gempuran pesaing baik itu dari the real enemy maupun dari sisternya itu sendiri.

Seperti biasa trigger awal seperti ini biasanya hanya memancing kebingungan tanpa suara, apalagi bila seorang anak muda yang berdiri di antara puluhan orang dewasa he………he, untuk mencairkan suasana akhirnya saya mulai dengan sebuah pertanyaan sederhana, “ok teman-teman ada berapa banyak penduduk daerah ini?” Jawabannya seperti yang saya duga, luar biasa hampir sebagian tidak tahu dengan persis berapa jumlah penduduk daerahnya sendiri. “ok kita ambil rata-rata pendapat audience bahwa jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, next question berapa banyak yang bisa dikategorikan orang kaya? Tapi sebelumnya saya ingin Tanya apa kategori orang kaya?” Suasanapun langsung hening, sunyi senyap, entalah apa sedang berpikir atau sedang nge blank. Finally ada seseorang yang nyeletuk 30 persen mas, “dasarnya” lanjut saya? “wah ga tau mas, perasaan sih denger-denger segitu he….he”. Krik krik krik krik, giliran saya yang bengong he………he

Permasalahan ini sangat sering saya temui di banyak perusahaan di mana driver utama dalam membuat sebuat strategi perusahaan sama sekali tidak memadai dan jauh dari data dan fakta yang sesungguhnya, bagaimana ingin menggarap pasar dengan benar jika jumlah garapannya sajah tidak tahu dengan betul? Berapa budget promosi yang ingin keluarkan? Kemana arah strategy promosinya? Berapa banyak tenaga salesnya? Coba gimana bisa menjawa pertanyaan tersebut dengan benar? Ini baru analisa dari kacamata customer, belum lagi bila analisa sudah memasukan factor competitor, company, wah wah bisa ga karu karuwan ini perusahaan dalam jangka pendek maupun jangka panjangnya.

Lantas bagaiamana sebaiknya? Apakah setiap marketing perusahaan “sales” harus mengetahui mengetahui mengenai data penduduk, atau lebih ditarik ke dalam lagi mengenai segmentasi dan marketing strategy secara keseluruhan? Saya tidak akan menjawab ya atau tidak bila ditanyakan hal ini sebetulnya karena ini HUKUMnya WAJIB, Cuma mungkin coba kita bertanya, apa ruginya bila tim sales anda mengetahuinya? Apa salahnya coba. Ada cukup banyak manfaat bila tim sales perusahaan mengetahui fundamental mapun teknikal mengenai marketing.

Pertama, Sinergi.
Dibanyak perusahaan antara bagian penjualan dan marketing sering kali dipisahkan, yah beberapa untuk penyusunan strategy ini dilimpahkan kebagian promosi, konsultan, branding atau apapun itulah kita sebut namanya, intinya yang jualan di lapangan sama yang buat strateginya terpisah. Nah masalah kemudian kadang apa yang dibuat oleh bagian marketing menurut bagian sales tidaklah tepat dan sangat tidak aplikatif di lapangan. Sementara bagian marketing akan berkomentar sebaliknya bahwa bahwa bagian sales ini tidak mengerti stretagy secara keseluruhan.

Mengerti marketing akan membuat sinergi yang lebih efektif antara kedua bagian ini dan bahkan dengan kerjasama keduanya, data dan fakta lapangan yang didapat jauh lebih punya bobot sehingga strategy yang disusun dan eksekusi yang dijalankan di lapangan memiliki dampak yang lebih efektif untuk keberhasilan penjualan. Meminjam istilah dari pakar marketing, bahwa tim sales memiliki tank view, lebih tahu detail lapangan di mana dia beradah sementara itu marketing memiliki helicopter view yang bisa melihat kondisi lapangan jauh lebih luas namun seringkali tidak terlalu detail, bayangkan jika keduanya bergabung atau coba bayangkan jika keduanya bertindak sendiri-sendiri, siapa yang dirugikan? Yah tentu saja pemilik perusahaan.

Kedua, Efektivitas Biaya.
Dengan pengetahuan yang baik dalam bidang marketing, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penjualan produk bisa jauh lebih diefektifkan oleh bagian sales. Contohnya (sales asuransi katakanlah), jika sales tersebut mengerti konsep segmentasi, tentu ketika melakukan salescall dia akan mencari daerah perumahan yang elite yang memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk dijelaskan mengenai produk asuransi, dengan demikian si sales person tersebut dapat menghemat biaya telepon karena sudah melakukan segmentasi dengan tepat.
Contoh lain, sales sebuah perusahaan keuangan investasi katakanlah ingin melakukan aktivasi brosur (menyebar brosur), dengan mengetahui konsep segementasi, si sales tersebut akan melakukan pendataan terlebih dahulu daerah mana brosurnya akan menjadi efektif dan sesuai sasaran, dengan begitu jumlah brosur yang disebar memiliki probabilitas untuk berhasil lebih baik dan secara biaya bisa lebih efektif dan dipertanggung jawabkan.

Ketiga, A Pack of Idea
Entah ada korelasi atau tidak, sejauh ini kebanyakan yang saya temui, seorang sales dengan pengetahuan marketing yang baik jauh lebih banyak memiliki ide untuk produk menjual produknya. Yah “menjual” bukan terjual karena masalah “terjual” tidak hanya masalah marketing apalagi produk-produk yang sangat mengandalkan sales person untuk melakukan closing penjualan. Masalah “terjual” juga melibatkan skill dan knowledge di luar marketing, kepribadian penjual tersebut ataupun mungkin bisa dikatakan “takdir” orang tersebut hehehe.

Dalam hal ini kita membicarakan ide untuk membuat produk kita lebih banyak terjual dan tentu dengan pengetahuan marketing yang baik ide-ide yang dihasilkan ataupun kemudian di eksekusi memiliki acuan yang kuat dan memiliki kemungkinan untuk bisa berhasil dalam meningkatkan penjualan perusahaan. Apakah Anda menginginkan sebuah tim sales yang tidak memiliki inisiatif atau ide-ide yang segar agar produk perusahaan lebih banyak terjual? Saya sering beberapa kali mendengarkan pimpinan perusahaan mengeluhkan bahwa tim salesnya kurang inisiatif sehingga hasilnya selalu so so atau begitu-begitu saja, namun mungkin yang kurang disadari adalah tim tersebut mungkin bukan inisiatif tapi tidak tahu harus berbuat apalagi dan ini disebabkan oleh keterbatasan knowledge bukan karena mereka malas atau tidak ada inisiatif, pertanyaan sudahkah mereka diberikan pengetahuan mengenai marketing?

Mungkin kemudian akan muncul pertanyaan, apakah hal ini tidak buang-buang waktu? Yah tugasnya seorang sales yah jualan ajahlah sebanyak-banyaknya, ga usah pusing dengan urusan pengetahuan marketing strategy segala, ha….ha nah itulah masalahnya bagaimana menjual sebanyak-banyaknya jika pengetahuan tentang bagaimana menjual sebanyak-banyaknya tidak dikuasai? Atau coba lihat lagi manfaat ringkas di atas mengapa pengetahuan tentang marketing harus dimiliki oleh seorang sales. Akhirnya mari mulai ajarkan marketing kepada tenaga sales Anda.

Marketing and Motivated Sequence


Barusan saya kebetulan chatting dengan salah seorang teman lama saya sewaktu KKN (Kuliah Kerja Nyata) dulu. Saling bertanya kabar dan kesibukan masing-masing, akhirnya dia tiba di pertanyaan “Eh-eh, gimana, udah gendut atau masih kurus aja kamu?”. Hhmm...pertanyaan yang memang selalu dilontarkan oleh teman-teman saya yang lama tidak bertemu. “Masih say! Susah nih pengen naikin 3 kilo aja, padahal makan mah banyak!”, jawab saya. Yang terpikir di benak saya reaksi dia kan sama juga dengan reaksi teman-teman yang lain yang pasti akan bilang pasti saya cacingan! (sebel!;p) Di luar dugaan, dia langsung nyerocos “Harus ada suplemen lain selain makanan aja berarti tuh Bu! Kamu emang harus minum suplemen deh! Di Herbalife ada satu vitamin yang bisa untuk nambah nafsu makan dan ngejaga metobolisme tubuh. Aman kok, nggak ada efek samping sama sekali, kan herbal, jadi alami banget. Aku juga minum itu kok setiap hari, ngefek banget aku nambah 2 kilo bulan ini. Selain itu badan juga jadi fit terus, nggak gampang sakit. Kamu kan akhir-akhir ini katanya gampang nggak enak badan kan? Nah kalo pake itu mah enak Bu, komplit, untuk jaga kondisi badan sekaligus gemukin badan. Biar kamu nggak cungkring terus, agak bohay sedikit, jadi lebih mantep gituh! Mau ya? Nanti aku kirim, mau pesen berapa?”. Sial, saya lupa dia adalah anggota satu perusahaan MLM (Multi Level Marketing) yang bergerak di bidang kesehatan!=D

Sebenarnya apa yang dilakukannya adalah hal yang sangat menarik bagi saya. Sebagai seorang ‘marketing’, dia sangat pintar dalam menyampaikan pesan mengenai produknya. Dia tahu kapan bisa ‘masuk’ dan bagaimana ‘merayu’ calon konsumen. Coba kita lihat apa saja yang dilakukan perusahaannya baik melalui iklan maupun marketingnya dalam menyampaikan pesan pada target market agar mereka mau membeli produk atau jasa perusahaan. Ada berbagai macam teknik dan cara, namun pada intinya adalah bagaimana caranya agar konsumen yang sekarang ini luar biasa pintar akhirnya “terbujuk”.

Poin terpenting tentunya adalah bagaimana pesan yang disampaikan marketing ataupun iklan tersebut tersusun dengan baik agar tujuan dapat tercapai. Salah satu tahap yang harus diperhatikan adalah urutan psikologi. Dalam buku Psikologi Komunikasi disebutkan satu urutan psikologis dalam penyampaian pesan dari Alan Monroe yang disebut “Motivated Sequence”. Dalam teori ini kita disarankan untuk mengambil lima tahap dalam penyusunan pesan, yang terdiri dari :

1. Attention (Perhatian)
Tidak akan ada pesan yang tersampaikan tanpa mendapat perhatian dari target market. Jangan salah, menarik perhatian itu tidak semudah yang dibayangkan lho! Coba tanya ke marketing-marketing yang kamu kenal, seberapa banyak mereka gagal mendapatkan perhatian orang yang mereka tuju, seberapa banyak mereka dicuekin, atau ditolak bahkan sebelum mereka sempat menjelaskan produk mereka. Pasti akan ada yang menjawab “Sering!”. Maka dari itu agar pesan mengenai produk dan “rayuan” tersampaikan dengan sukses, pertama kita harus sukses dulu merebut perhatian target kita. Saat teman saya tadi bertanya “Udah gendut belum?”, itu berarti dia berada di tahap pertama, tahap menarik perhatian. Sebagai catatan, kita harus pinta-pintar juga dalam mengambil topic yang akan dijadikan penarik perhatian tersebut ya. Jangan sampai maksud hati menarik perhatian tapi malah jadi menyinggung target, celaka dua belas tuh. Gagal telak di awal jadinya! Coba ambil topic yang dapat diterima.

2. Need (Kebutuhan)
Setelah saya menjawab “belum’, maka waktunya dia berada di tahap kedua, yaitu “penciptaan” kebutuhan. Di tahap ini dia langsung berkata bahwa dibutuhkan suplemen untuk menggemukkan badan saya. Saya yang selama ini tidak pernah merasa membutuhkan ‘bantuan’ apapun jadi terpikir bahwa ternyata saya butuh suplemen ya untuk menggemukkan badan…Nah disinilah kebutuhan saya ‘dibentuk’ oleh teman saya tersebut. Para marketing biasanya paling jago dalam hal ini (hehee!). Ngompor-ngomporin orang sudah jadi suatu keahlian yang mutlak untuk jadi marketing yang sukses. Kebutuhan itukan sebenarnya ada kebutuhan yang disadari dan ada kebutuhan yang tidak disadari. Ada juga kebutuhan yang “diciptakan” lho. Pocari Sweet di awal kemunculannya merupakan contoh sukses. Dulu mana ada orang yangtahu bahwa badan kita butuh elektrolit atau ion pengganti cairan tubuh setiap harinya, yang ada masyarakat tahu bahwa mereka butuh air putih untuk mengganti cairan setiap harinya, dan itu cukup. Tapi mereka menciptakan kebutuhan lain dan membuat air putih saja tidak cukup untuk mengembalikan cairan tubuh (dibenak konsumen).

3. Satisfaction (Pemuasan)
Setelah kebutuhan tersampaikan, maka teman saya langsung berkata bahwa saya memang harus minum suplemen. Dia berada di tahap pemuasan saat ini. Setelah target tahu bahwa dia memiliki kebutuhan, belum tentu kan dia tahu apa yang harus dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Disinilah tugas marketing untuk memuaskan kebutuhan target marketnya. Teman saya sebagai marketing cukup canggih juga karena dia langsung memberikan “kepuasan” tersebut dengan sangat lengkap. Setelah dia bilang saya harus minum suplemen, dia langsung memberitahukan bahwa ada suplemen penambah berat badan yang bagus dari perusahaan MLM tempat dia bergabung, plus kelebihan-kelebihannya. Hal itu dapat membuat saya merasa “terselamatkan” atau “terpuaskan” atasa kebutuhan yang baru saja saya ketahui tersebut. Disini sebetulnya adalah point yang sangat penting bagi para marketing. Jangan sampai saat target sudah tahu kebutuhannya, mereka mencari sendiri pemuasan kebutuhan tersebut. Syukur-syukur kalau produk atau jasa kita yang dipilih, kalau produk atau jasa competitor yang dipilih kan sia-sia jadinya 2 tahap yang telah dilakukan sebelumnya. Justru inilah waktunya “berjualan”.

4. Visualization (Visualisasi)
Pemuasan saja memang sering dirasa cukup oleh para marketing, tapi belum tentu oleh target market lho! Kadang mereka tak terbayang apa yang akan terjadi setelah kita melakukan pemuasan kebutuhan tersebut dengan lebih jelas. Apalagi untuk produk atau jasa yang bersifat rumit atau tidak familiar di mata target market, rasanya tahap ini menjadi hal yang harus dilakukan juga, menjelaskan secara “visual” mengenai apa yang akan terjadi jika target tidak memuaskan kebutuhannya dan aoa yang akan terjadi jika target memuaskan kebutuhan tersebut. Teman saya berada di tahap ini saat kemudian dia mengatakan bahwa jika saya minum suplemen makan saya tidak akan cungkring lagi, akan jadi bohay dan lebih mantap (sebentar...baru sadar…berarti selama ini saya kurang ‘mantap’ yak??=D). Ini akan membuat saya secara tidak sadar membuat visualisasi tersendiri dari apa yang dia sampaikan. Dan tahap ini biasanya menjadi factor penentu apakah pesan mulai berhasil tersampaikan atau tidak.

5. Action (Tindakan)
Not action talk only…Hahaa..percuma telak jika semua tahap di atas tidak diakhiri dengan tahapan ini, tindakan. Teman saya mengakhiri penyampaian pesannya dengan sangat sempurna. Kalimat “Mau ya? Nanti aku kirim. Mau pesen berapa?” merupakan kalimat pamungkas yang cukup ‘memaksa’ saya untuk memesan suplemen tersebut padanya. Disini dia mendorong saya untuk membuat suatu tindakan, yaitu membeli. Dan tidak ada marketing manapun yang tidak tahu dengan pasti bahwa tujuan utama mereka adalah membuat target membeli produk atau jasa mereka. Tindakan yang dilakukan target ini terbentuk dari tahapan-tahapan yang tersusun secara rapi dan dilakukan dengan baik oleh teman saya tadi, dan seharusnya oleh para marketing perusahaan apapun.

Faktor psikologis memang merupakan hal yang agak sulit “dimasuki” oleh orang luar, tapi setiap marketing harus memiliki keahlian tersebut dalam menjual produk atau jasanya. Tahapan-tahapan di atas akan membantu para marketing untuk memasukinya. Semestinya sih jika dilakukan dengan baik maka target-target penjualan perusahaan rasanya kan selalu closing ya! Yah tapi kan memang tidak ada yang pasti di dunia bisnis, factor-faktor lain bisa saja mengganngu keberhasilan usaha tersebut. At least, apa yang dilakukan teman saya cukup berhasil tuh “memaksa” saya jadi tiba-tiba mencoba suplemen produski perusahaan MLM dia (lepas dari kenyataaan bahwa dia adalah teman baik saya dan saya tidak enak menbolaknya lho yak! Hahaaa..!=D)

Marketing to Family


Malu juga rasanya saat saya dan teman-teman dari Jakarta iseng jalan-jalan ke Lembang dua hari yang lalu dengan tujuan sebuah restaurant langganan kami di masa kuliah dulu. Gara-garanya saya bergumam dengan cukup keras (ehm, bukan bergumam donk ya namanya! Hehe!), “Tahu Lembang? Wah tempat apaan nih? Baru tau gw…”. Bukannya menjawab pertanyaan saya, mereka malah mentertawakan saya yang kalah dari mereka yang notabene orang Jakarta. “Tempat makan say! Tapi di dalemnya ada semacam fasilitas out bond-nya gitu, pokoknya arena keluarga banget deh!”, jelas salah seorang. Hmmm…pikiran saya langsung tertuju pada kata “arena keluarga banget deh”-nya. Dasar otak brand associate, tanpa sadar saya ‘menganalisa’ kenyataan tersebut dari kacamata strategy bisnis. Hahaaa…kacaw nih ujar saya dalam hati, masa lagi liburan masih mikirin binis! Daripada diturunkan di jalan karena ‘merusak’ atmosfer refreshing kami, saya pun mengurungkan niat untuk membahasnya dengan teman-teman dan menjauhkan otak bisnis dari pikiran saya.

Padahal kalau kita mau perhatikan ya, sekarang ini di Indonesia, dan di Bandung pada khususnya, bisnis yang memutuskan untuk menembak target market keluarga mulai menjamur dan sedang menjadi ‘trend’ di industry bisnis. Di Bandung saja kita bisa lihat ada berapa banyak jenis bisnis yang bergelut di bidang arena keluarga, atau paling tidak memberikan ruang bagi seluruh anggota keluarga di bisnisnya. Keluarga memang merupakan target market yang sangat menarik dan “basah” untuk ditembak. Di tengah kehidupan setiap individu di kota besar yang selalu disibukkan dengan aktivitas masing-masing individunya, jelas mereka memerlukan suatu tempat dimana seluruh anggota keluarga bisa refreshing bahkan berbelanja bersama-sama dengan nyaman.

Walaupun bisnis yang memiliki targetmarket keluarga ini terlihat sangat “empuk”,namun memerlukan strategy agar keluarga tersebut tertarik dengan apa yang perusahaan tawarkan. Apalagi dengan kenyataan bahwa banyak sekali bisnis yang bergerak di target market yang sama, maka perusahaan harus pintar-pintar menarik keluarga-keluarga tersebut. Menurut saya ada beberapa hal yang bisa dilakukan :

1. Dekati Ibu
Tidak bisa dipungkiri siapapun bahwa ibu adalah ‘ujung tombak’ dalam keputusan pembelian di rumah tangga manapun (kalau ada yang beda yah itu mah unusual lah yah!;p). Keperluan atau apapun yang dibutuhkan ibu, ayah hingga anak, ibu lah yang memutuskan. Ibu pula lah yang lebih mengetahui apa yang dibutruhkan, apa yang disukai dan apa yang sesuai dengan seluruh anggota keluarganya. Maka dari itu, mendekati ibu adalah kunci utama dalam meraih pasar keluarga. Untuk mendekati ibu bukanlah hal yang mudah namun juga bukan hal yang sulit. Berikan padanya manfaat-manfaat yang bisa didapatkan keluarganya dari produk atau jasa perusahaan, ibu akan lebih mudah didekati. Selain itu setiap ibu pada dasarnya sensitive dan senang sekali dengan keintiman. Disinilah perusahaan harus menciptakan hubungan yang berkelanjutan dengan si ibu. Program Customer Relation Management akan membuat ibu ‘terikat’ dan loyal dengan brand atau perusahaan kita.

2. Bujuk Anak
Anak-anak adalah mutiara keluarga. Apa yang dilakukan ibu dan ayah pasti lah untuk kebahagaiaan anak-anaknya bukan? Dalam keluarga, anak adalah hal terpenting yang harus diperhatikan. Hal ini biasanya membuat orang tua memanjakan mereka dan berusaha memenuhi segala macam kebutuhan dan keinginan keluraga. Disinilah celah bagi perusahaan untuk merebut pasar keluarga. Kenapa? Karena anak adalah ‘perayu’ terhebat dalam keluarga! Anak-anak mudah sekali untuk dibujuk atau dirayu untuk menginginkan produk atau jasa perusahaan. Mengerti betul karkater anak-anak dan tahu cara tepat ‘membujuk’ mereka, maka pasar keluarga ada dalam genggaman. Ibu sebagai ujung tombak pun biasanya mengacu pada keinginan anak dalam keputusannya.

3. Libatkan Ayah
Walaupun ayah lebih sering berada dalam barisan terakhir dalam keputusan pembelian dikeluarga, tapi jangan pernah berpikir bahwa ayah bukan sasaran yang harus diperhatikan ya! Bagaimanapun juga, ayah lah yang biasanya mengantarkan ibu atau anak membeli produk atau jasa yang diinginkan. Jika ayah malas mengantar ibu atau anak ke tempat usaha kamu karena merasa tidak ada yang bisa dilakukan disana selain menunggu dalam mobil, maka siap-siaplah kehilangan pasar keluarga. Memang cendering lebih mudah memadukan kepentingan ibu dan anak dariapad menghubungkannya dengan ayah. Namun tetap perusahaan harus pintar mencari celah dimana ayah bisa terlibat dan merasa betah berada di tempat usaha kamu.

4. Ciptakan Kebersamaan
Walaupun setiap anggota keluarga bisa memiliki arena atau kepentingan dan kebutuhan masing-masing yang mungkin saja disediakan di satu tempat semacam one stop shopping store, tapi akan jauh lebih baik jika perusahaan mampu menciptakan kebersamaan seluruh anggota keluarga. Sediakan satu arena atau beberapa kegiatan atau kebutuhan yang memungkinkan seluruh anggota keluarga terlibat pada saat yang bersamaan. Memang kegiatan out bond atau permainan-permainan yang diadakan khusus sebagai core business atau bahkan hanya sekedar pelengkapa dari core bisnis lainnya akan mampu menciptakan kebersamaan bagi seluruh anggota keluarga. Kebersamaan inilah yang sesunggguhnya dibutuhkan oleh setiap keluarga. Maka jika perusahaan bisa menciptakan hal tersebut di bisnisnya, maka pasar keluarga dan kesuksesan sudah tentu ada di depan mata.

Jika dipikir-pikir mungkin memang lebih menggoda menembak pasar keluarga ya daripada hanya focus pada satu segmen saja. Bayangkan, jika targetnya keluarga, itu berarti ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain bisa digarap semuanya sekaligus. Sangat efisien bukan? Hehee..selain itu juga pasarnya kan jadi lebih besar (sangat malah)!;p Tapi ya itu tadi…karena banyak perusahaan juga memikirkan dan terarik pada hal yang sama, maka pintar-pintarlah dalam menembak pasar keluarga.

Mar 16, 2009

Iphone, Antara Strategi, Persepsi dan Hasil

Entah apa yang harus saya katakan setelah beberapa teman mempertanyakan betapa mahalnya harga Iphone yang selama ini mereka tunggu-tunggu (setidaknya itulah persepsi mereka terhadap harga Iphone yang baru saja dirilis oleh salah satu provider yang saya terima melalui SMS). Sebetulnya dengan senang hati saya menjawapi complain tersebut namun yang jadi masalah adalah mereka mengetahui Iphone ini dan menjadi sangat tertarik karena saya yang mempromosikannya kepada mereka karena sering bertemu di tempat kerja hahaha., jadi ada semacam rasa bersalah gitu ketika kemudian paket harga yang dikeluarkan tersebut benar-benar di luar dugaan saya ha…ha.

Basically sih memang tidak ada masalah dalam peluncuran Iphone ini karena dari pertama mereka memang tidak pernah meliris harga dan paket yang ditawarkan sebelumnya. Dari promosi sms yang diterima hanya menyebutkan Iphone akan hadir di Indonesia berkerjasama dengan provider tersebut dan silahkan bagi yang ingin mendapkan Iphone pertama kalinya silahkan mendaftarkan diri via online, yah betul sampai sudut pandang diatas tidak ada masalah dari penawaran Iphone di atas.

Yang jadi masalah dengan harga yang menurut saya cuku mahal seperti yang sudah diliris tersebut, dengan cicilan berkisar 300 – 700 ribu dan dengan uang pangkal paling murah sekitar yah sekitar 2 atau tiga juta kalo tidak salah timbulah pertanyaan siapa sebetulnya yang menjadi target market Iphone ini? Penggunana BB khan? Pengguna Handphone High End Nokia atau High End merek lainnya? Atau pengguna HP low end yang tadinya berharap-harap bisa punya produk canggih sekelas Iphone? Dengan demikian banyaknya yang mendaftar dan beberapa kali menjadi liputan media terhadap keberhasilan menjaring demikian banyak pendaftar yang jumlahnya puluhan ribu, betulkah mereka kemudian akan membeli? Yah kalo yang saya kenal sih 100 persen batal semua membeli hehe karena rata-rata udah punya BB atau ga punya duit segitu dan tidak merasa harga Iphone sesuai dengan yang mereka pikirkan.

Dalam pemasaran segmentasi dan targeting adalah salah satu tools awal yang dilakukan untuk kemudian perusahaan memutuskan bagaimana produk ini diberi harga, dipromosikan dan sebagainya, di sini saya perhatikan (walaupun saya yakin untuk sekelas provider tersebut pasti sudah mempertimbangkan hal ini sedari awal, dan pasti punya pertimbangan strategis sendiri) pola dalam melakukan segmentasi dan targeting market untuk produk Iphone ini sepertinya terlalu seperti “Rambo”, hampir semua segmen “diundang” untuk mendaftar melalui online untuk memiliki Iphone sehingga kemudian timbul persepsi bahwa harga yang mungkin akan ditawarkan bisa di afford oleh mereka dari segmen market yang tidak tepat. Begitu tingginya harapan yang kemudian tercipta dibenak mereka untuk memiliki Iphone, hari ke hari ditunggu dengan berbagai berita yang positif bahwa harganya “pasti lebih murah dari luar negeri”, BOM kemudian meledaklah komentar komentar kekecewaketika harga Iphone dirilis. Bahkan sahabat saya yang tadinya saving untuk membeli Iphone akhirnya memutuskan batal dan mempertimbangkan membeli merek lain.

Ada beberapa hal yang ingin saya bahas secera ringan dari sudut pandang saya mengenai strategi ini terlepas dampak posisitif (ribuan calon pembeli) ataupun negatifnya setelah harga dipublish beberapa hari lalu (WOM kecewa), pertama adalah apa tujuan dari strategi komunikasi yang dilakukan ketika akan melaunching Iphone di Indonesia.

Pertama. Quantity
Yah tentu saja prinsip jika bisa menjual kesemua orang, kenapa harus membatasi menjual kebeberapa orang saja. Saya piker dengan kekuatan dana dan akses komunikasi yang dimilikinya mereka mungkin berpikir yah komunikasikan saja dengan gaya “Rambo” sehingga banyak orang yang akan tertarik dan mendaftar untuk memiliki Iphone dan memang sepertinya strategi ini tepat dan mungkin mencapai sasaran yang sudah dibuat dengan banyaknya pendaftar. Yah kemudian dampaknya menjadi seperti sekarang ini tentu saja akibat dari komunikasi “Rambo” yang dilakukan tersebut. Yah mungkin saja provider tersebut menggunakan asumsi sekian persen yang mendaftar tidak akan melakukan pembelian karena mereka mengetahui harga yang ditawarkan mungkin tidak akan bisa diterima oleh pendaftar tersebut. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah provider tersebut sudah juga memiliki asumsi WOM negative yang akan muncul akibat strategi ini?

Kedua. Liputan Media
Pintar, pintar sekali menurut saya strategi dengan tidak membuka harga pada awal promosi Iphone ini, apalagi ditambah dengan dibukanya pendaftaran secara online, provider tersebut bisa mengeruk dua keuntungan sekaligus, database dan liputan media dari banyak database pendaftar untuk memiliki produk Iphone tersebut. Cukup banyak rasanya media yang membahas peluncuran produk Iphone ini ataupun Iphone itu sendiri dan tentu semuanya gratis bagi provider tersebut sehingga bila dihitung dengan uang, nilai publisitas yang dihasilkan mungkin sangat besar bagi provider tersebut , yah baik itu negetif maupun posisitif tentunya hehehe. Intinya dulu orang membicarakan provider tersebut karena akan mengeluarkan Iphone, sekarangpung masih akan membicarakannya karena kebijakan harganya.

Ketiga. Customer
Yah iyalah kalo yang ini sih, ga perlu dibahas juga sepertinya semua orang tahu apa tujuan dari peluncuran produk baru, yang kemudian jadi pertanyaan siapa yang ditarget? Melihat fungsi, rasanya kalo bagi saya Iphone hanya akan menjadi second phone bilapun saya membelinya (ini pendapat saya loh) karena fungsi multimedia dan kerennya hahaha, kalo untuk fungsi telepon, sms, internet rasanya kok blackberry masih yang paling saya cintai yah, jadi bila dikatakan akan mengakusisi pengguna handphone high end baik itu BB maupun lainnya menurut pendapat saya masih tidak akan semudah itu karena fasilitas untuk mengetiknya harus touch screen dan bandwithpun masih dibatasi jika merujuk dari paket yang disediakan. Jadi siapa customernya? Yah siapapun customernya, peningkatan penggunanan adalah salah satu target utama dari strategi ini, yah memang target utama adalah new user dan akusisi pelangganan provider lain, bila hanya mengkanibal pelangganan sendiri tentu secara matematis provider tersebut hanya akan diuntungkan dari penjualan Iphone dan paket setahun yang ditawarkan.

Keempat. Pride
Siapa yang tidak bangga menggandeng brand besar seperti Iphone? Produk yang sangat terkenal karena kretivitasnya dengan ribuan atau bahkan jutaan loyalis. Sebagai brand terbesar, tentu tidak salah berbangga mengandeng Iphone di Indonesia, secara brand image merek keduanya bertemu di tempat yang tepat sehingga menimbulkan kebanggaan tersendiri dengan menghadirkan Iphone.

Ok keempat hal diatas secara umum mungkin menjadi sasaran dari strategi komunikasi yang dilakukan provider tersebut dalam peluncuran Iphone di Indonesia, yang kemudian ingin sedikit saya bahas juga adalah apa yang harus dilakukan ketika dampak dari komunikasi yang dilakukan ternyata memiliki efek negative berupa kekecewaan calon pelanggan maupun pelanggan yang sudah menaru harapan terlalu besar kepada untuk memiliki Iphone?

Pertama. Komunikasi
Yah lakukanlah komunikasi dengan segera. Calon konsumen Anda sudah pasti menunggu-nunggu mengapa apa yang mereka pikirkan tentangn Iphone tidak sesuai dengan harapan mereka (kadang saya juga bingung sih kok harapan ini bisa muncul dibenak saya dan beberapa orang yang saya kenal yah), di isni saya memberikan catatan komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi yang soft dan lebih bisa menyentuh sisi emosional calon pelanggan maupun pelanggana provider tersebut yang sudah terlanjur kecewa, bukan komunikasi dengan sifat arogansi seperti tetap mengatakan harganya Iphone murah, terserah pembeli mau memutuskan seperti apa ataupun tidak berkomunikasi sama sekali.

Sejujurnya walapun tidak mau berkomunikasi saya tidak melihat dampak yang terlalu siginifikan terhadap brand provider tersebut ataupun penjualan dalam jangka pendek karena memang secara kualitas produk mereka tetaplah yang terbaik dari sisi jangkauan dan sinyal.

Kedua. Revisi Penawaran
Bisa saja komunikasi paket harga yang dikeluarkan beberapa hari ini menjadi bahas studi dan riset bagaimana reaksi pasar terhadap paket tersebut dan melakukan revisi dari hasil riset tersebut. Diberbagai media dan riset individu rasanya dalam satu dua hari ini akan bisa menghasilkan gambarang mengenai paket harga yang ditawarkan, yah tentu sangat terburu-buru sekali, tapi itulah bisnis khan, why not? Daripada ke depannya perusahaan menanggung kerugian secara materi dan image alangkah strategisnya bilan kemudian dalam waktu singkat perusahaan memperbaiki strateginya. Yah tentu dalam hal ini dibutuhkan beberapa penyesuaian dalam eksekusi program yang sudah dibuat.

Ketiga. Content Layanan
Mungkin provider tersebut bisa memperbanyak content layanan yang bisa didapet dengan paket harga yang sudah dikeluarkan sebagai tambahan fasilitas dan bonus yang didapat seperti penambahan menit untuk melakukan telepon, jumlah sms gratis, besarnya bandwith, undu brt gratis, diskon pembelian accesoris Iphone dan sebagainya sehingga angka yang dipatok menjadi worthy.

Penambahan content layanan ini juga menjadi fasilitas tersendiri hanya bagi pemiliki Iphone sehingga mereka merasa dimanjakan dengan berbagai layanan yang menarik dan istimewa khususnya untuk mereka yang pada akhirnya nilai ini akan setidaknya memberikan pengaruh terhadap nilai uang yang akan dan sudah dikeluarkan untuk memiliki Iphone.

Pada akhirnya, tetap saja saya penggunana produk provider tersebut hehehe, beli atau tidak beli Iphone tidak didasarkan pada saya ingin atau akan penggunakan Iphone atau tidak karena secara fungsional Iphone dari dulu tidak menarik buat saya karena tidak ada keyboard untuk mengetik, namun karena pertimbangan “saya pikir bakal murah hehehe” eh ternyata mahal. Yah inilah persepsi, kalo sudah terbentuk sulit untuk dirubah. Semoga celoteh ringan ini bermanfaat.

Measure Customer Satisfactions


Jika suatu perusahaan sudah membicarakan mengenai konsumen, pasti saja akan kompleks ceritanya. Salah satu yang banyak dibicarakan adalah customer satisfaction. Semua perusahaan yang berorientasi pada konsumen pasti akan sibuk di buatnya jika sudah mendengar kata consumer dissatisfaction!! Apalagi saat ini, dengan banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang sejenis, waduh kayanya yang namanya customer satisfaction sudah menjadi suatu produk pelengkap saja!!

Dua kata, customer satisfaction yang di jelaskan sebagai persepsi konsumen atas performance produk atau jasa dalam memenuhi harapan mereka ini bisa di gambarkan bahwa jika persepsi mereka lebih dari yang mereka harapkan maka terjadi sangat satisfaction, dan jika ternyata apa yang mereka harapkan tidak sesuai dengan apa yang mereka dapatkan maka akan terjadi dissatisfaction.

Lantas apa yang harus Anda lakukan agar membuat konsumen Anda merasa PUAS?? Ukurlah tingkat kepuasan mereka, apakah yang mereka inginkan sudah sesuai dengan persepsi mereka. Meskipun pada umumnya persepsi akan bernilai lebih besar dibandingkan dengan kenyataannya, namun dengan melakukan pengukuran ini, Anda tahu berada di mana tingkat kepuasan mereka.

Lalu siapa yang melakukannya?? Anda!! Jika Anda merasa tidak mampu untuk mengukur nya sendiri, Anda bias menggunakan jasa riset consultant untuk membantu Anda, menyelesaikan masalah pemasaran ini. Namun jika Anda tidak mempunyai uang untuk membayar jasa mereka, mungkin gambaran di bawah ini dapat membantu Anda melakukan pengukuran terhadap tingkat kepuasan konsumen.

Apakah anda mengetahui, bahwa sudah dua dasawarsa ini banyak artikel ataupun buku yang membahas mengenai variable yang dapat mengukur customer satisfaction?? Dan baru-baru ini Handi Irawan menjelaskan driver apa saja yang dapat mengukur customer satisfaction.

Driver pertama, Product Quality.

Kalau sudah berbicara mengenai kualitas produk, maka saya bilang itu sih udah MESTI banget!! Sekarang ini konsumen semakin selektif untuk memilih suatu produk. Sebentar-sebentar konsumen tiba-tiba pasang artikel di Koran yang berjudul “SAYA TIDAK PUAS DENGAN KUALITAS PRODUK ‘A’”. Tentu Anda sebagai yang em-punya produk itu tidak mau bukan, tiba-tiba di kejar-kejar wartawan untuk klarifikasi, kemudian harus sibuk dengan strategi bagaimana membuat consumer percaya lagi.

Ada 6 variabel yang perlu di ukur pada product quality.

Performance.
Variable ini menyangkut fungsi utama dari suatu produk. Konsumen akan sangat kecewa jika harapan mereka pada variable ini tidak dapat dipenuhi. Bayangkan saja, bagaimana jika Anda mendapat complain dan minta ganti produk lain dari konsumen Anda yang membeli AC. Sudah jelas bahwa dia membeli AC sebagai pendingin ruangan, lalu kemudian AC tersebut kurang dingin, atau isinya cuma angina doing. (pasti Anda bt bukan?!). Setiap produk memiliki performance yang bisa saja berlainan, tergantung dari “functional value” yang dijanjikan oleh perusahaan itu sendiri. Misalnya obat untuk kemanjuran, telepon untuk komunikasi jarak jauh, dll.

Reliability
Reliability menunjukkan bahwa probalitas produk, gagal menjalankan fungsinya. Misalnya Anda sebagai perusahaan selular, mengeluarkan produk yang sinyalnya hanya ada di luar ruangan, kemudian produk tersebut di beli oleh konsumen Anda, dan dia merasa rugi telah membeli. Jika konsumen tersebut melakukan complain, saya rasa itu akan menjadi feedback untuk Anda, tapi bagaimana jika dia melakukan wom negative?? Saya rasa, saat ini Anda sedang gigit jari. Hehe..

Feature
Jika Anda adalah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi. Anda harus bergerak pesat seperti teknologi yang cepat berkembang pula. Lihat saja Nokia, mobile phone yang paling sering mengeluarkan produk baru dengan feature baru. Pada umumnya kepuasan konsumen terhadap feature ini selalu berhubungan dengan harga. Hampir selalu terjadi pada seluruh jenis produk, bahwa setiap penambahan feature, maka harganya akan naik pula. Apa yang menyebabkan harga Nokia seri 3 dengan seri 6, yakni feature yang berbeda, dan bagaimana dengan harga yang ditawarkan?? Jelas lebih mahal pula. Yang termurah dengan fitur yang biasa saja hingga yang termahal dengan feature yang semakin lengkap. Oleh karena itu strategi segmentasi sangat penting ditentukan sejak awal. Fitur yang semakin canggih dan mengakibatkan harga yang melonjak mahal, bisa membuat konsumen menengah bawah menjadi tidak puas terhadap total kepuasannya. Dan begitu pula sebaliknya, untuk konsumen menengah atas yang kurang sensitive terhadap harga akan merasa tidak puas, jika produk tersebut tidak memiliki banyak fitur, meskipun secara performance dan reliability sudah baik.

Durability
Pada umumnya tingkat keawetan suatu produk menunjukkan kualitas dari produk tersebut. Konsumen Anda tentu akan merasa puas, jika membeli produk Anda dan ternyata produk itu tahan lama.

Consistent
Sejauh mana produk Anda mempunyai standar sesuai yang telah ditetapkan. Jika Anda perusahaan yang mengeluarkan produk makanan, tentu rasa dari produk tersebut harus selalu konsisten, jangan sampai hari ini rasanya terlalu asin, dan besok terlalu pedas, maka jika hal ini terjadi tentu konsumen tidak akan merasa puas.

Desain
Handy Irawan memasukkan variable ini ke dalam variable emotional, karena variable ini sangat unik, banyak factor yang di dalamnya berhubungan dengan emotional konsumen.


Drive kedua, Price.

Bagi konsumen yang sensitive terhadap harga, biasanya harga yang murah, merupakan salah satu factor kepuasannya terhadap suatu produk, karena konsumen tersebut akan memperolah value for money dari produk yang sudah di beli. Tapi variable ini bisa jadi tidak terlalu penting untuk konsumen yang tidak sensitive terhadap harga.

Driver ketiga Service Quality.

Pada service quality, ada tiga hal, yaitu system, teknologi, dan manusia. Disini manusia memiliki peranan hingga 70%. Oleh karena itu biasanya service quality ini sulit untuk ditiru, karena banyak berhubungan dengan sumber daya manusia. Dalam mengukur service quality, sudah tersedia alat ukurnya, yang dikenal dengan nama servqual. Kita hanya perlu mengubahnya sesuai keperluan, karena dimensi yang terdapat didalamnya sudah mewakili.

Driver keempat Emotional Factor.

Untuk beberapa produk yang berhubungan dengan gaya hidup biasanya driver ini sangat penting. Misalnya Anda menjual produk mobil Jaguar seri 2009, maka orang yang membeli-nya pun memiliki emotional yang tinggi. Akan menunjukkan tingkat social dari konsumen tersebut. Kemudian konsumen Anda sangat puas dengan membeli produk jam tangan seharga Rp. 100 juta, karena mereka mendapatkan emotional value. Dengan memiliki jam tersebut, ada rasa bangga, menjelaskan bahwa dia adalah seorang executive muda sukses, dll.

Driver kelima access.

Konsumen Anda tentu akan sangat puas, jika dengan mudahnya mendapatkan produk yang Anda jual, dengan layanan yang berkualitas pula. Lihat saja Bank BNI yang mempunyai mesin ATM yang sangat banyak di suluruh penjuru Indonesia, dan mudah ditemui. Ini memudahkan konsumen-nya yang memerlukan fasilitas penarikan uang pada saat yang tidak terduka.

Sekarang tinggal Anda membagi setiap bobot dari kelima driver di atas, sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda.

Siapa yang Tidak Mau Profitnya Bertambah?


Coba tanya kepada seluruh pengusaha atau pelaku bisnis dimanapun, apa yang menjadi tujuan atau keinginan utama mereka dalam bisnis atau usaha yang tengah mereka kelola? Memang akan keluar banyak sekali jawaban yang berbeda, tapi saya jamin jawaban utamanya adalah peningkatan penjualan. Walaupun peningkatan penjualan itu belum tentu selaras dengan peningkatan keuntungan, tapi rata-rata yang mereka maksud ya pokoknya mereka untung deh! Padahal kan kalau mau dijabarkan, meningkatnya penjualan belum terntu juga profit-nya meningkat, karena walaupun penjualan meningkat tapi jika factor-faktor lain ternyata membutuhkan pengeluaran yang sangat besar, yang ada bukannya untung malah bisa buntung. Let say penjualan bulan Januari meningkat sebesar Rp. 100.000.000, tapi setelah dihitung ternyata biaya operasional, promosi dan marketing bulan Februari sampai ke angka Rp. 125.000.000. Untung apa buntung nih?? Naaah…kelihatan kan bahwa peningkatan penjualan itu nggak sama lho dengan peningkatan profit!

Sebagai partner perusahaan yang memiliki core competency dalam bidang branding dan marketing, sebenarnya profit bukanlah “tanggung jawab” kita secara langsung, karena tujuan kita salah satunya hanyalah peningkatan penjualan. Tapi sebgai partner yang professional sih seharusnya kita juga bisa “bertanggung jawab” dalam peningkatan profit juga. Lagipula kedua hal itu kan mempunyai keterkaitan yang sangat besar sebenarnya, apalagi jika kita tilik-tilik (duh , saya kesulitan mencari bahasa Indonesianya nih! Hehe!;p) yang terpenting justru adalah peningkatan profit donk ah!

Maka dari itu ada baiknya jika kita juga bisa menempatkan peningkatan profit itu di plan dan Key Performance Indicator (KPI) yang kita buat untuk perusahaan. Kebetulan saya sempat mengikuti seminar yang Tanadi Santoso di Bandung, yah memang judulnya sih Leading Change, tapi disana saya juga mendapat pengetahuan mengenai beberapa hal yang mendadi factor dalam pertumbuhan atau peningkatan profit (keuntungan).

1. Relevant Market Segmentation
Maksudnya disini sudah jelas lah ya, perusahaan harus menentukan atau mempunyai segmen pasar yang tepat. Tepat disini diartikan tepat dari sisi demografis, psikografis, maupun gaya hidup. Salah segmen berarti salah besar, karena berarti akan salah dalam perencanaan marketing atau branding, salah dalam pengelolaan atau operasional perusahaan, salah semua deh! Fatal akibatnya! Misalnya ya, perusahaan mengeluarkan produk Pewangi Pakaian, terus segmentasi pasarnya nembak laki-laki usia produktif di perkotaan. Ya mungkin saja sih ada yang beli, tapi berapa banyak? Berapabanyak laki-laki usia produktif yang mencuci pakaiannya sendiri? Di perkotaan pula! Kalau nggak dicuciin ibunya, pembantunya, paling banter ya ke laundry. Mereka nggak punya waktu untuk untuk nyuci atau beli pewangi pakaian donk, lagipula image laki-laki yang nggak seharusnya mengerjakan pekerjaan wanita (nyuci identik sekali dengan pekerjaan perempuan kan!) sepertinya akan sangat mempengaruhi. Nah itulah sebabnya walaupun kita berniat untuk melebarkan pasar, atau menggarap pasar baru yang kita pikir terobosan baru nih, tapi jangan sampai salah deh dalam menentukan segmen pasar ini.

2. Strong Competitors Differentiation
Ini dia yang biasanya paling ‘cepat’ mendatangkan profit. Apa hubungannya? Ya banyak lah! Bisa kita lihat bahwa perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah berjalan begitu pesat, hal ini menimbulkan persaingan yang begitu ketat juga antar perusahaan. Kategori bisnis yang kita jalankan pasti mempunyai saingan yang banyak pula, dan hal ini tidak mungkin bisa dihindari. Lalu bagaimana cara kita memastikan target market menoleh dan memilih produk kita jika begitu banyak pilihan? Salah satu jawabannya adalah diferensiasi yang sulit disaingi oleh competitor kita. Setiap perusahaan sekarang ini mudah sekali menghadirkan sesuatu yang mereka klaim sebagai diferensiasi, tapi pertanyaan selanjutnya, apakah mereka yakin diferensiasi tersebut tidak akan ada di produk competitor esok harinya? Usahakan sebisa mungkin untuk membuat diferensiasi yang sulit untuk ditiru atau disaingi oleh pesaing. Jika ada istilah bajak membajak atau plagiator, dalam dunia bisnis, meniru atau menyaingi differensiasi competitor menjadi sah untuk dilakukan sepanjang legal. Jadi buatlah diferensiasi yang kita yakin pesaing tidaka kan mampu meniru ataupunmenyaingi. Dijamin targetmarket akan lebih memilih produk kita, yang artinya penjualan meningkat, yang artinya lagi profit meningkat juga donk.

3. Clear Customer Value Positioning
Seperti kita ketahui setiap produk atau perusahaan pasti memiliki positioning yang ingin ditanamkan dalam benak target marketnya. Positioning sering kita sebut dengan janji adalah sesuatu yang benar-benar merepresentasikan dan harus dapat terpenuhi oleh produk atau perusahaan tersebut. Selain itu ositioning kita juga harus jelas dan diakui oleh target market, terutama customer kita. Harus jelas, karena kamu tidak mau kan kalau target market mempersepsikan produk kamu A padahal yang ingin kamu sampaikan atau tanamkan adalah B. Misalnya nih, produk perusahaan kamu adalah Coffe Shop. Kamu ingin menanamkan positioning bahwa Coffe Shop kamu sangat elegan dan ekslusif, sementara positioning yang tertanam di benak mereka adalah fun dan ceria. Setelah ditelusuri ternyata semua elemen yang berhubungan dengan pembentukan positioning tersebut tidak mendukung sama sekali. Misalnya ternyata design interiornya malah warna warni, perabotnya simple, pegawainya santai dan ceria, dll. Bagaimana mungkin customer akan mengakui bahwa positioning kamu benar jika kenyataannya berlawanan kan? Selain itu, positioning juga harus mempunyai value atau nilai bagi customernya. Pemberian nilai bagi customer ini tentu juga akan memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan pembelian. Jika customer merasa positioning produk atau perusahaannya jelas, diakui dan menadung value, tentu penjualan juga kan meningkat, dan profit pun dipastikan akan meningkat pula.

4. An Ability To React Effectively To Market Discontinuities
Tidak ada yang pasti di dunia ini, begitu pun dalam dunia bisnis. Segala sesuatunya bergerak dan berputar tanpa bisa dicegah. Perkembangan teknologi, pengetahuan, trend, bahkan pergantian kebijakan politik secara signifikan membuat perubahan juga di dunia bisnis. Perubahan ini jika tidak disikapi dengan baik dan benar maka akan memungkinkan perusahaan “schock” dan bahkan terpuruk. Sebagai perusahaan yang professional, kita harus memiliki kemampuan untuk bereaksi secara efektif bila terjadi perubahan di pasar. Harus efektif karena kan percuma kita beraksi jika tidak berguna dan tidak tepat. Namun untuk dapat memiliki kemampuan seperti itu memang dibutuhkan proses dan waktu yang kadang tidak sebentar. Yang penting adalah setiap terjadi perubahan di pasar, kita segera berbuat sesuatu yang betujuan ‘mengikat’ pelanggan yang sudah ada dan menarik perhatian customer baru. Jika perusahaan kita dilihat mamapu menghadapi berbagaiperubahan dengan baik, maka penjualan produk pun tidak akan menjadi turun, bahkan dengan respect mereka bisa saja penjualan dan profit perusahaan meningkat.

Jika kita lihat lagi, semua factor di atas sesungguhnya tidak sulit untuk dilakukan oleh perusahaan jikai ngin mendapatkan profit yang terus meningkat. Sekarang sih tinggal tergantung perusahaanya, mau bersungguh-sungguh nggak meningkatkan profit perusahaan?

Meladeni Para "Wannabe" ,
Should We?


Dalam proses marketing yang baik, langkah segmentasi yang berakhir pada penetapan target market merupakan hal yang wajib dilakukan. Singkatnya kita tidak mungkin bisa memiliki sales yang sustainable tanpa tau mau berjualan kepada siapa.

Kondisi bisnis sekarang ini dibagi menjadi 3 pelaku bisnis.

Yang pertama adalah mereka kelompok "well-knowledge" yang sudah paham betul mengenai konsep pemasaran dan bagaimana cara melakukannya. Kelompok pebisnis ini tentu dilatarbelakangi oleh orang2 yang well educated, seperti perushaan berbasis internasional, tenaga ekspatriat atau lulusan luar negeri.

Kelompok kedua adalah mereka yang mengetahui konsep marketing secara teori baik dari buku atau bangku kuliah, tetapi memiliki hambatan dalam melaksanakannya baik dalam hal konsistensi pribadi, maupun lingkungan budaya seperti culture bisnis keluarga.

Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok pebisnis terbanyak di negara kita, yaitu mereka yang tidak mengetahui cara berjualan yang tepat, bisa jadi mereka mengandalkan insting untuk menjadi sukses atau bahkan selalu gagal dalam bisnis.

Pembahasan mengenai market "wannabe" hanya berlaku bagi mereka yang sudah menjalani pola marketing yang benar. Dalam hal ini masuk dalam kategori bisnis Pertama. Yaitu telah memiliki target market yang selama ini dilayani.

Lalu apa yang dimaksud dengan target market "wannabe"?
Para "wannabe" adalah mereka yang berada tepat di bawah posisi target market yang kita bidik, dalam hal ekonomi/ daya beli. Kelompok "wannabe" adalah sekumpulan orang yang "ingin menjadi" dan "ingin melakukan" sama seperti kelompok target market.

Contohnya saja adalah tas-tas branded LV atau Channel yang memiliki target market di Indonesia kalangan sosialista. Di bawah mereka ada banyak para "sosialista wannabe" yang juga mati-matian ingin menggunkan brand-brand tersebut. Itulah mengapa jika anda tau banyak sekali edisi kw1 hingga sekian yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan dunia.

Tapi tentu bukan strategi pembajakan yang akan saya bahas lebih jauh. Berikut merupakan berbagai hal mengenai kelompok "wannabe" yang perlu kita tahu :
  1. Jumlah mereka yang lebih banyak dari jumlah target market kita sendiri. Itulah mengapa kelompok ini sangat sayang untuk diabaikan
  2. Keingintahuan mereka yang sangat besar mengenai produk, bahkan melebihi antusiasme dari target market kita sendiri
  3. Memiliki kemampuan penyebaran WOM yang tinggi, apalagi setelah mereka berhasil mengkonsumsi produk, tingkat kepuasan mereka akan lebih tinggi, dan kebanggaan mereka dijadikan sebagai "cerita" ke lingkungan yang luas
Lalu apa saja strategi meladeni mereka tanpa harus kehilangan positioning kita terhadap target market yang sesungguhnya? Berikut beberapa strategi yang bisa dilakukan :
  1. Buatlah varian / jenis yang memiliki spesifikasi lebih rendah. Contohnya adalah handphone Nokia yang memiliki varian dari yang paling sederhana hingga kompleks. Mereka yang tetap ingin bergengsi menggunakan Nokia bisa memilih jenis yang paling sederhana. Atau contoh lainnya adalah sikat gigi Oral-B yang juga memiliki beragam varian dari yang paling sederhana hingga berteknologi terkini.
  2. Kecilkan packaging! Banyak orang dari kelompok "wannabe" yang ingin mencoba. At least kalau ditanya temannya mereka bisa menjawab pernah mengkonsumsi. Hal ini cukup bisa mengangkat "gengsi" mereka. Atau cara memperkecil ukuran/packaging ini juga bisa ampuh untuk kelompok "wannabe" yang membeli sekali-sekali saja (kalau lagi ada uang) atau perputaran uang mereka terbatas. Baru-baru ini Pringles melakukan strategi ini dengan mengeluarkan packaging kecil, bukan lagi dari bahan kaleng. Hal ini juga merupakan strategi untuk menghadapi daya beli masyarakat yang semakin menurun. Produk-produk yang menggunakan kemasan seringkali melakukan strategi ini seperti minuman, sabun cuci, deterjen, dll
  3. Diskon tahunan. Diskon tahunan merupakan momen terbesar para kelompok "wannabe" untuk mendapatkan barang-barang yang mereka incar. Inilah mengapa pada saat diskon tahunan brand-brand tertentu selalu ramai dan penuh sesak. Pemilik brand tentu memanfaatkan moment ini untuk menghabiskan stok barang mereka yang sudah ketinggalan jaman, yang tidak mungkin dibeli oleh target market; kepada mereka para kelompok "wannabe".
Jadi Anda tidak melupakan para kelompok "wannabe" ini kan? Karena walaupun daya beli mereka di bawah target market anda; jumlah dan antusiasme mereka sangat besar. Mereka dapat dijadikan target market sekunder yang dapat menambah income anda tentunya.
Iklan = Lihat Karakter Perusahaan


Salah satu acara televisi favorite saya di akhir pekan salah satunya adalah ‘John Pantau’. Acara yang sangat menarik dan lucu untuk ditonton. Menarik karena menyuguhkan konsep atau materi yang sebenarnya cukup ‘berat’ namun dikemas sedemikian rupa sehingga terkesan sangat santai. Lucu karena memang pembawa acara dan reaksi dari narasumber seringkali membuat saya tertawa. Long week end kemarin pun saya sempat menontonnya, cukup menarik perhatian saya, sempat ada satu scene yang membuat saya menggeleng-gelengkan kepala. Saat itu kebetulan yang dibahas adalah mengenai iklan lowongan kerja bohong atau palsu atau penipu atau apalah istilah yang lebih tepatnya (ssstt…jangan bilang-bilang ya kalau saya juga pernah jadi “korban”nya). Jadi begini, di Koran atau situs-situs lowongan kerja kan suka ada tuh yang iklannya sih bilang butuh karyawan untuk posisi administrasi lah, public relations lah, sekretaris lah, dan berbagai posisi lain yang menarik hari para pelamar kerja. Namun saat mereka datang untuk interview atau tes, ternyata mereka malah disuruh membeli produk perusahaan tersebut seharga ratusan ribu terlebih dahulu, dengan iming-iming bahwa jika mereka berhasil menjual produk perusahaan sejumlah tertentu, mereka akan dipertimbangkan untuk menjadi karyawan.

Bisaaaaa saja tuh perusahaan “nipu”nya ya! Yang lebih lucu lagi ketika si John mengkonfirmasi hal tersebut kepada manager salah satu perusahaan yang menayangkan ‘iklan palsu’ itu, dengan diplomatisnya dia menjawab “Coba Mas lihat, mana ada sih sekarang ini iklan yang nggak bohong?”…Dan reaksi pertama saya adalah : “Whaaaat??”…Hahaaaa…lucu sekali manager itu! Ketimbang berdiplomasi dengan pintar, dia malah membuat nama perusahaanya semakin terlihat buruk dimata masyarakat. =D

Memang bukan manager tersebut sih yang menarik perhatian saya kemudian, tapi dari jawaban tersebut saya jadi berpikir mengenai ‘kejujuran’ sebuah iklan. Masa dia bilang semua iklan sekarang ini bohong hanya dengan mencontohkan beberapa macam iklan yang lebih tepat dibilang hiperbola. Dari situ saya juga jadi berpikir sebenarnya iklan seperti apa sih yang harus diambil atau dibuat oleh perusahaan dalam mengkomunikasikan sesuatu kepada public?

1. Iklan Jujur
Seperti judulnya, iklan ini memang harus benar-benar memberikan informasi yang jelas dan lugas tanpa mengandung unsure ambigu atau berpotensi menimbulkan perbedaan persepsi. Sebagai warga Negara yang baik sih saya rasa-rasanya akan lebih memilih dan menganjurkan iklan jenis ini ya pada perusahaan. Keuntungan iklan ini diantaranya adalah: Target dapat dengan mudah dan jelas menangkap maksud dari pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut.

Image perusahaan yang terbentuk di public adalah perusahaan yang jujur sehingga kredibilitas perusahaan tetap terjaga karena “berjalan” di jalur yang seharusnya Publik akan lebih menghargai dan percaya pada perusahaan dimasa yang akan datang. Kekurangan iklan jenis ini yaitu agak sulit untuk membuat iklan tersebut menarik dan berbeda dari iklan-iklan lain karena perhatian public lebih mudah dicuri denagn sedikit ide hiperbola yang justru biasanya mengurangi esensi jujur tersebut. Contoh nyata dari iklan jenis ini adalah iklan-iklan pemerintah atau layanan masyarakat.

2. Iklan “Pintar”
Nah, kebanyakan iklan sekarang ini ya iklan jenis ini. “Pintar” dalam memainkan kata, bahasa, gambar dan konsep hingga materi iklan yang akan diluncurkan. Para agency advertising sekarang ini memang jago-jago nih dalam membuat iklan ‘pintar’ ini! Hehee! Biasanya suatu konsep dijadikan sangat hiperbola (berlebihan) atau di lain sisi bisa juga dengan merangkai kalimat yang menggoda yang mengandung banyak pengertian. Iklan-iklan provider handphone sekarang ini menjadi contoh paling mudah untuk mencari iklan jenis ini. Sering kita lihat kan mereka berlomba-lomba menawarkan benefit yang sangat menggiurkan, telfon Rp. 0 seharian lah, sms gratis lah, tapi tanpa kita sadari di balik semua bujukan itu ada banyak ketentuan yang harus dipahami terlebih dahulu oleh konsumen untuk mendapatkan benefit tersebut (dan hal itu jarang diekspos di iklan-nya lho!). Salah? Tidak! Bohong? Nggak juga sih! Tapi tetap saja saat public mengetahui yang sebenarnya, maka mereka akan merasa kecewa juga. Jika sedang apaes, mereka bisa asaja menilai iklan itu bohong.

Iklan jenis ini memang lebih banyak digunakan karena :
Lebih mudah menarik perhatian target, Area kreativitas lebih terbuka lebar dalam membuat iklan jenis ini Namun kekurangannya ya itu tadi, konsumen bisa saja jadi merasa dibohongi saat menemukan bahwa iklan yang diterima tidak “sepenuhnya” benar sehingga berdampak terhadap image perusahaan yang akan terbentuk.

3. Iklan Bohong
Ini nih, iklan yang dibahas di John Pantau kemarin, iklan ini juga nih yang pernah saya dapat beberapa tahun yang lalu. Ya namanya juga iklan bohong, ya isinya juga menipu. Beda dengan iklan ‘pintar’, iklan ini ya jelas-jelas membodohi atau menipu publik. Biasanya iklan seperti ini dipilih perusahaan karena mereka menyadari bahwa jika mereka mengkomunikasikan yang sebenarnya, public tidak akan tertarik dan iklan akan menjadi sia-sia. Hmmm…walaupun perusahaan masih bisa berkelit atau mencari alasan untuk keputusan ini, tapi saya sih sangat menyarankan apapun pertimbangnnya, jangan pernah melakukan iklan ‘bohong’ seperti ini.

Kerugian memasang iklan jenis ini jelas sekali, diantaranya :
Konsumen merasa ditipu dan tidak akan pernah percaya lagi pada perusahaan yang akhirnya berakibat pada image yang buruk dan hancurnya kredibilitas perusahaan. Karena jelas-jelas melanggar ketentuan periklanan, jika diketahui oleh pihak yang berwajib (Kepolisian atau Departement terkait) maka perusahaan terancam dihukum atau didenda. Maaf-maaf nih ya, tapi sampai sekarang kok rasa-rasanya saya masih belum bisa menemukan keuntungan atau kelebihan pemilihan jenis iklan ini ya! Hehee..! Mungkin kamu bisa? ;p

Well, semuanya kan pada dasarnya kembali pada keputusan perusahaan dalam memilih dan menentukan iklan jenis mana yang akan dibuat untuk mengkomunikasikan hal-hal yang perlu public tahu tentang perusahaan atau produknya kan. Hal yang tidak boleh dilupakan sebelum prose situ adalah bahwa perusahaan kamu laho yang dipertaruhkan disini. Masa hanya karena ‘salah’ bikin iklan, perusahaan jadi jelek dimata public. Hiiii…amit-amit yak! Heheee!

BELIEFING IS EVERYTHING


Sebagai seorang konsumen, kita pasti ingin mengkonsumsi produk yang terpercaya dan pasti yang terbaik bagi kita, apapun bentuk produknya. Secara tidak langsung, keinginan konsumen ini menjadi peer bagi setiap perusahaan untuk terus mengembangkan produknya, meraih kepercayaan konsumen sehingga konsumen mau membeli produknya dan membuat aktivitas yang tentunya akan mendorong selling dai produk tersebut.

Pembentukkan citra merek sehingga menjadi ciri khas tertentu membuat setiap perusahaan rela menegluarkan banyak cost untuk aktivitas ini. Sebenarnya kenapa ya setiap perusahaan berlomba-lomba meraih kepercayaan konsumen?Padahal untuk produsen-produsen raksasa yang produknya dikonsumsi jutaan orang, pasti sudah barang tentu akan mendapat kepercayaan dari konsumen.

Coba kita kilas balik ke beberapa tahun yang lalu, saya ambil contoh jasa seorang dokter. Beberapa puluh tahun yang lalu, seorang dokter pasti akan banyak dikunjungi orang. Bahkan para pasien rela mengantri berjam-jam dan mambuat appointment dengan dokternya supaya bisa langsung ditangani oleh dokternya. Tapi zaman sekarang, persaingan antar dokter sudah semakin ketat. Belum lagi adanya dokter lulusan luar negeri yang mungkin “lebih dipercaya” dibandingkan dengan dokter lulusan dalam negeri, bukan hanya itu dokter-dokter umum tampaknya sudah semakin tergeser posisinya oleh dokter-dokter spesalis, dan persaingan semakin ketat ketika pengobatan alternative mulai bermunculan.

Sebagai pasien yang awam, kita dihadapkan pada situasi dimana kita harus memilih satu diantara sekian banyak dokter. Lain halnya kalau kita sudah percaya pada seorang dokter, kita pasti akan selalu berobat ke dokter tersebut, walaupun pada akhirnya sang dokter menyarankan untuk pergi ke dokter lain yang lebih kompeten di bidangnya, tapi paling tidak kita pasti terlebih dulu akan dating pada dokter “langganan” kita.

Sama halnya dengan suatu produk yang sudah dipercaya konsumennya, pasti di tengah persaingan seperti apapun, produk tersebut bisa bertahan. Namun, upaya untuk memaintain konsumen tentu harus terus dilakukan agar konsumen kita tidak lari ke produk pesaing. Disinilah pentingnya membentuk citra suatu merek. Ketika merek sudah dianggap sebagai “jiwa” seorang konsumen, maka merek tersebut sudah menciptakan loyalitas konsumen. Mempertahankan eksistensi suatu merek bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap perusahaan akan berupaya untuk terus memahami konsumennya. Dan setiap produk akan membentuk karakter dari konsumen tersebut. Sebagai seorang konsumen kita pasti ingin selalu mendapatkan produk yang bisa memenuhi need. Want, dan expectation kita. Reputasi suatu produk juga menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih suatu produk.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan untuk memperoleh kepercayaan dari konsumen, seperti :

Kenalilah konsumen. Ada baiknya aktivitas riset dilakukan agar perusahaan lebih mengetahui apa yang diinginkan oleh konsumen. Riset kepuasan konsumen terhadap produk maupun layanan, riset kebutuhan konsumen, dan sebagainya merupakan aktivitas yang bisa membantu untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh konsumen. Contohnya adalah produk ponsel, sebagai produk yang selalu mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, kebutuhan akan ponsel pasti semaikin besar. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih, dibutuhkan juga ponsel yang dilengkapi dengan fitur-fitur modern. Nah, disinilah para produsen ponsel terus berinovasi dan mengembangkan produknya. Jika konsumen sudah terpenuhi keinginannya, maka pemakaian tehadap produk itu akan berlangsung lama, tentunya setiap produk harus terus diciptakan dengan mengikuti perkembangan zaman.

Tingkatkan terus pelayanan. Hal yang satu ini sangat berkaitan erat dengan konsumen, karena mereka yang langsung merasakan. Setiap perusahaan akan senantiasa berupaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumennya, baik itu terhadap konsumen baru maupun konsumen lama. Setiap konsumen yang sudah merasakan pelayanan yang baik dari suatu perusahaan akan merasa diperhatikan dan bisa dipastikan mereka akan melakukan repeat order terhadap produk tersebut, karena merasa puas. Memaintain hubungan dengan pelanggan melalui pelayanan yang baik akan menciptakan hubungan jangka panjang, bahkan akan menimbulkan efek word-of-mouth positif terhadap produk dan perusahaan. Untuk itu raihlah kepercayaan konsumen dengan selalu meningkatkan pelayanan yang berkesinambungan.

Jaga kualitas produk. Hal ini juga sangat diperlukan, karena setiap produk yang berkualitas akan menjadi kepercayaan dari konsumen. Setiap perusahaan selalu menjaga kualitas produknya, oleh karena itu peran quality control sangat diperlukan. Jika suatu produk sudah terbukti berkualitas dan memberikan kepuasan terhadap konsumen, maka harga yang tinggi sudah tidak lagi menjadi factor utama dalam keputusan pembelian. Sering terjadi kasus sebuah produk yang sudah dipercaya oleh konsumen bisa menjadi turun drastis penjualannya hanya karena terdapat isu-isu negative terhadap produk tersebut. Misalnya suatu produk makanan yang disukai oleh banyak orang dan selalu mencetak angka penjualan yang tinggi tiba-tiba menurun penjualnnya karena ada isu bahwa makanan tersebut tgerbukti mengandung zat kimia berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu menjaga kualitas suatu produk sangat penting dan jangan sampai diabaikan.

Mar 6, 2009

Saat Produk Terbatasi Aturan Main


Awal tahun disambut oleh keluarnya fatwa MUI mengenai haramnya merokok (sementara ini hanya) di area public dan bagi perempuan dan anak kecil. Hehee..saya sih hanya bisa senyum-senyum saja mendengar fatwa tersebut, toh tidak ada hubungannya secara langsung dengan saya yang notabene bukan perokok (aktif ya, karena saya tahu kita semua adalah perokok pasif, at least!). Saya sudah dapat menduga bahwa ini akan menjadi sebuah perdebatan besar dan akan menimbulkan “protes” dari para perokok dan pekerja perusahaan rokok, terutama pengusaha rokok di Indonesia.

Kebetulan beberapa hari yang lalu saya berbincang dengan salah seorang principle sebuah perusahaan rokok yang terkenal di Indonesia. Dalam perbincangan tersebut saya sempat menanyakan mengenai kkeluarnya fatwa tersebut dalam hubungannya dengan bisnis mereka. Sudah dapat diduga keluarlah keluhan dan ketidak setujuan atas keputusan itu. “Boro-boro nggak ada fatwa MUI, orang untuk promosi dan pemasran produk rokok aja sudah sangat terbatas sama Peraturan Pemerintah! Tambah lagi fatwa! Mana kita kan baru aja keluar produk baru, rada pusing juga nih ngelawan competitor yang udah lebih dulu kuat di pasar!”, cerocos principle tersebut. Obrolan pun berlanjut ke perkembangan produk baru tersebut, mulai dari sejarah ‘lahirnya’, differensiasinya, hingga program promosi yang telah dilakukan selama ini, tidak lupa ‘posisi’ brand di pasar.

Lho, kok jadi nggak ada hubungannya dengan fatwa MUI sih? Hahaa…namanya juga obrolan, ya wajar tho kalau ngalor-ngidul!;p Lagipula juga curcol-an (curhat colongan) dia lebih menarik hati saya untuk membahasnya (dengan kenyataan bahwa yang namananya Fatwa bukan kapasitas saya untuk mendebat! Hehee!)

Balik lagi ke produk baru perusahaan principle tersebut ya, dipikir-pikir memang tugas berat juga ya mempromosikan produk rokok di Indonesia sekarang ini. Apalagi produk tersebut merupakan follower, dimana brand pioneer saya lihat sudah memiliki image dan positioning yang cukup kuat di target market yang sama.

Ok, let’s forget about differensiasi dalam hal produk karena setiap produk pasti akan mengklaim kalau produknya berbeda, dan konsumen rokok terkadang tidak lagi mudah tergoda oleh rayuan differensiasi seperti itu. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk dapat setidaknya membentuk brand awareness yang tinggi dan mempertahankan pelanggan yang sudah atau akan ada nanti? Saya melihat ada beberapa cara yang sekiranya bisa membantu:

Make something “spectacular”!
Coba deh flash back, brand apa yang sering sekali memenangkan kompetisi periklanan seperti Citra Pariwara Indonesia? Djarum! Siapa yang berhasil mengadakan Soundrenalin secara rutin dan sellau sukses mengumpulkan massa yang sangat besar? A Mild! Siapa yang mensponsori dan menjadi identik dengan pertandingan Volly skala nasional? Sampoerna Hijau! Siapa yang jeli mengambil pasaar komunitas indie dan mengadakan kompetisi band indie nasional? A Mild! Ok, cukup dulu ya, karena bakal kenayakan kalu saya sebut semua. Tapi dengan kenyataan-kenytaaan itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa brand rokok sellau empunyai cara yang spectakuler dalam mempromosikan brand-nya di target market.

Lihat saja, brand-brand tersebut sekarang telah tumbuh menjadi brand-brand besar yang tingkat awareness dan loyalty-nya sudah sangat kuat di target market masing-masing. Akan sangat lucu jika produk atau brand pesaing yang baru muncul hanya berpromosi dengan cara yang standar-satndar saja. Siapa yang mau ingat? Ngeh saja mungkin tidak! Maka dari itu disini divisi creative atau tim promosi HARUS dan WAJIB membuat promotion plan atau event & program yang ‘spectacular’ bahkan lebih ‘spectakuler’ dari pesaingnya yang sudah lebih dulu hadir. Spectaculer disini bukan berarti harus dalam skala besar-besaran semata ya, tapi ciptakanlah program dan event bahkan iklan yang akan menarik perhatian target marketnya.

“Kuras” Tabungan
Terdengar mengerikan memang, tapi siapa yang mau terbang ke Amerika ya harus punya duit lebih dari 5 juta bukan? Kalau cuma punya 1 juta ya paling mentok sampai Bali saja. itupun belom tentu bisa balik hahaha Begitupun jika brand kamu ingin mengejar atau setidaknya berada di ‘atas’ tangga persaingan dengan brand terdahulu yang notabene sudah kuat di target marketnya ya harus keluar duit banyak lah. Menghajar berbagai media massa yang relevan dengan target market dan membuat program atau event yang ‘spectakuler’ kan memerlukan dana yang tidak sedikit bahkan sangat besar jika kita hanya melihat dari sisi financial. Tapi jika kamu merupakan penguasaha yang paham akan arti sebuah ‘investasi’, maka hal tersebut akan terlihat sebanding dengan hasil yang akan didapatkan di kemudian hari. Nggak apa-apalah menguras tabungan sekarang tapi beberapa waktu ke depan brand baru kita itu sudah tertancap kuat di benak target market bahkan berhasil mencuri kue pasar pesaing. Selain brand kita eksis, profit yang kita dapatkan pun akan mampu membayar tabungan yang sudah keluar tersebut bukan?

Konsiten dalam Kualitas
Kualitas ini memang berhubungan dengan produk ya, tapi nggak perlu punya differensiasi yang hebat juga kok untuk dapat menarik hati konsumen untuk tetap beralih ke produk kita. Rasa itu kan sebenarnya hanya masalah selera dan cocok-cocokan. Kalau mereka sudah merasa cocok dan pas dengan rasa atau kualitas yang ditawarkan produk kita, walaupun competitor menawarkan differensiasi, biasanya mereka akan tetap loyal. Nah, disinilah kita yang harus bisa mempertahankan keloyalan mereka dengan konsisten terhadap kualitas brand kita. Biasanya saat terjadi perubahan situasai ekonomi nasional maupun internasional atau krisi keuangan perusahaan, maka terpikir untuk mengurangi sedikit bahan baku produk untuk tetap mempertahankan harga, padahal cara sepeti itu lebih sering membuat konsumen lari Karena rasanya yang berubah belum tentu dapat mereka terima. Akan lebih baik jika yang dikurangi adalah ukuran produk atau menambah sedikit harganya. Yang pasti, sebisa mungkin kita harus dapat mempertahankan kulaitas produk kita agar konsuemn tidak beralih (lagi) ke brand lain.

Pelajari Aturan Main
Seperti kita ketahui, untuk produk rokok, pemerintah memberikan batasan yang cukup ketat dan sangat terbatas dalam segala hal, mulai dari pabrik, produksi hingga promosi dan iklan. Tugas owner dan principle juga seluruh komponen dalam perusahaan untuk mempelajari dengan fasih seluruh atauran tersebut agar segala sesuatu yang kita lakukan untuk mengembangkan produk dan brand kita tidak akan terhambat atau terhenti hanya karena masalah tidak sesuai aturan. Masyarakat luas juga akan lebih respect jika melihat perusahaan kita right on the track. Lagipula, jika kita bermain ‘aman’ maka langkah kita ke depannya juga akan lebih dapat ‘dipercaya’ oleh pemerintah maupun masyarakat luas. Bagaimanapun juga, kita tinggal di Negara yang mempunyai hukum kan..dan hukum harus ditaati..hukum bukan dibuat untuk dilanggar. Well, tapi dalam industri rokok ya, saya sering mendengar istilah ‘koordinasi’ juga lho! Heheee…nggak ikutan ah!

“Serba salah” memang mengelola produk rokok dengan segala kontroversi yang ada, tapi jika kita bisa melihat celah dan memanfaatkan peluang yang ada maka bukan tidak mungkin brand kita akan dapat kuat di pasar. Toh, rokok belum haram untuk semua orang kan? Heheee..!