Nov 3, 2008

Converse
The Brand Personality Dimensions




Saya adalah salah seorang pecinta sepatu dari seluruh pecinta sepatu yang ada di seluruh dunia. Kalau sedang jalan-jalan ke mall, entah itu sekedar jalan-jalan, window shopping, atau memang sedang ada keperluan membeli sesuatu, pasti saya selalu menyempatkan diri untuk mampir di butik sepatu atau toko sepatu olahraga. Paling hanya lihat-lihat saja, kadang-kadang sekalian mencoba beberapa pasang, ujung-ujungnya sih ga beli hehehe…annoying banget yah. Tapi saya benar-benar kritis masalah sepatu. Saya sangat selektif dalam memilih sepatu, criteria sepatu yang saya suka adalah..nyaman di kaki dan sesuai dengan bentuk kaki saya. Jelas, kenyamanan adalah nomor satu, ga bisa dipungkiri sih kalau model juga jadi factor penting dalam memilih sepatu.

Ada salah satu merek yang menjadi favorit saya. Converse. Saya pernah punya sepatu converse model lama, jenisnya one star, warna hitam, terbuat dari beludru atau suede. Itu merupakan sepatu converse saya yang pertama, waktu itu saya masih duduk di kelas 6 SD. Nah, ceritanya tuh sepatu dibeliin ibu saya untuk dipake tennis. Saya dulu les tennis, dari kelas 6 SD sampai kelas tiga SMP, dan sepatu yang saya gunakan ya sepatu converse itu. Bahkan sampai SMA kelas 2, sepatu itu masih bisa saya pakai untuk ke sekolah. Dan saya baru benar-benar ganti sepatu setelah solnya bolong. Saya juga ga inget kenapa sol sepatunya sampe bolong. Tapi yang mau saya angkat disini adalah, saya benar-benar merasakan kualitas sebuah sepatu. Coba saja bayangkan, dari saya kelas 6 SD sampai saya kelas 2 SMA (kira-kira 5 tahunan), sepatu itu masih bisa saya gunakan, bahkan semakin lama semakin nyaman. Padahal kaki saya kan semakin membesar, tapi sepatunya masih muat, mungkin karena bahan kulit sepatunya melar mengikuti kaki. Dulu waktu pertama beli, harganya memang mahal, tapi harga memang ga pernah bohong. Harga menunjukkan kualitas.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya jadi percaya kalau kualitas Converse memang ga diragukan lagi. Bahkan itu membuat saya menjadi “converse lovers”. Bagi saya, sepatu converse yang sporty dan kasual sangat sesuai dengan criteria sepatu favorit saya, sehingga mampu memenuhi need, want, dan expectation saya terhadap sebuah sepatu. Dimana need saya adalah sepatu, want saya adalah sepatu kasual yang nyaman, dan expectation saya adalah sepatu itu selain nyaman dan modelnya kasual, juga tahan lama. Saya ingin menghubungkan cerita saya diatas dengan pembahasan tentang “Brand Personality Dimensions”. Bagaimana sih “personality” dari converse itu?

Menurut Jennifer Aaker, “The Brand Personality dimensions” adalah suatu kerangka untuk menggambarkan dan mengukur “personality/kepribadian” brand dalam lima dimensi inti. Model ini mendasarkan lima dimensi inti tersebut berdasarkan analogi manusia.

Pertama adalah sincerity (down to earth, honest, wholesome, cheerful).
Dimensi ini menunjukkan sifat manusia yang tulus. Nah, kalau mau diaplikasikan pada brand, dimensi sincerity atau kesungguhan hati ini mencerminkan bagaimana brand benar-benar menunjukkan konsistensinya dalam memenuhi need, want, dan expectation dari konsumen. Menurut saya converse mampu menunjukkan orisinalitasnya yang ditunjukkan dalam desain-desain sepatunya yang kasual dan menunjukkan jati diri pemakainya yang apa adanya. Dan sifat down to earth, honest, wholesome, dan cheerful ini sesuai dengan kepribadian converse.

Kedua adalah excitement (daring, spirited, imaginative, up to date).
Excitement artinya kegembiraan, bagaimana sebuah brand mampu memberikan kesenangan pada pemakainya. Menurut saya converse mengacu pada elemen spirited dan imaginative. Elemen spirited menunjukkan kepribadian brand yang penuh semangat, muda, dan cool. Sedangkan elaman imaginative menunjukkan kepribadian brand yang penuh inspirasi dan unik.

Ketiga adalah dimensi competence (reliable, intelligent, succesfull).
Dimensi competence ini menunjukkan bahwa suatu brand punya kemampuan untuk menunjukkan keberadaannya di pasar. Dalam hal ini converse telah memenuhhi tiga element dalam dimensi competence, dimana converse benar-benar dapat diandalkan (reliable), pandai memenuhi need, want, dan expectation konsumen (intelligent), serta sukses dalam meraih pasar (succcesfull). Ini ditunjukkan dengan banyaknya pengguna/konsumen dari converse.

Keempat adalah dimensi sophisticating (upper class, charming).
Dimensi ini lebih mengacu pada bagaimana suatu brand memberikan nilai bagi konsumennya. Ada dua elemen yaitu upper class dan charming. Kalau dilihat dari segi harga, converse memang bisa dibilang cukup mahal, kelasnya menengah ke atas. Elemen charming lebih mengacu pada penampilan produk suatu brand.

Dimensi yang kelima adalah rugedness (outdoorsy dan tough).
Dimensi ini menunjukkan bagaimana sebuah brand mampu bertahan di tengah persaingan brand-brand lain. Elemen outdoorsy mengacu pada sifat kokoh dan maskulin, sedangkan tough menunjukkan elemen yang kuat. Converse menunjukkan bahwa ia mampu bertahan di tengah persaingan brand-brand dengan produk yang sejenis. Ini dibuktikan masih eksisnya converse di pasar sepatu dunia.

Pada intinya kepribadian brand (personality brand) bisa dibangun jika sebuah brand benar-benar dimaintain dengan baik oleh perusahaan . Selain itu, bagaimana suatu brand mampu memberikan kualitas dan harapan yang diinginkan oleh konsumen. Jika suatu brand mampu menunjukkan dan mempertahankan nilainya, maka ia akan mampu bertahan di tengah persaingan. Namun perlu diingat pula, diperlukan inovasi dan kreativitas dalam membangun nilai brand dan yang terpenting adalah konsistensi serta kontinuitas dalam proses membangun brand. Bagaimana brand equity bisa terbentuk melalui brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Perlu diingat bahwa aktivitas membangun brand adalah suatu proses yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit, aktivitas membangun brand adalah aktivitas yang sifatnya adalah jangka panjang.

Dari Converse, kita bisa belajar bahwa ketekunan, kerja keras dan konsistensi dalam membangun brand sehingga terbentuk suatu kualitas yang mempunyai nilai akan membantu suatu brand semakin lekat di hati para konsumennya.

2 comments:

Anonymous said...

Seperti pada manusia, saya rasa masalah baik-buruknya personality itu lebih banyak subjective ya...Agak sulit rasanya memandang objective. Karena balik-balik pasti masalah selera...
Saya akui converse merupakan brand kuat tapi tidak semua inti brand personality dimiliki oleh converse jika bertanya dari sudut pandang saya..Yah..masalah selera kan!

Siswa-siswi 9H said...

Apa bedanya converse yang one star dengan yang all stars?

kenapa converse gak ngeluarin satu brand aja?

thx before