May 17, 2013

Komunitas Paruh Baya, 3 Rahasia Penting Sssttt ....


Percaya atau tidak, menunjukan keeksisan diri bukan hanya terjadi di kalangan generasi muda. Tetapi juga terjadi di kalangan paruh baya sekalipun. Sabtu malam, saya sempatkan diri untuk melakukan sedikit penyegaran pikiran dengan berjalan-jalan di Car Free Day Braga di Bandung. Ada beberapa circle yang mengadakan event yang berbeda.

Ada yang menggunakan panggung dan tenda, ada yang tidak. Beberapa meter tidak jauh dari pintu gerbang jalan Braga, ada yang membuat saya tertarik. Saya melihat sebuah banner bertuliskan “Suara Middle Age Community”. Ada lebih dari sepuluh orang wanita paruh baya berdiri dan membuat barisan rapi tepat di depan banner tersebut. “Hmm.. Komunitas Paruh Baya?”, pikir saya. “Hahaha. Lucu! Semuanya aja dijadiin komunitas!”, ejek teman saya. Sampai akhirnya saya menyadari bahwa ini adalah sebuah fenomena unik yang seru untuk dibahas.

Bahasan mengenai komunitas ini memang sedikit menyinggung hal psikologi. Namun tanpa disadari atau tidak, para brand atau pelaku pun mulai menyasar komunitas-komunitas yang berkaitan dengan produk mereka untuk mengembangkan strategi marketing mereka. Para brand mulai menyadari bahwa komunitas memiliki peran yang sangat penting di kehidupan masyarakat, khususnya untuk target market mereka.
Semakin banyak komunitas yang terbentuk, tentu akan menjadi nilai tambah bagi para brand atau pelaku usaha.


Namun, berkaitan dengan pecahan dari komunitas, yakni individu per individu yang ada di dalam komunitas tersebut, ada hal menarik yang bisa kita pelajari. Bahasan fenomena yang saya temukan ini berkatan dengan social network atau jaringan sosial. Pembentukan sebuah komunitas menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh manusia untuk bersosialisasi dan membentuk sebuah jaringan.

Selain berkaitan dengan hal psikologi dari per individu yang ada di komunitas tersebut, fenomena ini pun memiliki kaitan dengan social network. Ada 4 hal yang ditawarkan oleh sebuah social network yang juga melatarbelakangi kenapa individu cenderung membentuk social network atau jaringan sosial, yang sumbernya saya dapat dari Ray Poynter dalam bukunya yang berjudul “The Handbook of Online and Socia Media Research”.

Keempat hal tersebut adalah personal presence, special connections, posting, dan an administrator role. Namun, disini saya akan bahas dan adaptasikan 3 poin saja dari teori tersebut dengan fenomena yang saya temukan. Yuk, simak!

1. A Personal Presence; Rasa Ingin Diakui
Manusia adalah makhluk sosial. Fakta ini memberikan bukti bahwa manusia membutuhkan dan butuh untuk dibutuhkan oleh orang lain. Manusia yang terus-menerus menerima hal dan manfaat dari orang lain pun pasti pada akhirnya akan merasa jenuh juga. Bagaimana pun, hal yang baik adalah hal yang bisa seimbang. Ada kebutuhan pada diri manusia untuk merasa dibutuhkan. Berangkat dari faktor ini, maka setiap individu cenderung membentuk sebuah sikap yang sering disebut ‘ingin mendapat pengakuan dari orang lain’. Sikap tersebut membentuk karakter manusia atau individu untuk bersikap aktif dalam berpartisipasi di sekitarnya. Rasa ingin diakui inilah yang mendorong individu untuk tampil eksis dan aktif di lingkungannya.

Kejenuhan para wanita paruh baya yang kesehariannya berkutat dengan pekerjaan rumah membuat mereka cenderung mencari hal-hal yang menarik dan bisa menghibur mereka di waktu senggang mereka. Selain itu, kesadaran mereka akan fakta bahwa generasi muda yang ada di sekitar mereka sudah sangat sibuk dengan aktivitas di luar apalagi yang berkaitan dengan dunia maya, bisa menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi para wanita paruh baya memiliki rasa ingin diakui oleh orang yang ada di lingkungan sekitar.

Terlepas dari itu semua, setiap individu memiliki sifat ‘ingin diingat’ dalam dirinya masing-masing. Dengan bergabung pada sebuah komunitas, wanita paruh baya ini bisa berpartisipasi dan memberikan kontribusinya dalam komunitas tersebut yang bersinggungan dengan kebutuhan orang banyak. Sifat natural dari manusia itu sendiri adalah semakin banyak berkontribusi dalam hal yang berkaitan dengan orang banyak, maka semakin besar kemungkinan yang mereka dapat untuk bisa diingat dan diakui oleh lingkungan mereka. Dengan bergabung pada sebuah komunitas, bukan hanya nama saja yang dikenal dari tiap individunya. Kesukaan, ketidaksukaan, bidang yang dikuasai, dan semacamnya pun akan diingat oleh lingkungan sekitar. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa wanita paruh baya ini membentuk komunitas untuk kalangan mereka.

2. ‘Special’ Connection; Keterikatan Dengan Yang Sepenanggungan 
Bukan hanya sebuah hubungan asal-asalan yang dibentuk oleh tiap individu, tetapi juga mereka memiliki keinginan untuk membentuk hubungan yang spesial. Karena dari hubungan spesial, maka akan timbul tahapan rasa ingin diakui yang lebih tinggi. Bukan hanya diakui sebagai individu biasa, tetapi juga individu yang spesial yang terbentuk dari hubungan yang spesial.

Hal ini terbukti pada wanita paruh baya yang membentuk komunitas khusus dengan orang-orang yang seumuran dengan mereka. Sama halnya dengan ketertarikan atau interest yang menjadi dasar sebuah komunitas terbentuk, disini mereka membangun hubungan atau jaringan sosial yang spesial dengan dasar memiliki rasa sepenanggungan yang sama yang mereka rasakan pada usia mereka.

Rasa itulah yang kemudian menjadi dasar membentuk hubungan spesial yang terjadi diantara individu yang sepenanggungan dan juga memiliki interest yang sama yang kemudian mendorong mereka untuk berpartisipasi dan aktif dalam perkumpulan yang dibentuk, seperti komunitas pada umumnya.

3. An Administrator Role; Adanya Kepengurusan dan Struktur Organisasi
Sebuah perkumpulan atapun organisasi itu tidak akan berjalan dan bertahan lama jika tidak ada peran sebuah pengurus di dalamnya. Terbentuknya sebuah perkumpulan paruh baya pasti dilatarbelakangi oleh kesamaan visi dan tujuan. Tujuan tersebut tidak akan tercapai jika tidak ada peranan pengurus atau koordinator yang ada di dalam komunitas paruh baya itu.

Para pengurus inilah yang mengarahkan ingin seperti apa perkumpulan atau komunitas yang mereka dirikan. Kejelasan dan keteraturan konsep dan struktur yang mereka susun membuat komunitas paruh baya terus berkembang dan memiliki banyak anggota. Para pengurus memiliki tanggung jawab yang besar dalam sebuah komunitas. Pengurus bahkan bisa membubarkan komunitas tersebut dalam satu waktu.

Hal ini juga menjadi pemicu bagi setiap anggota untuk turut aktif berpartisipasi agar bisa mendapatkan posisi sebagai pengurus dan juga bisa memiliki tanggungjawab yang lebih besar daripada anggota lainnya. Semakin tinggi posisi seseorang dalam sebuah komunitas, maka kemungkinan untuk bisa dikenal semakin besar. Peran pengurus ini yang bisa ditawarkan oleh sebuah komunitas khususnya komunitas paruh baya untuk menarik masyarakat bergabung dan sejenak mencari kesenangan lain di tengah rutinitas dan kesibukan mereka.

2 comments:

ranirano said...

yaaa 3 rahasia yang manjur banget dalam berkomunitas.

dengan adanya komunitas memang akan lebih mudah ditembak oleh para pelaku bisnis. hanya saja, akan terlihat bedanya untuk pebisnis yang hanya menginginkan sales dengan pebisnis yang menggaet komunitas demi network yang baik.

Anonymous said...

Diakui atau tidak, komunitas sekarang sudah jadi favorit para brand yang pengen ikutan di gelombang viral.

Mau tidak mau brand yang mau sukses harus gandeng komunitas biar jadi kuat, baik itu di offline ataupun di online, cuma memang 3 jurus kunci ini yang bener2 harus dipahami dulu, agar bisa gandeng dan makin kuat gandengan nya sama komunitas2

Shinta Margaret