Mau Beriklan,
Yakin Nggak Nih?
Yakin Nggak Nih?
Pernahkah anda menghitung berapa banyak iklan yang ‘menghajar’ kamu mulai dari bangun tidur di pagi hari sampai pergi tidur kembali di malam harinya? Masih teringat jelas dibenak saya ketika salah satu dosen mata kuliah Periklanan sewaktu kuliah dulu menugaskan kami untuk menghitungnya. Awalnya kami tertawa, “Gampang banget sih tugasnya!”. Jangan salah! Pada prakteknya, kami sangat kewalahan! Kewalahan karena saking banyaknya iklan yang harus kami hitung dan kami catat. Pagi hari sarapan sambil baca Koran saja saya sudah disuguhi lebih dari sepuluh iklan, selama perjalanan ke kampus saya diberikan pemadangan billboard-billboard, spanduk, poster hingga brosur atau flyer yang jumlahnya membuat saya tidak sempat mencatat iklan apa saja yang saya lihat, di kampus? Apalagi! Pulang ke rumah, santai-santai nonton televise…Alamaaaakkk!! Banyak kalinya tu iklan!! Fiuh, ternyata menghitung jumlah iklan yang saya dengar atau lihat seharian bukanlah hal yang mudah dijaman sekarang ini. Banyaaaaakkk sekali!!
Bukan, saya bukan mau membahas jumlah iklan kok disini (apalagi membahas nilai yang saya dapatkan dari tugas tersebut! Hehee! Nggak penting banget! ;p ). Walaupun itu saya ceramati beberapa tahun yang lalu ketika saya masih imut-imut gimanaaaa gituh (Narsis mode on*), tapi setelah saya amati lagi sekarang pun situasinya masih sama kok. Di tengah bermunculannya banyak alternative media pemasaran dan komunikasi, terutama media Below The Line (BTL) yang lagi booming-booming-nya dikalangan pemasar, media Above The Line (ATL) yang “diketuai” oleh iklan media massa ternyata masih menjadi primadona utama yang sulit diabaikan pesonanya.
Buktikan saja, berapa banyak iklan yang tersedia di pasaran, baik media elektronik, media cetak maupun media luar ruang. Naaahh, yang menjadi pertanyaan besar saya “Sebanyak itu iklan yang ada, apa mereka yakin iklannya bakalan diperhatiin sama konsumen??”. Saya saja kadang suka peduli-nggak peduli sama iklan yang saya dapat, lihat atau dengar sekilas, sesudah itu “hilang” dari benak dan ingatan saya. Terus kalau begitu percuma donk iklannya? Tujuan iklan itu tercapai kah? Perusahaan rugi donk kalo gitu? Tidak juga! Tidak kalau perusahaan terlebih dahulu yakin terhadap beberapa hal sebelum memutuskan beriklan di media massa. Apa saja tuh?
Yakin produk atau jasa yang dimiliki cocok
Cocok disini artinya produk atau jasa yang dimiliki perusahaan dapat diterima oleh target marketnya. Dapat diterima berarti cocok dan mengena di hampir semua target market. Cocok itu bukan hanya dilihat dari feature produk itu sendiri, tapi juga termasuk harga. Banyak perusahaan yang atas nama inovasi membuat produk atau jasa yang aneh-aneh, mereka sih menyebutnya unik, inovatif, kreatif atau apalah. Tapi apa gunanya jika tidak diperlukan oleh khalayak? Penentuan harga juga bukan berarti yang murah yang terbaik, tapi buatlah harga yang sebanding dengan value yang didapatkan konsumen dari produk atau jasa perusahaan. Iklan segencar atau sebagus apapun kalau produk atau jasa yang diiklankan itu tidak cocok dari segi feature dan harga ya “Yuk Dadah Bye-Bye!”
Yakin materi yang diiklankan oke
Setepat apapun produk atau jasa yang perusahaan miliki, jika materi iklan yang diluncurkan tidak ok ya hasilnya “same aje boong!”. Iklan yang ok bukan hanya berbicara mengenai iklan yang mengeluarkan biaya spektakuler atau bertabur bintang-bintang beken. No-no honey! It’s not only bout that! Kita harus bicara tentang banyak hal, konsep iklan yang kreatif, script yang mudah dimengerti, grafis yang keren, pencahayaan yang sempurna, pengambilan gambar yang professional, dab hal-hal lain yang mengeluarkan output iklan yang oke. Eitz, belum cukup juga ternyata, karena semua hal itu juga harus tepat untuk target market yang hendak dituju. Ya wong mereka kok yang mau perusahaan “pelet” melalui iklannya. Ya tho?
Yakin media yang digunakan tepat
Memang ada banyak media yang bisa digunakan untuk beriklan seperti yang sempat saya singgung sebelumnya. Tapi apakah lalu perusahaan harus menggarap semua media tersebut untuk mendapatkan perhatian dari target market? Ya nggak lah! Sekali lagi perusahaan harus lihat dulu siapa target market yang mau dituju dari iklan tersebut. Pastikan perusahaan melihat mereka dari sisi gegrafis, demografis maupun psikografis-nya. Cari tahu media mana yang biasanya mereka lihat, dengar, atau baca, tempat mana yang biasanya mereka lewati atau kunjungi, daerah mana biasanya mereka tinggal, dan hal-hal lain yang dapat membuat si iklan tersebut dapat “kena sasaran”. Buat apa memuat iklan di majalah Hai kalau target marketnya anak-anak? Ya pasang iklan di majalah Bobo donk! (hahaa…contoh yang ekstrim memang! ;p)
Yakin waktu yang dipilih pas
Jangan sepelekan masalah penayangan iklan lho! Ini bukan cuma berlaku untuk iklan di media elektronik saja, tapi media cetak ataupun luar ruang juga kok. Lepas dari produk atau jasa yang memang kena aturan penanyangan iklan menurut Undang-Undang (seperti rokok, alat kontrasepsi, klinik kejantanan, dll), produk atau jasa yang memang ‘aman’ pun harus lebih teliti dalam waktu pemunculan. Sekarang bayangkan, kalau produk perusahaan itu adalah produk mainan anak, ya jangan pasang iklan waktu pagi-pagi dimana anak-anak umumnya lagi pada sekolah, siapa yang mau lihat kecuali anak yang bolos? Kalau perusahaan menjual produk jas hujan, tidak perlu iklan banyak-banyak apalagi besar-besaran di waktu musim panas kan? Disini perusahaan memang harus lebih peka mengamati dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi waktu mana yang tepat bagi mereka untuk ‘masuk’ memunculkan iklan mereka.
Well, sebenarnya memang suka-suka perusahaan sih mau pasang iklan kaya apa dimana saja kapan saja, toh kasarnya duit-duit mereka ini! Tapi atas nama efektifitas iklan yang berujung ke efisiensi anggaran ya tidak ada salahnya saya mengutarakan pikiran saya kan? Hehee..! Siapa tahu bisa membantu perusahaan yang memang hendak beriklan. Yakin ya Bos!=)
No comments:
Post a Comment