Jun 26, 2011

Wani Piroo?

Nah  khusus tulisan ini, tidak seperti biasanya saya tidak mencantumkan gambar/ image di beberapa paragraf awal, mengapa? Karena saya ini bertanya kepada semua pembaca, begitu melihat judul di atas kebayang ga iklannya? kalo kebayang ok, lanjut kepertanyaan ke dua, Iklan apa coba? *silahkan berpikir beberapa saat hehe*

Saya bener-bener tergelitik untuk menulis topic ini walaupun bukan seorang pakar iklan, yah setidaknya saya ingin membagikan pemikiran dan pengalaman saya mengenai topic ini. Dimulai beberapa waktu yang lalu, saya, sahabar saya dan adit saya sedang berkendaraan bersama, pada suatu pembahasan yang saya lupa sedang membahasa apa tiba-tiba saya nyeletuk “Wani Piroo?”. Entah kenapa kata-kata iklan ini begitu lekat diingatan saya dan pada saat itu juga kami semua tertawa mendengar celetukan saya tersebut.



Nah masalah kemudian muncul ketika adik saya cindy bertanya “kak, ngomong-ngomong Jin yang ngomong “wani piroo” itu iklan apa yah?  Tiba-tiba suana mobil menjadi hening, sahabat saya kemudian nyeletuk “iya yah iklan apa yah cin, seingat gua sih rokok deh”, sejujurnya saya agak malu sebagai orang yang ngakunya mendalami marketing mosok ga ingat iklan apa itu, tapi setelah berpikir keras jawaban saya hanya sampai pada “iklan rokok”, tapi rokok apa i don’t have any idea honestlly.

Penasaran saya dengan situasi seperti ini, beberapa hari kemudian kembali saya bertanya kepada beberapa anak yang sering magang di kantor,  saya “Cik, tau iklan yang  ‘wanii piroo’, Icik “oh tau bang, yang jin itu khan?”, saya “iya bener, coba iklan apa itu?”, Icik “waduh iya yah bang iklan apa yah, rokok kayanya cuma saya ga tau, iya yah apa yah”. Masih penasaran saya tanya ke satu orang lagi, “jo, tau iklan Wani Piroo?”, nah kali ini si Jo yang juga suka merokok ini menjawab tau, “oh iklan rokok bang, mereknya xxx” lah salah sebut merek dia, rokoknya sih udah bener haha.

Sebetulnya bukan 1-2 kali ada iklan yang demikian akrap dan bahkan kalimat di iklan tersebut menjadi demikian populer tapi ternyata iklannya itu sendiri orang lupa tepatnya apa. Ini tentu sebuah tanda tanya besar apakah iklan tersebut kemudian dapat dikatakan sukses atau tidak?  Bisa dikatakan sukses karena memang kemudian kalimat di iklan tersebut demikian populer, namun di sisi lain dikatakan gagal karena justru bagian yang paling penting dari iklan tersebut yaitu brand nya malah menjadi agak sulit diingat.

Ya tapi tentu pengalaman di atas tidak bisa digeneralisir dan disimpulkan apakah persentase orang-orang seperti saya dan beberapa orang di atas cukup banyak di mana mereka mengingat dengan baik “kata-kata iklannya dan bahka tokoh jin nya” namun kemudian lupa dengan brand nya. Mungkin juga memang bukan target marketnya sehingga tidak ada keperluan untuk mengingat brand dari “wani piro tersebut “ yah hehe.

Sedikit sharing, menurut saya pribadi, penggunaan kalimat/ music/ ambasador  yang populer atau bisa menjadi populer di masyarakat harus diimbangin dengan identitas brand yang melekat kuat dengan kalimat/ music/ ambasador tersebut sehingga brand tidak dirugikan karena khan ujung-ujungnya yang diharapkan adalah brand tersebut di beli orang.

Jadi ingat sebuah iklan shampo (maaf kalo salah spelling): “Dee-Dee, Dee-Dee ini shampoku, setiap ku mandi, Dee-Dee-Dee” atau sebuah lagu “Tiba waktunya kita berhari raya, ceria suasan hari istimewah,................... nikmati lebaran dengan Coca Cola”. Sampai hari ini baik jinggle maupun brandnya masih melekat kuat di benak saya karena antara jinggle dan indentitas brand melekat sangat kuat di iklan-iklan tersebut.

Akhirnya tentu jangan sampai karya iklan yang Anda buat jauh lebih dikenal daripada brand Anda, mereka harus saling terkait dan membangun.

Nah mungkin baru kali ini saya tidak akan menuliskan point apa yang bisa dipelajari dari sedekit cerita di atas karena ini hanya sebuat point of view dari penikmat iklan TV yang kebeneran penasaran dengan beberapa kejadian di atas.


Udah ngalor ngidul udah tau belum iklan rokok apa? Kalo belom monggo di tonton iklannya di you tube.

4 comments:

Indra Yustiawan said...

sebenarnya iklan ini cukup jitu dalam memilih celetukan 'wani piro' yang begitu akrab di beberapa kalangan masyarakat. 'wani piro' sering diungkapkan oleh seseorang ketika dia dimintai tolong oleh orang lain dan berharap ada 'pamrih' meskipun dengan maksud sekedar guyonan. disitu pun nampak dalam ekspresi Si Jin yang terkesan 'menggoda'. iklan ini dengan tepat membidik segment masyarakat lower class yg akrab dengan celetukan 'wani piro', yang pastinya sudah disesuaikan dengan segment produk yang diluncurkan.

Bukik said...

Bisa jadi berpikir sebaliknya
Iklan mungkin tidak harus lengkap
Iklan yang lengkap itu mencekoki konsumen
Iklan yang tidak lengkap justru menstimulasi konsumen untuk mencari tahu
Dan usaha mencari tahu itu justru pengaruh iklan menyebar

rudicahyo said...

Memang tujuan mengiklan itu adalah menciptakan dan menempatkan posisi iklan itu di benak calon konsumen maupuan konsumen yg sudah memakainya, yang memang ujung-ujungnya adalah dibelinya produk tersebut. Tapi dibeli atau tidak, posisioning produk itu diantara produk sejenis yg terpenting. Dalam konteks iklan, dibutuhkan anchor untuk brand atau produknya. "Wani Piro" adalah pengait yang diharapkan punya kesan yang kuat terhadap produk, baik secara langsung atau tidak. Dalam konteks iklan Djarum 76 (kalau ga salah. Jadi ga pede gara2 di tulisannya banyak yang salah) ini, memang tidak dikaitkan secara langsung antara image iklan dengan brand produknya. Pengaitnya adalah pencarian, serat2 yang hilang. Seperti gambar dengan prinsip closure, gambarnya tidak lengkap, tapi otak bekerja untuk melengkapinya. Dalam konteks yg di luar diri (bukan kerja otak atau pikir), ya pencarian brand produknya ketika kata "Wani piro" diucapkan.

Creasionbrand - Creativesales Agency and brand partner said...

Saya juga setuju iklan ini cukup jitu dalam menyampaikan pesan iklannya, buktinya banyak yang kemudian menggunakan copy "wani piro" ini dalam sehari-hari.

CUma kalo dari sudut pandang brand, menurut saya ketika beriklan tentu kita punya expektasi bahwa melalui iklan tersebut "brand" kita diingat, tentu jika korelasi antara copy dan brandnya kuat akan jauh lebih baik. CUma kalo harus memilih, jika saya pemilik merek tentu saya ingin brand saya yang diingat bukan iklannya.