Antara Owner – Agency
Tanamkan Pemikiran yang Benar
Tanamkan Pemikiran yang Benar
Ah jika saya pikir-pikir, perkembangan dan perjalanan brand-brand di Indonesia itu sebenarnya cukup menarik untuk diperhatikan. Ada brand yang pada masa lalu begitu merajai pasar, namun sekarang tenggelam dihantam para pesaing yang mulai bermunculan dengan ganasnya. Ada juga sebuah brand minuman energi yang begitu kesulitan ‘menghajar’ competitor utamanya walau sudah melakukan banyak cara yang jika diliha tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan competitor tersebut. Saya jadi berpikir sendiri dan berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang mendasari kesalahan-kesalahan tersebut.
Sempat saya berdiskusi dengan rekan kerja saya mengenai hal ini. Pemahaman owner mengenai branding yang masih dangkal kah alasannya? Atau karena eksekusi yang salah? Rekan saya mengatakan bahwa hingga saat ini, masih banyak owner dan jajaran management yang masih salah kaprah memaknai sebuah bisnis dan branding itu sendiri. Padahal jika saja mereka memiliki pemahaman yang benar, maka hal-hal yang menjadi perhatian saya tersebut tentu tidak akan terjadi. Jika terjadi pun , tentu akan dapat diantisipasi dengan segera. Sebagai konsultan branding, kita memang dipersiapkan untuk tidak boleh melakukan kesalahan yang sama di perusahaan yang kita tangani. Tugas kita jugalah untuk mengingatkan para owner akan beberapa hal yang bisa membuat bisnis dan brand mereka mengalami kehancuran. “Doktrin” mereka dengan pemikiran-pemikiran yang benar, edukasi mereka dengan hal-hal di bawah ini :
1. Perusahaan bukanlah pemilik suatu brand
Bayangkan saat kita membuat sebuah lukisan. Kita yang memikirkan temanya, kita yang membuat gambar sesuai imajinasi kita, kita yang menentukan warna apa yang kita mau, dan saat lukisan itu jadi dan dilihat orang lain, yang kita katakan adalah “Ini lukisan gw lho!”. Kita sepenuh hati bangga akan karya kita dan memperlakukan karya tersebut sesuai dengan keinginan kita. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi owner atau jajaran management perusahaan sebuah brand. Tidak peduli seberapa besar usaha mereka dalam membangun brand perusahaan menjadi sebuah brand yang besar, brand yang terkenal, brand yang mempunyai kualitas yang bagus, brand itu tidak pernah hanya menjadi brand mereka. Brand, bagaimana pun juga adalah milik konsumen, target market yang telah kita tentukan. Konsumen lah yang menentukan arah sebuah brand akan dibawa kemana. Maksudnya? Pernah tahu mengapa perusahaan-perusahaan besar hampir rutin melakukan riset konsumen? Karena konsumenlah yang memiliki hak mutlak atas keputusan penggunakan produk kita. Saat mereka merasa bahwa produk brand kita tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, maka brand tersebut tidak akan pernah bisa besar. Maka dari itu sekarang ini setiap perusahaan berlomba-lomba mengetahui secara mendalam karakteristik dan harapan target marketnya akan sebuah produk. Jadi disini jangan hanya berbicara mengenai apa yang owner inginkan, namun bicaralah berdasarkan kenyataan bahwa konsumenlah yang menginginkannya.
2. Brand bukan makhluk hidup
Jangan samakan memelihara sebuah brand sama dengan memelihara anak ayam yang bisa kita lepaskan di halaman dan mencari makanannya sendiri untuk tumbuh besar. Hey, kenyataan bahwa brand selalu dinamis bukan berarti bahwa brand itu bisa menentukan sendiri perkembangannya. Bagaimana pun juga brand hanyalah sebuah benda mati yang harus kita lah yang menjadi penggeraknya. Owner dan jajaran management yang menentukan arah brand akan dibawa, bagaimana brand akan dibentuk, dan seperti apa brand akan dipublikasikan. Saat brand menurun penjualan atau awarenessnya, saat itulah kita berusaha menggerakkannya kembali ke tempat semula atau lebih tinggi. Dalam memelihara brand kita juga harus banyak berinovasi, bepikir dan bertindak untuk melangkah maju, bukan hanya bereaksi saat competitor melakukan pergerakan kencang atau saat brand kita sudah jatuh. Kesalahan seperti ini biasanya dilakukan oleh sebuah brand besar. Merasa bahwa brandnya yang menguasai pasar saat ini menjadikan beberapa dari mereka terlena dan lupa untuk terus memantain dan membangun brand tersebut untuk tetap besar atau bahkan semakin besar.
3. Terkenal belum tentu sesuai
Para pemilik bisnis seharusnya paham benar mengenai hal ini, sayangnya, ternyata belum semua perusahaan mengerti. Adalah hal yang sangat mudah membuat target market atau bahkan masyarakat umum tahu mengenai brand kita dan membuatnya terkenal ke seluruh pelosok negeri. Berikan saya budget besar untuk program komunikasi, saya bisa dengan mudah menghajar semua bentuk media komunikasi above the line atau bahkan below the line sekalipun secara serentak dan kontinyu. Saya jamin, dalam waktu singkat brand tersebut sudah dikenal banyak orang. Namun apakah menjadi terkenal saja sudah cukup?? Iya!, jika tujuannya memang hanya untuk memperkenalkan saja. Tapi jika tujuan perusahaan ternyata lebih jauh dari hanya sekedar terkenal, tapi juga ke arah penjualan, maka tentu jawabannya tentu : tidak!
Mari kita urut jalannya. Setelah target market tahu mengenai brand kita, yang biasanya mereka lakukan adalah mencoba produk brand tersebut bukan?. Apa jadinya jika setelah mereka mencoba ternyata produk kita tidak dapat memuaskan harapan mereka? Tentu semua usaha membuat brand menjadi terkenal akan sia-sia karena penjualan tidak bergerak. Maka dari itu, disini relevansi brand juga harus menjadi perhatian penting bahkan sebelum usaha membuat terkenal itu dilakukan. Maksudnya adalah saat kita membuat sebuah produk brand, kita juga harus memastikan bahwa brand tersebut sesuai dan mampu memenuhi harapan target marketnya. Kita tidak berbicara mengenai kualitas yang tinggi, karena belum tentu itu yang diinginkan target market kita. Relevan atau tidak brand kita dengfan target market, itu yang harus dibangun terlebih dahulu. Jadi jangan pernah terjebak pada focus komunikasi tanpa membentuk brandnya terlebih dahulu.
4. Kita bukan kuda
Pernah lihat kuda yang menarik delman atau yang biasa ditunggangi anak-anak kecil di daerah rekreasi? Mereka selalu menggunakan kacamata yang menutup pandangan mereka ke kanan dan ke kiri, yang mereka tahu hanyalah jalan lurus, tak peduli samping kiri-kanan, yang penting maju. Weits, kita bukan kuda lho! Jadi jangan pernah bertindak seakan-akan kita menggunakan kacamata kuda. Apalagi jika berbicara mengenai brand. Jangan hanya sibuk memperkuat citra brand\internal, jangan pernah hanya berpikir melalui sudut pandang pihak internal semata tanpa memperdulikan factor eksternal. Perkembangan dunia bisnis, pergerakan competitor, harapan konsumen serta perubahan trend tidak pernah bergerak dengan lambat. Kehilangan ‘teropong’ akan membuat kita kehilangan sudut pandang lain yang justru sangat penting bagi brand. Hal yang harus diingat para owner dan manager atau konsultan brand, apa yang dipikirkan konsumen belum tentu sama dengan apa yang kalian pikirkan. Sulit menjadi objekit saat kita berbicara sebagai pihak internal. Jadi jika ingin menggunakan kacamata, gunakanlah kacamata biasa yang berlensa transparan agar dapat lebih jelas melihat sekeliling. Artinya, jika kita ingin membuat keputusan akan sesuatu, lihatlah dari banyak sudut pandang, terutama dari sisi eksternal.
5. Semua punya porsi masing-masing
Tanya pada perusahaan-perusahaan yang menggunakan perusahaan konsultan atau agensi periklanan, apa saja batasan tugas-tugas pihak ketiga tersebut? Apa juga tugas-tugas mereka? Apakah mereka telah melakukan tugasnya masing-masing sesuai porsinya? Hmmm…belum tentu mereka bisa menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk beberapa perusahaan, owner justru merasa bahwa saat mereka meng-hire konsultan branding itu berarti konsultanlah yang melakukan semuanya. Bukan hanya masalah branding, malah kadang masalah internal yang seharusnya jadi tugas owner pun dikerjakan oleh konsultan. Lalu punya siapa jadinya perusahaan tersebut? Branding, dalam aktivitasnya, bagaimanapun juga bukan hanya urusan konsultan atau divisi branding semata, namun melibatkan seluruh elemen perusahaan. Jajaran direksi harus ikut duduk dalam setiap pembahasan branding. Hal yang harus diingat, perusahaan adalah milik owner, konsultan hanyalah sebagai pendukung. Owner harus tahu kemana perusahaannya (brand) akan dibentuk oleh konsultan. Bekerja sama adalah kunci dari keberhasilan sebuah branding. Tujuan perusahaan harus sejalan dengan tujuan brandingt, begitupun aktivitas-aktivitasnya harus saling mendukung. Jadi jelas bukan bahwa keduanya harus menjalankan porsi tugasnya masing-masing dengan baik dan beriringan.
1 comment:
Saya setuju dengan tulisan ini. MAsih banyak owner yang belum memahami benar arti sebuah brand, dan langkah-langkah apa yang bisa dilakukan untuk memaintai brandnya.
Tapi yang namanya owner, seringkali punya idealisme sendiri dan susah untuk "dinasihati" oleh agencynya.
Ini tugas berat buat para agency, untuk bisa bersikap tegas namun juga tidak keras terhadap owner..susah ya???
Post a Comment