Jul 13, 2011

Advertising, Dulu dan Sekarang



Coba kita ingat-ingat lagi, berapa banyak iklan yang kita temui dalam sehari? Dari mulai bangun tidur, kita mungkin sudah ketemu dengan iklan saat kita cek berita lewat BlackBerry, iPad, atau nyalain TV. Sarapan gak lengkap rasanya tanpa baca koran, bermacam iklan pun muncul di sana. Beranjak keluar rumah menuju kantor atau sekolah, yang punya mobil gak jarang nyalain radio buat mendengarkan musik yang diselingi cuap-cuap penyiar dan apalagi kalau bukan iklan.

Sementara yang pada naik angkutan umum, motor, dan para komunitas sepeda, juga gak luput dari sasaran iklan. Setiap jalanan yang dilewati selalu dihiasi dengan billboard segede gaban, spanduk membentang, bahkan sampai tempelan iklan badut, sulap, musik, di tiang lampu lalu-lintas, jadi bagian dari keseharian kita sampai kita kembali ke rumah dan tidur kembali. Iklan gak pernah lepas dari kehidupan kita. Pernahkah Anda membayangkan dunia tanpa iklan?

Tanpa iklan, dijamin deh gak akan ada lagi yang mengeluh sebel pas lagi nonton tv karena film favoritnya kepotong iklan. Saat buka situs berita favorit macam detik.com kita pun gak perlu lagi dipusingkan dengan layout webnya yang semrawut dengan iklan. Aktivis go green juga pasti menyambut baik, karena penggunaan kertas atau material lainnya yang biasa dipakai sarana promosi pasti berkurang. Jangan lupa juga lingkungan yang bisa lebih indah tanpa billboard raksasa dan tumpukan spanduk.

Tapi bicara iklan di media ATL sampai BTL, itu sih jadul! Sekarang sudah beda zamannya. Sebelum bahas lebih lanjut, ada baiknya kita bahas dulu tentang iklan itu sendiri. Saya ngga akan membahas detail lho, cuma sekadar mengingatkan karena pasti sebagian besar dari kita sudah jago banget urusan iklan.

Kalau Anda diminta untuk menyebutkan brand sebuah obat nyamuk, apa saja yang akan Anda sebutkan? Baygon, Hit, Domestos, dan lainnya. Atau kalau yang ditanya adalah merk minuman teh apa yang Anda tahu, apa jawaban Anda? Teh Kotak, Teh Botol, Teh Gelas, dan lainnya. Nah dari contoh sederhana ini, apa kira-kira yang bisa bikin kita menyebutkan nama-nama itu? Karena kita kenal dengan brand-brand tersebut, betul? Gimana caranya? Karena mereka beriklan. Jadi apa itu iklan?

“Iklan merupakan media informasi yang dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik minat khalayak, orisinal, serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasif sehingga para konsumen atau khalayak secara suka rela terdorong untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai dengan yang diinginkan pengiklan.” (Jefkins, 1997:18). Sederhananya, iklan adalah sarana promosi sebuah produk berupa pesan yang ditujukan kepada masyarakat melalui suatu media.

Lalu kenapa sih orang-orang butuh beriklan? Menurut Shimp: 2000, iklan punya fungsi sebagai berikut:

1. Menginformasikan
Sama seperti contoh sebelumnya, iklan membuat masyarakat/ konsumen tahu tentang sebuah produk baru hingga keunggulannya. Menurut Kotler, iklan sangat dibutuhkan untuk membangun permintaan primer. Jadi kalau Anda pengin orang-orang tahu produk Anda, ya beriklanlah, di manapun dan melalui media apapun. Semakin banyak media yang digunakan, semakin besar pula kemungkinan masyarakat tahu produk Anda.

2. Membujuk
Bukan iklan namanya kalau ngga bisa membujuk orang untuk beli produk yang diiklankan. Ya namanya juga jualan, tujuan akhir dari iklan adalah terciptanya pembelian. Kalau kita ngga bisa membujuk orang-orang untuk membeli produk kita, berarti iklan kita ngga efektif.

3. Mengingatkan
Iklan juga punya fungsi sebagai reminder (pengingat). Pernah lihat kan iklan tv obat batuk yang diulang-ulang sampai tiga kali. Kalau ada yang bilang itu nyebelin toss sama saya, hehe! Nyebelin sih, tapi pas saya lagi batuk dan mau beli obat entah kenapa bayangan iklan itu yang muncul, akhirnya apa? Saya beli produk itu. Ya, itulah salah satu contoh gampangnya.

4. Memberikan nilai tambah
Iklan yang efektif akan memberikan nilai tambah produk. Ngga heran kan ada produk yang bisa dipersepsikan lebih mewah, lebih bergaya, lebih bergengsi, bahkan melebihi apa yang ditawarkan oleh produk lain, pokoknya secara keseluruhan produk tersebut memberikan kualitas yang lebih baik dari produk lainnya. Contoh gampangnya adalah iklan Magnum Cafe. Ngiler ngga tuh pas liat VJ Marissa lagi ngegigit es krim Magnum?! Selain karena faktor Marissanya yang cakep, juga karena kampanye Magnum sebelumnya yang bisa mempersepsikan produknya sebagai produk eksklusif. Iklan yang efektif akan memberikan nilai tambah terhadap brand atau produk tertentu dengan cara memengaruhi persepsi konsumen.

Iklan memang ngga tergantikan sebagai salah satu sarana promosi yang baik. Terutama buat para pengiklan yang pengin mendapatkan high impact, tinggal langsung pasang di tv atau koran skala nasional aja maka seluruh Indonesia bisa lihat produk/ brand kita. Syaratnya, punya uang banyak. Apalagi makin ke sini, iklan bukan lagi sekadar sarana jualan tapi juga bisa dibilang sebagai salah satu bidang seni. Para pengiklan berlomba-lomba menciptakan iklan sekreatif mungkin yang bukan hanya menarik secara visual tapi juga bisa memberikan dampak efektif bagi penjualan.

Tapi bicara masa sekarang, masa di mana teknologi semakin menipiskan jarak antara produsen dan konsumen, pengiklan bukan lagi sekadar pihak yang bilang produknya lebih bagus dari produk lainnya. Kegiatan beriklan seolah sudah makin tipis artinya dengan merekomendasikan. Apa yang terjadi? Berikut ini beberapa analisa saya

1. Rekomendasi
Katakanlah ada produk minuman baru, harganya mahal dibandingkan minuman yang biasa kita beli, lebih percaya mana; iklan yang bilang minuman enak, atau teman kita yang bilang itu enak? Pilih yang dibilang teman bukan?! Karena apa? Karena dasarnya dia sudah pernah mencobanya. Kalau melihat dari kacamata seperti ini, maka iklan melalui media seperti yang disebutkan di atas bukan lagi media yang efektif kan?! Kepercayaan calon pembeli bisa jadi semakin berkurang terhadap produk yang diiklankan, apalagi untuk produk-produk baru.

2. Serba mudah 
Zaman sekarang serba mudah. Bisa dikatakan, saat ini internet jadi salah satu lapak yang paling banyak dikunjungi orang. Bukan hanya untuk bersosialisasi tapi juga untuk belanja. Mulai dari gadget, CD, fashion, dan lainnya, sekarang sudah tersedia semua di satu tempat. Kita ngga perlu lagi ke mall untuk sekadar beli CD album terbaru Lady Gaga. Malah tanpa perlu beli CD-nya pun kita bisa dapat gratis di internet, tinggal download aja, gratis..hehe (jangan ditiru ya!).

3. Promotion is conversation
Era social media sekarang ini menjadikan kegiatan berpromosi seperti iklan layaknya sebuah percakapan. Di social media “hukumnya” adalah conversation. Orang dengan account pribadi tapi spamming dan berjualan sana-sini ngga akan mendapatkan tempat, apalagi kalau interaktifitasnya ngga dijaga, ibarat ngomong sama tembok deh. Sebaliknya yang konsisten dan interaktif dalam menjaga pelanggannya bisa menciptakan repetisi pembelian.

Nah, secara sederhana, inilah yang membedakan iklan sekarang dengan iklan jadul. Bukan sekadar soft selling tapi lebih kepada conversation. Karena dengan adanya conversation terciptalah kedekatan emosi antara 1 orang dan lainnya. Saat orang sudah merasa dekat maka kepercayaan pun mulai muncul sehingga penjualan dan pembelian pun jadi lebih mudah dilakukan. Ya, teorinya kurang lebih begitulah selebihnya ya tentu melalui proses, karena bagaimana pun ngga ada yang instan di dunia ini.

Salam creative sales

2 comments:

Richard said...

Mantep bos! Ulasannya bagus-bagus. Promotion is conversation saya jadi ingat buku New Wave Marketing keluaran markplus.

Creasionbrand - Creativesales Agency and brand partner said...

Yups Bos setuju sekali, apalagi di era di mana social media berkembang sangat pesar saat ini.

Thank udah baca blog kita