Jun 3, 2013

Transformasi Bisnis 360 derajat. Do it or Die

Kalo kata Charles Darwin, mereka yang akan survive adalah bukan mereka yang paling kuat, tapi mereka yang berhasil untuk menyesuaikan diri. Kita sebagai individu di setiap level usia yang kita lewati juga seringkali melakukan perubahan atau bahasa kerennya adalah transformasi. Semata-mata kita melakukan transformasi tersebut untuk bisa menyesuaikan dengan kebutuhan yang ujung-ujungnya supaya kita bisa survive.

Hal ini analoginya sama juga dengan mengelola sebuah bisnis. Rasanya bisnis yang tidak mau bertransformasi hanya berakhir di liang kubur alias bangkrut, karena pada saat konsumen/target market kita berubah, sudah selayaknya bisnis juga ikut berubah. Hal ini dikarenakan hakekat bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan dari konsumen/target market.

Berbeda lagi tantangannya bagi Anda yang memiliki bisnis yang telah tersebar di berbagai kota, atau jika Anda memiliki brand dengan berbagai karakteristik yang berbeda-beda baik dari sisi standar ekonomi. Studi kasus yang menarik sekali adalah Pizza Hut. Pizza Hut memiliki tantangan yang berbeda di setiap outlet mereka, contohnya saja untuk outlet-outlet mereka di Jakarta memiliki target market yang berbeda dengan outlet-outlet mereka di Bandung. Atau sama-sama di Jakarta, tapi outlet mereka yang ada dekat dengan perkantoran tentu memiliki target market yang berbeda dengan outlet yang dekat dengan perumahan.

Tidak heran hal ini menjadikan Pizza Hut memiliki berbagai strategi yang berbeda baik yang bersifat menyeluruh maupun di setiap outletnya. Nah beberapa kali saya berkunjung ke sana terutama outlet mereka yang di Jakarta dan berada di sekitar gedung perkantoran, saya mulai melihat adanya sebuah transformasi.


Dari kecil saya adalah penggemar Pizza Hut, dan memang restoran ini selalu ramai dikunjungi orang, bisa jadi karena keunggulan mereka untuk selalu siap sedia bertransformasi.

Salah satu permasalahan yang berat untuk sebuah restoran adalah untuk mengisi “waktu kosong” di weekdays. Karena sebagian besar orang di waktu weekdays atau di waktu bukan jam makan siang atau makan malam, tentu tidak memiliki kebiasaan untuk datang ke sebuah restoran.

Hal ini disiasati Pizza Hut dengan berbagai strategi inovasi yang mereka lakukan. Dan dari pengamatan saya, inovasi mereka yang menyeluruh tersebuh membuat mereka bertransformasi dari sebuah tempat makan keluarga menjadi sebuah café atau bahkan tempat nongkrong!

Hah?? Masa nongkrong di Pizza Hut? Ga seru banget deh kayaknya! Ya.. begitulah awal saya berpikir, tapi jangan salah, sepertinya Anda perlu mencoba! Saya mengalami sendiri karena beberapa kali “kepepet”. Di suatu siang yang nanggung sekitar jam 11 siang saya mencari tempat untuk meeting dengan teman, melihat Pizza Hut dengan wanginya yang khas, saya jadi tergoda untuk masuk. Saya awalnya ga berekspektasi kalau Pizza Hut cukup lengkap menyediakan fasilitas “nongkrong”. Pas saya Tanya apakah ada tempat duduk yang dekat dengan colokan listrik, eh ternyata ada. Kemudian pas saya Tanya apakah ada Wifi, eh ternyata ada juga ;) pas saya melihat2 menu mencari cemilan dan kopi, wah tersedia juga! Bahkan harganya pun cenderung lebih murah dari coffee shop seperti Starbucks, Coffee Bean atau Kopi Luwak.

Kejadian keduanya terjadi saat pagi2 saya datang kepagian untuk meeting, lalu saya mencari tempat nunggu yang bisa sekaligus sarapan dan minum kopi. Yang ada cuma Pizza Hut, pada saat saya mau memesan, wah ternyata asyik banget karena di sini ada menu sarapan, termasuk kopi dan harganya cukup terjangkau (dibandingkan saya harus nongkrong di coffee shop).

Memperhatikan apa yang dilakukan oleh Pizza Hut, transformasi bisnis dilakukan tidak setengah-setengah, namun meliputi aspek-aspek yang menyeluruh :

1. PRODUK
Saat Pizza Hut mengeluarkan produk “Sarapan” menurut saya ini adalah ide yang brilian. Secara hitung-hitungan bisnis, produk “sarapan” ini bisa meningkatkan profit mereka. Hal ini karena melihat bahwa secara cost sewa, mereka tetap sama, namun dengan membuka lebih awal restoran, jadi memiliki peluang mendapatkan omset tambahan. Yang mungkin akan bertambah hanyalah komponen biaya SDM dan listrik, namun jika dilihat di pagi hari pelayan yang bertugas memang jauh lebih sedikit.

Produk yang ada di Pizza Hut sekarang memang mendukung transformasi mereka menjadi sebuah tempat nongkrong. Berbagai sajian kopi tersedia dan cemilan. Peluang menjadi sebuah tempat sarapan juga menjawab kebutuhan mereka terutama para pekerja di area perkantoran. Hal ini juga sejalan dengan “breakfast wave” yang akhir2 ini terjadi di kalangan restoran fast food. Baik KFC, McD semua berlomba-lomba dengan menu sarapan mereka.

Kesiapan produk sebagai sebuah lifestyle juga terlihat dari kemasan yang dipersiapkan untuk take away. Saat take away produk kopi, mereka telah memiliki kemasan yang serupa dengan kemasan minuman lifestyle lainnya, seperti membeli bubble tea di mall-mall.

2. FASILITAS
Kesiapan fasilitas Pizza Hut dalam transformasinya menjadi sebuah tempat nongkrong paling signifikan terlihat dari dekorasinya. Mungkin ini tidak Anda sadari secara langsung, namun dekorasi merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi psikologi konsumen untuk pada akhirnya mendefinisikan sebuah brand, apa positioning mereka. Jika kita perhatikan saat ini Pizza Hut terlihat lebih “ringan” dengan dekorasi warna yang lebih muda dan cerah, seperti warna krem dan merah, memperlihatkan keinginan mereka untuk tampil lebih friendly. Bukan lagi sebagai sebuah restoran pizza ala “Happy Day” tapi menjadi sebuah café atau tempat menikmati makanan dan minuman saat santai.

Dekorasi yang mendukung kesan ringan tersebut juga diperlihatkan melalui foto-foto aktivitas karyawan mereka yang sedang melayani, yang dicetak hitam putih dan dipajang di sekeliling restoran, seperti pajangan foto-foto keluarga di sebuah rumah. Secara jelas konsep santai dan hangatlah yang ingin dihadirkan dalam Pizza Hut saat ini.

Tidak takut kasih colokan dan wifi juga adalah salah satu strategi yang mereka ambil untuk memenuhi kebutuhan tempat nongkrong. Saya bertemu dengan beberapa pemilik resto yang takut untuk memberikan colokan dan wifi karena takut konsumen mereka berlama-lama. Namun hal ini bisa ditelaah dari sudut pandang lain juga. Bagi Pizza Hut bisa jadi tidak takut, mengingat dari pada di Weekdays dan jam office restoran saya kosong melompong, masih mending ada yang datang menggunakan colokan dan wifi dan membeli kopi atau beberapa cemilan untuk dinikmati.

3. SERVIS
Pelayanan adalah salah satu elemen pelengkap yang memiliki pengaruh signfikan. Terlihat dari SOP yang diterapkan kepada para frontliners mereka, terlihat bentuk komunikasi yang lebih hangat dan friendly.

Transformasi secara menyeluruh ini tentu dilakukan dengan tujuan meningkatkan performa bisnis, ya tentu saja penjualan! Saat kita stuck untuk meningkatkan penjualan, ada baiknya kita melemparkan pertanyaan ke diri kita sendiri apakah ini saatnya bisnis saya melakukan transformasi?

Creasionbrand I Creative Sales & Brand Partner

3 comments:

Anonymous said...

Adaptasi atau mati, pelajaran penting ini wajib sekali di amin ni oleh pebisnis yang pernah mencicipi masa jaya. Banyak contoh2 perusahaan2 yang tutup hanya karena menolak atau gagal beradaptasi, misal seperti Kodak di luar negeri sana.
Salut unutk Pizza Hut

Shinta Margaret

Anonymous said...

memang pada dasarnya bisnis itu akan senantiasa berubah menyesuaikan dengan kebutuhan, keinginan dan ekspektasi konsumen yang senantiasa berubah..

bakalan so yesterday banget kalo bisnis kita nggak ada inovasi

Graziee said...

Kalo 360 derajat bukannya artinya balik ke titik awal lagi ya ?