Nov 24, 2008

MUSIK DANGDUT
KISAH SUKSES BRAND REJUVENATION


Begadang jangan begadang
Kalau tiada artinya
Begadang boleh saja
Asal ada perlunya

Anda mungkin sudah familiar dengan lirik diatas. Yup, lagu yang didendangkan oleh Rhoma Irama memang menjadi hits dizamannya. Lagu Begadang, undoubtedfully, adalah lagu yang merajai dasawarsa 80-an. Penikmat dangdut bak dibius dibuatnya. Terlebih dinyanyikan oleh “Sang Raja Dangdut”. Tepat sekali, musik dangdut begitu digemari, dan begitu merakyat. Tidak salah kalau musik ini dianggap musik rakyat kelas bawah.

Kondisi berbeda justru terjadi di tahun 90-an yang menjadi eranya musik pop. Apa kabar musik dangdut? Anda tahu jawabannya. Musik ini kian terpinggirkan. Terlebih musik dangdut ini dianggap musik “kelas dua” atau musiknya “rakyat jelata”. Tidak difavoritkan dan telah kehilangan “wibawanya” dalam “rimba” musik Indonesia.

Jika Anda bertanya kepada teman Anda di tahun 1990-an, bagaimana pendapatnya tentang musik dangdut? Mungkin jawabannya kurang menyenangkan. Amit-amit, mungkin itulah jawaban yang sering keluar dari mulut pecinta musik kita. Tetapi itulah dahsyatnya marketing, sesuatu yang “pinggiran” sekalipun dapat menjadi sesuatu yang valuable jika diramu secara tepat.

Setidaknya itulah potret musik dangdut diera 80-an dan 90-an. Lalu bagaimana ceritanya saat ini? Anda bisa menebaknya. Setidaknya Anda “mencontek” dari judul tulisan ini. Tetapi, mungkin Anda akan lebih tertarik mengenai kisah musik dangdut yang digandrungi lagi saat ini. Tepat sekali, dangdut mengalami second win alias kebangkitan kedua. Apa rahasianya?

Tanyakanlah hal ini kepada Inul Daratista. Di mata saya –sebagai seorang marketer- Inul merupakan marketer sejati: pandai membaca selera pasar, lihai meracik strategi, dan handal mengeksekusikannya. Pandai membaca selera pasar karena selama ini musik dangdut seolah stagnan dan dianggap old music. Maka Inul meramu dangdut dengan sentuhan musik rock. Jadilah Inul sebagai inovator atau perintis New Era of Dangdut.

Sentuhan rock itulah yang membuat konsumen kepincut. Terlebih, Inul memberi “bumbu” bernama Goyang Ngebor. Jadilah musik dangdut musik yang “sedap” lagi “gurih”. Pasalnya, “bumbu” inilah yang dianggap “bermasalah” dengan norma masyarakat kita. Saya tidak tertarik mengenai persepsi masyarakat mengenai “bumbu” tersebut, tetapi bagaimana Inul menemukan “bumbu” tersebut, ini sungguh mencerminkan Inul sebagai Marketpreneur.

Bisa dipastikan banyak anak muda yang tertarik dengan konsep yang ditawarkan Inul. Pasalnya, musik rock adalah musik anak muda. Menggabungkan musik rock dengan musik dangdut? Sangat menarik karena menerobos pakem konvensional musik Indonesia. Jelas saja, banyak yang menyambutnya dengan tangan terbuka. Antusias singkatnya.

Inul juga lihai meracik strategi. Khususnya segi segmentasi yang digarapnya. Ketika musik dangdut umumnya berkisar pada event acara pernikahan atau acara yang dilaksanakan tingkat kampong, Inul melakukan penetrasi pasar dengan menggarap segmen berdasi. Inul kemudian mengedukasi kalangan yang terdidik ini bahwa musik dangdut adalah musik yang dinamis. Tak ayal, segmen ini begitu “kesengsem” dengan model baru dangdut ini.

Lagi, Inul pun lihai dengan menggarap segmen internasional. Meskipun mayoritas penggemarnya di luar negeri adalah masyarakat Indonesia yang bermukim di negeri yang bersangkutan, setidaknya kredit diberikan kepada Inul yang membuat dangdut go international. Dampaknya bisa ditebak, masyarakat luar negeri mulai familiar dengan dangdut.

Selain itu, kehandalan Inul dalam mengeksekusi strateginya layak diacungi jempol. Untuk membuat konsep dangdutnya dikenal masyarakat, Inul menggunakan “bumbu” yang berbeda. Sudah menjadi hukum rimba, bahwa media akan lebih tertarik untuk memberitakan sesuatu yang baru, walaupun tanpa dikenakan biaya peliputan. Hitung – hitung menaikkan oplah atau tiras, mungkin begitu alasannya.

Anda bisa membandingkan hal ini dengan penyanyi “musiman” saat ini. Mereka umumnya bernaung dibawah bendera manajemen yang akan mengelola mereka secara professional. Artinya, komunikasi yang digunakan untuk membangun nama mereka ini adalah komunikasi konvensional, komunikasi yang dibayar. Inul justru lebih cerdik dengan menggunakan media untuk secara sukarela meliputnya. Inul adalah tipe artis yang merangkak dari bawah dan dibesarkan oleh media.

Fenomena di atas adalah alasan saya menggunakan judul diatas sebagai pilihan utama dalam tulisan ini. Brand rejuvenation adalah langkah strategis yang menentukan masa depan merek yang sudah usang. Saya berusaha menyederhanakan kompleksitas dengan menggunakan Inul sebagai ilustrasi hal ini. Saya sebagai marketer melihat Inul sebagai sosok fenomenal, inovatif, berani, risk taker, dan mungkin masih banyak kata – kata lain yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan figur Inul sebagai Marketpreneur.

Terlepas dari pro kontra kemunculan Inul ke permukaan, kondisi ini menarik untuk dijadikan pelajaran bagi marketer bahwa peremajaan merek yang sudah old dan usang menjadi bernilai. Industri musik dangdut kini mampu mensejajarkan dirinya dengan industri pop dan jazz yang dianggap sebagai musik kaum the have. Setelah melakukan peremajaan merek, dangdut pun kian mengglobal, bukan hanya meregional saja.

Tanyakanlah hal ini kepada Thomas Djorghi dan “Sang Raja” Rhoma Irama yang mengadakan konser di negeri Paman Sam. Ini fakta bahwa betapa efektifnya strategi peremajaan merek. Andapun bisa melakukannya terhadap merek Anda. Tidak memerlukan analisis yang rumit, tetapi gunakanlah cara yang sesederhana mungkin seperti yang dilakukan Inul. Bukankah seseorang yang hebat adalah seseorang yang bisa menyederhanakan sesuatu tanpa menghilangkan esensi tujuannya.

2 comments:

Anonymous said...

Diferensiasi dari sisi konteks (How to Offer) yang menurut saya jadi kunci keberhasilan "bisnis" Inul Daratista. Coba kalo dengan musik dangdut yang dianggap baru itu Inul nggak goyang nge-bor? Belum tentu de dia jadi sesukses ini pemasarannya!

Anonymous said...

ehm...sebagai pengamat musik dangdut..mau komentar aja nih, bukannya sebelum Inul udah ada penyanyi dangdut yang meramu musik dangdut dengan musik rock ya?Alam si "mbah dukun" yang kemudian musiknya terkenal dengan sebutan Metal Dut.Tapi memang ngga dibumbui dengan goyangan spektakulernya Inul..

Yah kalau mau menang di tengah persaingan hrs berani beda dong..kaya Inul dan Alam..
Hidup Metal Dangdut..Yeah..!!!!