Hari itu Senin pagi tanggal 22 Desember 2007, ketika saya dalam perjalanan menuju kota Solo. Terjadilah sebuah dialog yang mengalir di atas bus EKA jurusan Jogja-Surabaya via Solo, seperti berikut ini:
“Mas, ada uang pas ?”
“Ga ada, Pak”.
“Cari dulu dech”.
“Bener, ga ada”.
“Kalo gitu, Anda turun di Janti. Ikut bis belakangnya ini”
Saya ga bisa jawab apa-apa. Sampai di agen bus EKA di Janti, saya pun turun dengan perasaan sangat kecewa. Selain itu, saya jadi penasaran, bagaimana mungkin manajemen PO. EKA memiliki kebijakan sesadis ini, mengusir penumpang gara-gara tidak membayar dengan uang pas.
Saya pun duduk manis di ruang tunggu agen Janti, menunggu armada PO. EKA berikutnya yang datang jam setengah 8. Sesuai jadwal, akhirnya bus pun datang. Dari sisi waktu, boleh juga bis ini, on time. Tapi, saya masih belum habis pikir dengan kebijakan kondektur yang “membuang” saya di bus sebelumnya. Saya pun segera naik ke atas bus tersebut, dan duduk dengan manis di kursi yang tersedia. Tak lama kemudian, pak kondektur menghampiri saya.
“Turun mana, Mas?”
“Solo, Pak”. Uang 50 ribuan saya sodorkan ke pak kondektur.
“Waduuh, uang pas aja, Mas”.
“Ga ada, Pak”.
“Kembaliannya, nanti pas turun di terminal ya”.
Di balik tiket, kondektur menulis angka 41.000. Artinya, saya masih punya piutang 41.000 yang bisa diambil nanti, pas turun di terminal. Saya pun menuruti solusi pak kondektur, daripada di usir lagi.
Dari kisah nyata yang saya alami di atas, saya belajar mengenai service atau layanan dalam sebuah bisnis. Untuk memastikan Service atau layanan bisnis berjalan baik, ternyata tidak cukup dengan memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang bagus. Lebih dari itu, sebuah layanan harus didukung oleh “orang” yang menjalankannya. Seperti kejadian saya dengan layanan PO. EKA, salah satu perusahaan bus yang kabarnya memiliki pelayanan terbaik. Saya kurang tahu SOP manajemen PO. EKA ketika tidak ada uang kembalian, tapi saya yakin, apapun yang kondektur lakukan adalah keputusan pribadinya dalam menerjemahkan SOP yang ada.
Bagaimana menurut anda?
(Smber Gambar: standardoperatingprocedure.org)
“Mas, ada uang pas ?”
“Ga ada, Pak”.
“Cari dulu dech”.
“Bener, ga ada”.
“Kalo gitu, Anda turun di Janti. Ikut bis belakangnya ini”
Saya ga bisa jawab apa-apa. Sampai di agen bus EKA di Janti, saya pun turun dengan perasaan sangat kecewa. Selain itu, saya jadi penasaran, bagaimana mungkin manajemen PO. EKA memiliki kebijakan sesadis ini, mengusir penumpang gara-gara tidak membayar dengan uang pas.
Saya pun duduk manis di ruang tunggu agen Janti, menunggu armada PO. EKA berikutnya yang datang jam setengah 8. Sesuai jadwal, akhirnya bus pun datang. Dari sisi waktu, boleh juga bis ini, on time. Tapi, saya masih belum habis pikir dengan kebijakan kondektur yang “membuang” saya di bus sebelumnya. Saya pun segera naik ke atas bus tersebut, dan duduk dengan manis di kursi yang tersedia. Tak lama kemudian, pak kondektur menghampiri saya.
“Turun mana, Mas?”
“Solo, Pak”. Uang 50 ribuan saya sodorkan ke pak kondektur.
“Waduuh, uang pas aja, Mas”.
“Ga ada, Pak”.
“Kembaliannya, nanti pas turun di terminal ya”.
Di balik tiket, kondektur menulis angka 41.000. Artinya, saya masih punya piutang 41.000 yang bisa diambil nanti, pas turun di terminal. Saya pun menuruti solusi pak kondektur, daripada di usir lagi.
Dari kisah nyata yang saya alami di atas, saya belajar mengenai service atau layanan dalam sebuah bisnis. Untuk memastikan Service atau layanan bisnis berjalan baik, ternyata tidak cukup dengan memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang bagus. Lebih dari itu, sebuah layanan harus didukung oleh “orang” yang menjalankannya. Seperti kejadian saya dengan layanan PO. EKA, salah satu perusahaan bus yang kabarnya memiliki pelayanan terbaik. Saya kurang tahu SOP manajemen PO. EKA ketika tidak ada uang kembalian, tapi saya yakin, apapun yang kondektur lakukan adalah keputusan pribadinya dalam menerjemahkan SOP yang ada.
Bagaimana menurut anda?
(Smber Gambar: standardoperatingprocedure.org)
No comments:
Post a Comment