Feb 22, 2008

Don’t do it to your business


Berapa lama sebenarnya kekuatan sebuah produk akan menjadi landasan utama persaingan dalam bisnis? Tidak terbatas pada bisnis apapun, produk memang sudah menjadi substansi utama untuk berjualan. Tetapi dalam perkembangan persaingan dan persepsi masyarakat yang juga semakin kompleks, diferensiasi produk sudah tidak sepenuhnya bisa diandalkan lagi, tetapi sifatnya mutlak. Karena apabila produk terus menerus diandalkan sebagai diferensiasi maka bisnis anda akan terjebak alias got association trap. Berkaitan dengan restoran misalnya, produk merupakan substansi yang mutlak untuk berjualan, karena baik dari skala pedagang kaki lima sampai yang sekelas hotel bintang 5, apa lagi yang dicari orang dan akan membuatnya kembali selain rasa enaknya si makanan yang dijual. Tapi ada yang dinamakan pula dengan elemen servis yang juga nga kalah pentingnya dengan si substansi mutlak produk. Malahan kalau bisa kita perhatikan atmosfer persaingan sekarang ini baik dari skala lokal sampai internasional, servis masih menjadi suatu elemen konsep yang dipersaingkan alias lomba unik2an.. baik dari yang ngampring sampe yang emang bisa kita akui servisnya jempolan dan bikin yang datang merasa nyaman.

Sebagai contoh simple skala lokal pedaganga kaki lima.. lagi-lagi saya harus ambil contoh pedagang kaki lima bebek goreng di dekat RS Borromeus di Bandung itu, si owner sekaligus pelayannya itu memang memberi atmosfer yang beda banget dengan pedagang2 bebek lainnya.. yang yahh.. okelah substansi mutlak nya memang enak dan sambelnya puedess nikmattt..... tapi di luar itu.. si owner sekaligus pelayan ini bisa menciptakan suasana yang ramai banget dan menjadikan waktu lama untuk menunggu (karena ramai banget) bisa terasa nga ngebosenin. Sang owner yang tampangnya emang lumayan itu sering ngajak bercanda pengunjung-pengunjungnya dengan gaya khas dia yang agak melambai dan manggil semua orang dengan sebutan ”say” itu... tapi ya... jujur aja gw akan datang lagi ke sana dan akan dengan senang hati merekomendasikan itu ke temen-temen dan keluarga gw.. tapi yang tentunya nga keberatan antri.

Contoh dengan skala yang internasional.. ada satu brand di Amerika Serikat bernama Hooters. Cikal bakal brandnya di usaha restoran juga dengan substansi mutlak produk yang kelasnya standar sampai enak, tergantung selera. Tapi dengan elemen servis unik di konsepnya, brand Hooters bisa menciptakan satu persepsi yang menjadi identitas nya sampai ia bisa melebarkan sayapnya ke bisnis lain yang memang nga nyambung sama bisnis resto. Jadi seluruh pelayan di restoran Hooters ini mengandalkan keseksian dan sensual mereka, ya tentulah para wanita-wanita, dengan kostum kaos putih dan celana/rok pendek yang ketat. Jangan pikir yang tidak-tidak, dan jangan sekali-sekali meniru konsep yang satu ini di negara tercinta kita ini, karena bukannya menciptakan brand asosiasi yang unik, tapi restoran anda akan dicap buruk dan didemo (atau dibakar???) massa, kata mereka sumber kemaksiatan. Ya memang budaya yang kita punya jauh berbeda dengan di AS sana, jadi ambil segi positifnya saja : unique selling point on service concept. Lanjut, jadi mereka mengasosiasikan Hooters itu dengan pelayanan yang unik dan seksi. Lalu beberapa waktu setelahnya, setelah asosiasi dengan baik tertanam di dalam benak masyarakat luas, maka tidak segan-segan ia menjajal bisnis baru di bidang penerbangan, dengan nama HootersAir. Ya tentu saja ketenaran asosiasi brand nya tidak terlupakan, para pelayan penerbangannya juga menggunakan atribut dengan konsep yang serupa, kaos putih ketat nan seksi.. dan memang nyeleneh nya konsep tersebut menjadi satu nilai jual yang tidak bisa diremehkan oleh para pesaingnya.

Oh ya saya punya satu contoh lagi, kali ini singkat saja ya. Mungkin juga sudah banyak yang membahas masalah ini, apalagi kalau bukan Blitz Megaplex yang sempat menggemparkan Bandung sampai Jakarta. Dengan konsep pelayanan bioskop yang akhirnya keluar dari pakem baju pramugari para pelayannya.. bisa menciptakan suasana yang sama sekali baru, dan hey.. everyone likes innovation, so do it with your own business.. tapi ingat sesuaikan dengan lingkungan dan karakter customer anda sendiri, jangan mentah-mentah mengadopsi konsep lain terutama dari latar belakang budaya yang sama sekali lain, seperti kasus Hooters, just don’t do it to your business ok !

Internal Branding

Entah strategi yang memang brilian untuk meningkatkan penjualan atau ini bentuk strategi yang membohongin konsumennya dengan cerdik, kebijakan resto melakukan kenaikan harga dengan memberikan nasi yang lebih besar dari yang tertera dipaket hematnya benar-benar membuat sahabat saya marah besar tadi malam ketika sedang bersantai di jaringan resto tersebut.

Seperti biasa setelah membeli paket makanan, mereka memberikan bon pembelian dan anehnya tercantum Rice Up dimana harga paket yang harusnya sekitar 20.000 bertambah sekitar 1700 total 3400 karena ada dua nasi tambahan. Jujur saja bukan masalah uangnya, apalah arti angka 3400 untuk sahabat saya tersebut, yang membikin jengkel tentunya tidak ada penjelasan terlebih dahulu dari pihak resto dimana inisiatif mereka mengganti nasi yang kecil dengan nasi yang besar pada paket tersebut dengan otomatis menaikan harga. Coba kita perhatikan kata-kata dari supervisornya “iya mbak, memang harga paketnya sesuai yang tertera tapi kalo kita lihat yang belinya orang dewasa otomatis kita ganti nasi yang dipaket dengan yang lebih besar dan itu berarti ada penambahan biaya, yaitu rice up tersebut”. Dasar dodol dalam hati saya, yah harusnya ente tanya dulu dong orangnya mau ngak nasinya diganti dan ada tambahan biaya, malah main insiatif sendiri dan ini parahnya benar-benar tidak dikonfirmasikan sama sekali sampai saya duduk dan melihat bonnya. Ini belum lagi ditambah gaya supervisornya menjawab komplain yang dilakukan oleh pelanggannya yang seolah-olah meremehkan komplain tersebut dengan cara menjawab sekenannya dan seolah-olah konsumennya ajah yang ga ngerti.

Kenapa saya bahas ini, yah tentu kalo surat pembaca bukan tempatnya di sini hanya saja saya ingin mengatakan seperti itulah repotnya melakukan internal branding di dalam sebuah perusahaan. Visi, misi, budaya ataupun strategy yang dibuat di kertas kadang kala sangat sulit diimplementasikan di lapangan apalagi bila berkaitan dengan internal perusahaan. Kalau tidak salah saya pernah membaca sebuah artikel bahwa sebuat resto fast food yang sangat terkenal kehilangan potensi keuntungan sampai dengan puluhan atau ratusan juta dollar hanya karena banyak pelanggannya yang tidak puas dengan pelayanan resto tersebut, kembali lagi hal ini disebabkan oleh internal perusahaan.

Melakukan internal branding ini pada dasarnya susah susah gampang, gampang bila organisasi atau perusahaan yang dipimpinan hanya terdiri dari sedikit karyawan, gampang bila perusahaan merupakan perusahaan monopoli dimana konsumen dalam kondisi apapun dan mau tidak mau harus membeli atau menggunakan jasa atau produk perusahaan tersebut. Namun sampai kapan hal ini bisa ditoleransi, suatu hari sebuah perusahaan mungkin akan besar dan membutuhkan banyak karyawan, suatu hari pesaing tentu akan muncul seiring dengan perubahan berbagai kebijkan dan banyak alasan lainnya tentunya.

Susah yah emang susah ha…..ha namun jika ternyata salah satu faktor penting dalam membangun ekuitas merek perusahaan dan penjualannya tentu hal ini tidak bisa diabaikan begitu saja, bisa-bisa perusahaan atau merek perusahaan jatuh hanya dikarenakan hal ini dan sebagai seorang konsultan yang sudah sering menangani merek dan terlibat di dalam perusahaan sudah sering saya melihat hal ini terjadi, dimana tutupnya, bangkrutnya atau jatuhnya sebuah merek atau perusahaan lebih sering ujung-ujungnya disebabkan oleh internal brandingnya.



BUZZ MARKETING

Banyak pelaku pasar yang mengakui keefektifan dari aktivitas BUZZ MARKETING ini, tetapi banyak juga dari mereka yang menganggap keberhasilan pemasaran lisan itu adalah hasil dari ketidak sengajaan dan keberuntungan dan tidak bisa dipastikan dengan pola yang acak.

Sebenarnya publisitas dari mulut ke mulut ini bukan hal yang sembarangan dan tidak berpola, karena metode ini memiliki suatu formula dan trik yang dapat membuat pihak lain bersedia untuk menulis dan bercerita tentang bisnis Anda. Pemberitaan bukan pekerjaan yang dilakukan “sambil lalu” saja, tetapi suatu pendekatan terstruktur yang dapat diukur dan diprediksi hasilnya.

Dalam Buzz Marketing, perusahaan mengirim pesan kepada para konsumen, kemudian konsumen memberitahukan kepada dua orang temannya, dua orang itu kemudian memberitahukan kepada dua orang lain lagi, hal ini berlangsung terus dan berkelanjutan sehingga akhirnya tercipta suatu rumor.

Tetapi apakah hal itu terjadi begitu saja?Tentu saja tidak! Tidak sembarang cerita yang dapat menyebar sedemikian rupa menjadi virus dan akhirnya dapat menciptakan penjualan. Banyak criteria yang harus dimiliki oleh sebuah berita agar layak dijadikan bahan obrolan yang melegenda, tetapi yang utama adalah berita yang kita sampaikan kepada masyarakat haruslah bisa membuat masyarakat merasa senang, kagum, dan akhirnya merasa meiliki nilai atau merasa luar biasa karena memiliki informasi tersebut dan akan bangga jika dapat mengetauhi terlebih dahulu dibandingkan teman-temannya dan dengan kebanggaannya itu dia mulai bercerita kepada banyak orang.

Sebuah perusahaan fotografi di Bandung yang saat ini adalah yang terbesar memiliki sebuah cerita unik dalam membangun Brand dan perusahaannya. Awalnya seperti perusahaan-perusahaan kecil pada umumnya, dibangun dengan modal kerja keras dan dedikasi yang tinggi dalam prosesnya, di mana pemilik dari perusahaan ini membuka toko 24 jam non stop dalam artian siap untuk diketok pintu rumahnya jam berapapun. Saat itu konsumen yang banyak menggunakan jasa perusahaan ini adalah mahasiswa geologi yang membutuhkan jasa fotografi untuk pengumpulan tugas di pagi hari, sehingga tidak jarang mereka datang di waktu-waktu jam tidur, di mana toko lain tidak melayani tapi perusahaah ini tetap mau melayani.

Kisah pelayanan yang all out dari pemilik toko untuk mendukung keberhasilan dari para mahasiswa ini dengan berjalannya waktu akhirnya menjadi buah bibir di kalangan banyak mahasiswa, dalam hal ini scenario BUZZ Marketing menjadi efektif karena mengandung sebuah cerita yang MEMBUAT ORANG SENANG, MENARIK, dan BERNILAI. Perusahaan kecil dahulu hanya bertempat di sebuah ruman di sebuah perkomplekan saat ini menjadi perusahaan yang disegani dan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia dengan tempat yang megah, semuanya tidak lepas dari BUZZ marketing.

Feb 11, 2008

Sales Promo

Di jaman sekarang masih ada saja orang seperti itu yah? Kira-kira seperti itulah kejengkelan teman saya ketika berkunjung sebuah toko di bandung electronic center ketika menemani saya membeli sebuah laptop pada hari sabtu. Yah memang sedikit menjengkelkan sih cara si pegawai toko tersebut melayani kami sebagai pembeli di toko tersebut. Dengan seenaknya pegawai tersebut menjawab pertanyaan mengenai spesifikasi laptop tanpa memandang ke arah muka saya sedikitpun padahal uang yang cukup besar ingin saya transaksikan di toko tersebut dan sudah untung gua masuk ke toko elo, padahal banyak toko lain di sana guman saya.

Bisa ditebak, saya dan teman saya pergi tanpa berbasa-basi, benar-benar deh tuh orang. Kemudian saya dan sahabat saya tersebut perpindah ke toko tetangganya dan mendapatkan pelayanan yang standart namun penuh senyum, dengan sedikit selisih harga terjadilah transaksi beberapa juta rupiah, saya senyum tentunya, gampang sekali dan seperti halnya toko di atas, masuknya saya dan teman saya ke toko inipun karena kebeneran ajah lewat, wong ga ada promo apa-apa kok.

Mari kita lupakan karyawan yang menyebalkan tersebut, di electronic center di mana puluhan atau bahkan ratusan toko yang sama dan menjual barang yang sama, promosi sudah barang tentu merupakan hal yang santa penting untuk dilakukan. Tanpa itu lupakan saja kesuksesan dalam menjual kecuali tentunya toko yang dimiliki memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh puluhan pesaing lainnya misalnya harga yang sangat miring atau bersedia menginstall Windows bajakan he…..he, konon bila ketahuan denda yang dikenakan pemilik toko bisa sampai ratusan juta.

Kembali lagi, terkadang memang pemilik toko kecil/ counter memang suka mengabaikan hal ini terutama di daerah pertokoan yang terdiri dari puluhan atau bahkan ratusan toko yang sejenis, dan lebih hebatnya lagi dari hasil pengamatan singkat tidak terdapat tanda-tanda differensiasi yang cukup menonjol dari masing-masing toko dalam menghadapi persaingan yang ada, kalaupun ada hanya disekitar harga dan disversifikasi produk yang juga kurang mumpumi, nah kalau sudah begini yang menang yah mungkin yang paling banyak berdoa he…..he.

Lantas bagaimana untuk sedikit berbeda sehingga konsumen melirik toko kita diantara kerumunan pesaing yang ada yang juga menawarkan barang sejenis?

Sales promo mungkin salah satu jawaban yang cukup memberikan hasil dalam jangka pendek. Apa sih sales promo itu? Aktivitas promosi yang diciptakan untuk meningkatkan penjualan dalam jangka pendek. Yah mungkin sebetulnya hal ini secara tidak langsung sudah sering dilakukan oleh banyak pedagang dengan menyebar brosur diskon misalnya atau memberikan potongan harga pada hari dan jam tertentu dan banyak lagi. Anda mungkin cukup membuka harian kompas dan hamper dipastikan sebagian besar print ad perusahaan adalah sales promo, ada yang standart seperti carefour dan giant yang selalu bermain di harga murah harga murah sampai yang cukup bikin geleng-geleng kepala yaitu harga tiket ke Palembang dari Jakarta hanya Rp. 99.000 bila dipesan jauh jauh hari sebelum hari raya.

Permasalahannya kemudiantentu bagaimana kemudian perusahaan atau toko menciptakan sales promo yang benar-benar unik dan diminati oleh konsumen serta memberikan dampak terhadap penjualan secara signifikan sesuai dengan tujuan program?

Sebetulnya jawabannya cukup sederha, belajari karakteristik konsumen yang produk anda sasar. Istilah kerennya mungkin kita mesti tau customer insight dari target market yang kita tujuh. Dalam special edition bulan lalu majalah marketing menampilkan hasil riset komprehensif kerjasama dengan salah satu lembaga riset di Indonesia mengenai karakteristik konsumen Indonesia secara umum, tentu kita tidak bisa mengeneralisir hasil tersebut menjadi kebenaran umum namun rasanya hasil riset tersebut memberikan gambaran sebagian besar karakter masayarakat Indonesia yang bisa kita manfaatkan dalam merancanng program-program sales promo.

Salah satu karekteristik orang Indonesia berdasarkan riset tersebut menyebutkan bahwa konsumen Indonesia tidak terencana dalam melakukan pembelian, bagaimana kemudian perusahaan mengambil kesempatan dalam melakukan sales promo untuk memfaatkan kebiasaan ini? Dalam kasus electronic center misalnya toko A bisa melakukan pemasangan papan diskon buy one get one free Flasdisk* (diberi tanda kutip yang berarti syarat dan ketentuan berlaku, hadiah bisa dipilih dari tiga item yang disediakan) misalnya, hal ini akan mendorong konsumen yang sedang iseng berkunjung untuk masuk ke toko tersebut dan menanyakan program tersebut, sekilas program ini memberikan one flash disk free namun ketikan masuk orang baru mengetahui bahwa hadiah yang diberikan bukan flashdisk namun kalung flaskdisk, atau kalau orang tersebut member flaskdisk yang dua giga gratis flash disk yang 512 dan sebagainya. Berbohong dong, yah enggak khan ada tanda bintang di atas yang artinya syarat dan ketentuan berlaku, lagi pula khan tetap dapat hadiah, dibandingkan tempat lain toh!!! Lagipula juga konsumen Indonesia khan lebih bersifat pemaaf berdasarkan hasil riset tersebut jadi sejauh memang benar ada hadiah pasti mereka bisa terima. Di sisi lain hal ini akan membuat arus pembeli yang mencari flashdisk mengarah ke toko anda, dengan memanfaatkan impulse buying dan pelayanan yang baik toko bisa saja mempromosikan barang-barang lain yang mungkin dibutuhkan oleh konsumennya.

Yah contoh diatas hanya salah satu bentuk dari program sales promo dengan memanfaatkan insight dari target market yang di sasar oleh perusahaan tentunya. Masih sangat banyak sales promo yang bisa dilakukan misalanya bonus, diskon hari raya, cash back, point pembelian, buy one get one free, sampling dan sebagainya.

Lantas apakah tujuan dari sales promo hanya bersifat penjualan. Yah tentu tidak juga, sales promo tergantung bentuk dan tujuannya juga bisa dijadikan alat untuk membuat pasar sasaran produk mencoba produk kita untuk pertama kalinya kemudian diharapkan melakukan pembelian dikemudian hari, sales promo juga dapat diarahkan untuk menjaga loyalitas pengguna produk kita sembari terus meningkatkan konsumsi terhadap produk perusahaan seperti agent sunlight, sales promo juga berguna untuk menghabiskan investory barang di gudang sekaligus tentunya meningkatkan trial konsumen terhadap produk dan terakhir sales promo juga bisa mengikatkan persepsi kualitas dan membentuk asosiasi bahwa brand kita adalah yang termurah dan terbaik sebagaiman yang dilakukan oleh carefour, giant, hypermart dll serta masih banyak lagi manfaat lainnya.

Dalam hal ini tentu cukup banyak hal yang harus diperhatikan sebelum kita melakukan sales promo yang intinya jangan sampai merusak brand equity produk akibat dari sales promo tersebut. Misalnya memberikan diskon yang berlebihan untuk produk sekelas Gucci denga bentuk komunikasi yang kurang elit, yah tentu saja persepsi orang akan terganggu dengan hal tersebut, apa ga laku nih sekarang? Wah kalo gitu malah bisa guawaat, wong maksudnya memberikan apresiasi kepada existing klien yang ditangkap oleh existing klien mereka malah nih Gucci kok jual murah, jadi sebel gua punya Gucci.

So are you ready to sales promotion? Kalo udah apakah sales promo yang sudah dilakukan sudah tepat dan sesuai dengan harapan perusahaan, Nah kalo belom sebaiknya dikaji lagi apakah sales promo yang kita lakukan tidak menarik dan terlalu standart ato memang tidak sesuai dengan keinginan dan karater dari target marketnya.

Feb 8, 2008

Selalu kita yang bego

Apa yang penting bagi klien ketika menghire kita sebagai brand drivernya? PENJUALAN. Klien tidak akan peduli brandnya terkenal sehingga setiap orang yang ditanya pasti menyebutkan brand tersebut untuk top of mindnya kalo penjualannya tidak meningkat, sebesar apapun itu brand tanpa penjualan berarti semunya omong kosong. Pemikiran yang tepatkah?

Kadang saya suka bingung sendiri bila ada klien yang bertanya kok penjualan kita sudah tiga bulan ini masih stagnan yang diangka yang sama, padahal kita sudah berpromosi dan brand kita sudah cukup terkenal, nah loh wong di hirenya buat membangun identitas visual dan awareness serta even-event kecil dari brandnnya kok malah nanyain penjualan baru tiga bulan? Tentu saja serbasalah bila berhadapan dengan klien seperti ini, ujung-ujungnya panik dan marahin kita kalo penjualannya menurun padahal permintaan dan objectivenya ketika menghire perusahaan kami adalah membangun identitas visual dan awareness merek, karena itulah saya sudah sejak lama tidak pernah percaya jika diundang presentasi dan permintaan mereka akan ketiga hal tersebut, dalam hati saya selalu saya katakan penjualan lah fokus utamanya titik. Dan kenyataanya memang terbukti, ujung-ujungnya dodolan.

Yang repot kadang klien, khususnya dari usaha menengah sering kurang berkerjasama dalam banyak hal yang jelas-jelas akan membantu meningkatkan penjualannya mereka. Pernah beberapa kali saya meminta data penjualan mereka dan apa saja yang sering dibeli oleh customernya untuk mempelajari perilaku pembelian dan tingkat spending di bulan-bulan tertentu di tolak mentah-mentah dengan alasan rahasia, lah loh? Terus bagaimana kita bisa mengukur tingkat penjualan dan efektivitas dari marketing program yang dijalankan jika seperti itu? Kadang memang repot sih, klien kadang tidak mengerti dengan menghire brand consultant semacam perusahaan saya mereka juka menghire konsekuensi untuk maju dan perkembang.

Konsekuensi untuk maju dan berkembang? Brand consultant selalu bertanggung jawab sampai ke target penjualan klien dan untuk itu every detail is important bagi kami sebagai brand consultant dan lebih jauh kemampuan internal dan proses internal branding sangat penting bagi kami untuk memastikan penjualan perusahaan sukses, nah repotnya jika bicara internal banyak sekali bagian sensitif yang membuat kita sering sulit bergerak mulai dari budaya internal yang kurang baik, tentangan dari incumbent yang biasanya tidak menyukai perubahan sampai ke masalah-masalah sepele seperti laporan penjualan yang sangat penting bagi orang yang diberi tanggung jawab untuk menjual.

Pernah suatu hari karena proses internal yang bertele-tele sorangn klien dengan nada marah bertanya payah nih penjualan kita kok malah turun semenjak kamu masuk, wah lagi jadi sasaran tembak nih, tanpa harus menceritakan klien tersebut sebenarnya dari dulu masalah sangat sederhana bahwa tidak ada core competency dan budaya manusia di sana harus diubah, hal ini sudah dingatkan berkali-kali, tapi karena mungkin merasa lebih tua dan berpengalaman klien ini tidak juga mau mendengarkan atau juga merasa hal tersebut tidak penting baginya, padahal hal tersebut luar biasa penting dalam membangun sebuah merek dan penjualan baik jangka panjang dan jangka pendek.

Sampai akhirnya saya harus memberikan ultimatum change or I quit? Yah sederhana ajah, keras kepala yah lawannya keras kepala, data sudah di depan mata, competitive setting sudah terlihat jelas, strategic business unit juga sudah ada namun yang mau dijalakan keinginan pribadi, repot boo. Daripada gagal kemudian jadi sasaran tembak lebih baik out. Tentu konsekuinsi dari gagal bagi kami brand driver adalah hal yang biasa, seperti tidak diberi bonus atau bahkan tidak dibayar namun bila kegagalan ini sudah bisa diprediksi dan tetap terjadi karena klien yang keras kepala tentu konyol jadinya untuk tetap bertahan bersamanya walaupun di sisi lain yah gua tetap ajah dibayar sesuai kontrak, u happy I happy, u ga heppy yah I ga peduli. Bisa ajah sih tapi di sini kita bicara mengenai image dan harga diri seorang brand consultant, we are driver bukan penumpang di perusahaan anda.

Namun kadang sikap klien yang seperti ini juga dapat dimaklumi karena mereka merasa sudah sangat berpengalaman dalam industrinya dan tau mana yang lebih baik bagi perusahaan mereka, namun kembali inilah juga perspective yang salah dalam membangun sebuah bisnis/ brand yang sustain, bahwasannya justru industri di luar kitalah yang akan banyak memberikan pelajaran. Kegagalan ford motor dalam menembus pasar asia atau keberhasilan samurai-samurai jepang dalam menaklukan pasar otomotif amerika jelas pelajaran berhaga bagi HSBC tentang bagaimana menaklukan pasar Indonesia. Lihatlah pelajarannya bukan semata bisnisnya dan untuk itulah kami brand driver diperlukan sampai kapanpun untuk membantu perusahaan membangun ekuitas dan penjualannya.

Dan suatu hari setelah beberapa perbaikan di internal yang cukup menegangkan karena banyak yang harus dimarahin dan diubah budaya, klien tersebut datang dan mengatakan penjualan kita hampir tembus double ini sesuai target, kamu sih bego, kalo saya ga bertindank pasti kita gagal, lah loh? Ente bertindak emang atas dasar studi dan usul siapa? Ah sekali lagi u happy yah I happy ajah, mau bego mau enggak toh sekarang sudah top of mind dan penjualan double sesuai target. Dan fee dan kontrak gua tetep dilanjuti, pasti hanya masalah gengsi untuk memuji, toh kalo memang I bego u pasti tendang I khan bos he…..he.

Feb 7, 2008

Meremajakan Brand Jadul

Perjalanan sebuah brand memang selayaknya manusia yang dilahirkan. Ada tahapan yang dinamakan intorudction, growth, mature dan decline. Seperti manusia yang lahir, bertumbuh dari bayi hingga ke masa puncak kinerja hidupnya lalu akan menurun pada saat masuk ke usia lanjut. Tapi tentu saja ada perbedaan di antara ke-2nya. Proses penuaan suatu brand bisa dicegah, tidak seperti manusia yang terjadi atas kehendak Yang di Atas dan kita tidak bisa melawannya (kecuali di komik-komik Amrik yang bisa hidup ribuan tahun).

Proses penuaan itu sendiri sebenarnya alami, termasuk proses penuaan sebuah brand. Sebuah brand bisa dikatakan menua dikarenakan ada dimensi lainnya di sekelilingnya yang berubah yang biasa kita sebut dengan jaman. Jaman berubah, termasuk manusia di dalamnya, sistem dan segala paradigma ikut berubah. Dan sebuah brand akan menua lalu lumpuh apabila ia tidak ikut berubah.

Sudah sering kita dengar apa yang dinakaman oleh rejuvination. Tidak hanya pada lingkup branding, istilah rejuvination sering kita dengar. Artinya adalah sebuah pembaharuan, lahir kembali. Brand yang tidak direncanakan dengan matang (atau bahkan direncanakan, tetapi hanya dalam jangka pendek), rentan mengalami penuaan. Contohnya adalah Lux. Dari jaman nyokap kita masih muda brand Lux itu sudah ada.. kalau inget garing juga sih.. packagingnya jadul banget (duh jadi inget bukunya om bud.. ga boleh bilang jadul yah!) maksudnya packagingnya heritage banget.. (dalam artian bagus kan J ) sekarang pun Lux masih eksis, tapi dengan packaging yang berbeda, dengan endorser yang berbeda pula. Endorser yang jaman generasi pertama itu maybe udah ga seleb no.1 lagi, lantaran prinsip Lux adalah selalu menggunakan seleb cewe cantik no.1 yang lagi eksis banget.

Ok lah.. ga heran lah ya yang pegang Unilever.. tapi ada juga yang lainnya seperti biskuit Roma. Kayaknya inget banget jaman dulu banyak berbagai tipe iklan biskuit Roma.. dan mereka memang mengusung pesan “Dari masa ke masa” menyampaikan pesan bahwa brand Roma memang eksis dari dulu hingga sekarang..

Seperti mudah ya? Tapi jangan terlena dulu lantaran proses yang mereka lewati memang benar tidak mudah. Ada beberapa hal yang patut dilewati sebagai sebuah proses dalam melakukan rejuvenation sebuah brand.

Step 1. cari tahu gejala dan susuri permasalahan yang ada dalam brand.
Sudah pasti penuaan brand berimbas pada penurunan sales, lantaran digerogoti pesaing yang muda-muda. Jangan heran, dunia memang berputar seperti itu dan loyalitas pelanggan pun bisa luntur gara-gara dia tidak menemukan lagi benefit untuk bertahan pada suatu brand. Apabila sudah ada gejala penurunan sales, maka cari tahu titik permasalahannya mengapa banyak konsumen yang kabur. Hal ini memang bisa apa saja jawabannya. Bisa jadi karena ada produk pesaing atau malah kebutuhan itu sendiri bergeser, dengan berkembangnya potential/latent competitor yang dulu tidak berarti. Contohnya seperti Softex yang dulu (g inget banget tuh.. nyokap g konsumennya) packagingnya sangat.. mhh.. sangat heritage.. dengan warna hijau merah dan lukisan wanita yang berdiri di antar rerumputan.. ok.. untuk skarang boleh kita akui memang tidak relevan mempertahankan packaging serupa. Setelah di cari tahu penjualan memang menurun, dikarenakan konsumen pada masanya bisa jadi loyal, tetapi ia terus bertambah usianya hingga mungkin mencapai masa menopause di mana dia tidak lagi menjadi konsumen. Sedangkan generasi berikutnya tidak mau membeli Softex karena it is so mom… dan dengan muncul nya brand-brand baru yang lebih modern seperti Kotex dan Laurier, sudah dapat dipastikan Softex menyelam ke dalam air..

Tapi untungnya mereka cukup tanggap dan melakukan perubahan. Dengan mengganti packaging, menciptakan endorser komik, menggandeng Ada Band dan mensponsori berbagai event musik.. Softex langsung melejit dan lahir kembali..

Step 2. Melindungi brand dengan menambah/menciptakan nilai tambah baru yang lebih relevan

Step 3. Lakukanlah secara kontinu.
Langkah terakhir ini adalah yang terpenting, karena kalau melakukannya setengah-setengah masyarakat tidak akan ngeh dan bisa jadi merasa brand ini tidak punya jati diri.

Mulailah untuk was-was, jangan lengah dalam menghadapi pasar, karena pada saat anda dan seluruh perusahaan anda tertidur lelap, pesaing sedang memperbaharui konten, konteks dan berbagai pelayanannya.

Jadi jangan tunggu brand anda jadi lansia!

Welcome to the club guys!

Bagi para perempuan, merasa bahwa akhir-akhir ini suami atau pacar anda semakin centil? Atau kalau mau pergi ke pernikahan/ke mal anda bersiap-siap 30 menit dan pacar/suami anda bersiap-siap 60 menit? Jangan khawatir! Begitulah metamorfosa yang sedang terjadi. Dulu banyak sekali pria yang menyangkal kalau mereka menggunakan minyak wangi, tapi sekarang? Banyak pria yang mengaku sedang mencari lotion yang tepat untuk kulit mereka.. halahhhh… saya sebagai salah satu perempuan di muka bumi kadang-kadang merasa geli juga yah.. tapi ya begitulah yang sedang terjadi di dunia ini… jangan langsung ber-geli-geli ria dengan para pria tersebut, karena di sisi lain mereka membentuk sebuah pasar yang baru untuk produk-produk tertentu.

Bayangkan saja dalam 3 tahun terakhir, banyak sekali brand dari hygiene products mengeluarkan varian FOR MEN. Mungkin anda bertanya kenapa tidak dari dulu saja? Kenapa pria baru centil sekarang? Ya jawabannya simple saja.. karena memang perubahan tidak terjadi begitu saja, tapi seiring dengan perubahan lifestyle, terutama di Indonesia. Di Jakarta, sejak bermunculan berbagai fitness center yang bergaya hidup selebritis, semakin banyak pria yang menginginkan tubuh bak Adrian pemain sinetron (ga usah muluk-muluk kayak Ade Rai... beberapa bulan aja udah pada buncit lagi!!) dan perlahan aktivitas fitness tersebut mengarah pada “pemujaan diri sendiri” (bagi para cowo pernah ga nih seperti ini) contohnya seperti berhadapan pada kaca dan bilang “gilee.. gue keren banget yah!!! Tapi kok cukuran kumis gw kurang halus yah.. kayaknya g harus beli shaver baru deh…” okay.. just admit it if you’re one of the metrosexual man yang lagi in banget sekarang…

Kembali lagi soal keluarnya berbagai varian FOR MEN, produk tersebut memang melihat peluang produk varian untuk laki-laki dan baru melaunchingnya setelah yakin dan berdasarkan data riset yang akurat bahwa komunitas pria metroseksual ini sudah eksis dalam jumlah yang berarti, sehingga keluarnya varian ini tidak hanya menyasar pada kelompok niche, tetapi pada kelompok pasar yang lebih besar. Peran serta pertumbuhan jumlah pria metroseksual sudah pasti berpusat di kota besar, selain pertumbuhan fitness center, dengan adanya media yang mensupport seperti Men’s Health yang jumlah pelanggannya juga tumbuh seiring dengan meningkatnya kegandrungan para wanita terhadap cowo keren, body seksi dan wangi. Nutrifood pun tidak ketinggalan dengan berbagai varian L-Men, Nivea dengan sabun cuci muka FOR MEN nya, Clear dengan sampo khusus laki-laki dan bahkan lipgloss untuk laki-laki pun terjual bebas di pasaran…

So mulai sekarang pikirkanlah, kira-kira produk yang anda miliki apakah bisa dijadikan kebutuhan para pria-pria dandy ini… karena apabila memang menunjang penampilan mereka, mereka akan mengeluarkan berapapun… karena mereka memang berasal dari golongan ekonomi atas… tapi ingat! Pertimbangkan pula masalah geografis, khususnya pada para pemain lokal, karena nampaknya selain di kota besar, belum memiliki jumlah yang cukup signifikan, jangan sampai produk Anda salah tempat!

Anyway.. welcome to the club guys!

Inovasi atau .......

Satu kata kunci yang sering dilupakan oleh market leader adalah : Inovasi! Seperti diyakinkan Peter Fisk dalam bukunya Marketing Genius, bahwa pasar yang ada sekarang dalam hal ini kondisi dan pertumbuhan masyarakat semakin tidak memiliki pola. Sekelompok orang yang memiliki kebiasaan yang serupa digolongkan dalam kategori segmen, tetapi dalam era teknologi yang semakin pesat ini, segmentasi hampir tidak dapat dilakukan karena keragaman habit yang terbentu semakin berlainan. Tidak ada lagi jaminan suatu ke-identikan dalam 1 kelompok tertentu, seperti ras, usia, agama, tempat tinggal, dll.

Selain berkembangnya metode pemikiran Marketing Genius tersebut, dalam bidang riset pun berkembang metode yang mencari Customer Insight, di mana detil per detil kebiasaan seseorang diperhatikan dan dianalisa untuk mencari celah memasukkan doktrinasi sebuah brand. Lalu berkembang lagi dengan metode Etnografi yang tidak memiliki model/pola secara signifikan. Riset dilakukan dengan begitu saja dan hasil yang sangat terbuka. Tetapi hampir bisa dipastikan fakta-fakta yang baru dan akurat seringkali ditemukan dari riset berkategori customized ini.

Lalu apa gunanya sebuah data??? Tentu saja data hanya lah tinggal data jika tidak ada analisa lebih lanjut. Proses analisa penting dikaitkan dengan kompetensi sebuah produk atau brand. Celah mana yang dapat dimasuki oleh produk dan menciptakan sesuatu yang baru yang kite kenal dengan : Inovasi! Ada banyak contoh di pasar consumer goods (yang selalu menarik untuk dibahas) yang dulunya merajai pasar tapi kalah telak oleh pendatang baru dikarenakan oleh kurang inovasi alias ketinggalan jaman. Sifat merasa telah menjadi market leader seringkali menjadi satu kelemahan terbesar yang bisa dengan mudah disalip oleh pendatang baru. Contohnya adalah Redoxon. Redozon terkenal sebagai produk kesehatan Vitamin C yang dikonsumsi dengan memasukkannya ke dalam air. Redoxon tidak dapat dipungkiri adalah 1 brand yang memiliki persepsi kualitas yang ok. Tapi saya sangat kaget karena beberapa waktu lalu saya melihat di pasaran Redoxon mengeluarkan tablet hisap. Aneh ya.. saya sangka dia memang tidak mau bermain di pasar tablet hisap, lantaran Xon-Ce, Vitacimin, dll telah bermain sejak dahulu dan menguasai market cukup dominan. Mungkin saja hal ini dilakukan Redoxon lantaran tidak bisa tinggal diam pasar konsumen Vitamin C digerogoti oleh produk yang berharga jauh lebih murah itu. Mungkin saja dulu ia merasa berada pada lini produk yang berbeda sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai kompetitor. Tetapi kenyataannya berbeda, masyarakat memang berpindah (ini jelas sekali terjadi pada keluarga saya, sudah tidak pernah mengkonsumsi Redoxon lagi, karena banyak produk substitute yang lebih praktis, seperti Vitacimin atau You-C) menggunakan produk yang dulu nya disangka bukan kompetitor.

Apa yang dapat kita pelajari dari kasus tersebut? Yup! Redoxon telat melakukan sebuah inovasi, dengan memiliki brand yang sangat kuat, ia terlalu fokus pada satu hal dan kecolongan oleh pemain baru. Ingat! kompetitor tidaklah selalu berada pada produk yang identik, melainkan yang lebih berbahaya adalah produk yang dapat mengganti total produk anda! Bayangkan… apa yang telah menjadi mimpi buruk bagi Kodak, yaitu berkembangnya era digital, di mana handphone menjadi kompetitor sebuah film… tidak pernah dibayangkan sebelumnya bukan…

Jadi yang terpenting adalah sepanjang tahun… sepanjang waktu riset market tetap harus dilakukan… karena inti dari inovasi adalah data dan kreativitas, di mana peluang-peluang besar harus dimanfaatkan oleh sebuah inovasi produk. Jangan anggap remeh kondisi apabila anda telah menjadi market leader, brand harus terus direjuvinasi dan dunia membutuhkan inovasi. Dunia terus berubah, dan anda bisa kapan saja : kecolongan!