Minggu lalu kebetulan bertemu dengan salah satu pengelolah pree school yang baru saja didirikan di bandung, dengan mengambil lisence dari luar negeri, sekolah ini didirikan untuk bertarung memperebutkan dan menyicipi pasar yang sangat empuk. Bagaimana tidak empuk, untuk satu bulan saja setiap anggota dari pree school ini dikenakan charge 1.5 juta sampai 2 juta rupiah dengan total pertemua 8 kali dalam satu bulan, indikasi pertama tuh, indikasi kedua, semakin menjamurnya penyelenggara pree school di bandung ini juga menunjukan pasar yang cukup layak untuk dijadikan priuk nasi tentunya.
Sebetulnya sebelum pergi, pekerjaan ini saya serahkan kepada strategic planner perusahaan Stefanie, jujur saya merasa ga bidang dengan anak-anak haha apalagi yang dibawah lima tahun, namun kadang-kadang otak dengan hati suka ga singkron, di sisi lain tentu menarik sekali bidang baru ini yah jadi singkat kata ikut pergi deh (ga penting banget yah ceritanya haha).
Sesampai di tempat pree school tersebut langsung saja insting berkerja haha, loh kok ga terlihat seperti pre school??, padahal tempatnya bisa dikatakan cukup besar dan bagus. Dan mulailah petualangan detektif dilakukan, lihat sana sini, photo sana sini untuk merasakan atmosfer tempat tersebut dan kesimpulannya bahwa tempat ini sangat tidak memperhatikan ambience dan visual yang sesuai dengan kategori bisnis mereka dan segmen market mereka tentunya. Saya sedang membayangka ketika ibu-ibu datang dan matanya mulai melihat-lihat, pasti akan muncul keraguan dan pertanyaa “kok seperti bukan pree school yah” setidaknya seperti itulah yang tampak pada kesan dan visual pertama di depan dan lobby pree school tersebut.
Singkat kata, ngobrol-ngobrol deh dengan yang punya, “Bu konsep yang ibu buat ini sudah berdasarkan hasil Tanya sana sini dan riset atau feeling ajah?” “Yah dari ngobrol-ngobrol kita ajah mas, khan kita juga punya anak dan ibu-ibu, kalo riset sih belom lah dan sekolah-sekolah lain juga sudah kita kunjungin dan sama-sama ajah, emang perlu yah?”.
Krik krik Krik Krik, oh walah si ibu ini, pantes ajah yang dateng masih belum sesuai target dan mungkin ga akan tercapai targetnya (bukan doa loh) kecuali productnya memang bener-bener outstanding dan punya USP yang luar biasa dibandingkan pesaing.
Bagaimana mungkin mendirikan perusahaan di jaman sekarang dengan feeling dan hasil ngobrol-ngobrol santai, bukan tidak mempercayai feeling, namun dengan banyaknya pesaing dan sudah teredukasinya market, kita jelas membutuhkan riset untuk dapat memperlajari atribut pesaing, needs, wants and expectation nya target market. Contoh, ketika jenis pree school ini muncul pada awal-awalnya, mungkin expektasi target market belum banyak dan setinggi sekarang karena saat itu mereka belum teredukasi, tapi sekarang
Singkat kata akhirnya saya dan stef memberikan sedikit advise, soal ide dan strategi memang bukan perkara sulit namun itulah pekerjaan kami, namun dalam hal ini kami mensyarakatkan si ibu untuk melakukan riset terlebih dahulu sehingga arah strategi dan ide yang dibuat dapat memenuhi objective perusahaan dan tentunya dapat kami pertanggung jawabkan keberhasilannya.
“Tapi biaya riset itu khan mahal mas, saya sudah Tanya ke perusahaan A yang terkenal itu, sekitar 40 juta habisnya” Wah, Siapa bilang biaya riset itu mahal, inti dari riset adalah menemukan data dan fakta (informasi) yang tepat, yah tentu problem utamanya bukan hanya biaya tapi metode dan strateginya dan kadang tidaklah butuh biaya yang tinggi untuk itu dan bisa Anda tebak berapa biaya yang harus dikeluarkan si ibu pada akhirnya? hanya 6 juta bahkan kemungkinan bisa kurang. Yah tentu saja ini dikarenakan perbedaan metode yang ditempuh untuk mendapatkan sebanyak mungkin data dan fakta serta insight demi membangun brand dan penjualan perusahaan.
Yah seperti kata pepatah, Lain pohon lain pulah belalangnya. Ntar kita lanjutin lagi yah setelah riset dan tentu yang paling serunya, perang mendapatkan market dan mempertahankannya.
(Sumber gambar: www.maybole.org)
No comments:
Post a Comment