Oct 27, 2008

Membangun Perusahaan Keluarga
Sebuah Ringkasan Singkat



Membangun perusahaan dan menjalankannya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Itulah mengapa jauh lebih banyak karyawan dibanding pengusaha. Jika Anda tipe orang yang ingin hidup tenang dan terhindar dari banyak tantangan, sebaiknya Anda tidak menjadi seorang pengusaha, tetapi bagaimana jika kehidupan yang memilih Anda untuk menjadi pengusaha?

Mendirikan atau membangun sebuah perusahaan membutuhkan energi dan pemikiran yang besar, terlebih untuk menjaganya unggul di pasaran. Berbeda dengan kondisi sebuah perusahaan yang sudah established secara profesional, perusahaan keluarga mengalami berbagai permasalahan berkaitan dengan sistem dan organisasi, mengingat sang pendiri harus memulainya dari awal dan mengimplementasikan bahkan ilmu yang terkadang tidak mereka kuasai.

Secara garis besar, menurut The Jakarta Consulting Group terdapat 4 fase yang dilalui sebuah perusahaan keluarga untuk mencapai titik stabilitas atau bisa dikatakan established. Mengingat hampir semua bisnis di dunia ini dimulai dari perusahaan keluarga, hampir dapat dipastikan semua perusahaan besar yang eksis di dunia ini telah mengalami fase-fase tersebut, sebut saja Sampoerna yang kini telah sukses menjadi besar.

A. Developing Phase
Fase perkembangan ini dimulai oleh para pendiri yang berkutat dengan produk dan konsumen pertama mereka, dalam tahap pengembangan ini, perusahaan berinteraksi dengan para stakeholders mereka, yaitu konsumen dan karyawan. Jika sebuah perusahaan dapat melalui fase ini dengan baik dan memiliki hubungan yang positif dengan para stakeholders, maka perusahaan dapat maju dan berkembang ke fase selanjutnya


B. Managing Phase
Dalam fase inilah, sebuah perusahaan keluarga mengalami begitu banyak konflik. Mengingat bahwa perusahaan bertumbuh semakin besar, jumlah konsumen dan karyawan yang bertambah banyak, menuntut berbagai hal meningkat, baik dalam hal skala maupun kompetensi.

Permasahalan yang kian muncul di fase ini antara lain :

1. Value conflict
Konflik nilai yang dimaksud adalah mulai terasanya gap antara hubungan profesional dalam perusahaan dengan hubungan kekeluargaan. Di mana nilai-nilai emosional dan logika mulai berbenturan dan menjadi penghambat berbagai langkah pengambilan keputusan ataupun sikap menghadapi permasalahan perusahaan.

Konflik nilai ini harus diselesaikan dengan baik antar anggota keluarga yang terlibat, yaitu dengan memahami peran masing-masing, dan memiliki keputusan posisi yang jelas, siapa mengerjakan apa. Sikap saling menghormati dan percaya, merupakan kunci profesionalisme dalam perusahaan dapat terbangun.

2. Succession
Konflik akan muncul pada saat adanya peralihan manajemen/kepemimpinan antar generasi, yang membutuhkan penyesuaian baik dari masing-masing figur yang terlibat maupun seluruh isi perusahaan, baik dalam hal sistem hingga budaya. Proses suksesi yang terencana, menjadikan masa peralihan mudah diterima dengan kesepakatan visi yang sama, sedangkan proses suksesi yang tidak terencana menjadikan kondisi tidak menentu (collapse), dan membutuhkan proses dan waktu yang panjang untuk mendapatkan kembali kestabilan dan identitas perusahaan di tangan yang berbeda.

3. Management structure
Berbeda dengan perusahaan yang baru berdiri, perusahaan yang sudah berkembang membutuhkan pengorganisasian SDM dengan lebih tepat, setiap orang diharuskan memiliki posisinya masing-masing secara jelas, walaupun mereka adalah anggota keluarga. Dualisme kepemimpinan adalah hal yang sering terjadi dan menjadi ujung pangkal perpecahan. Terlalu banyak anggota keluarga yang mendominasi menunjukkan kekacauan struktur organisasi dalam perusahaan. Solusi dari permasalahan pengorganisasian perusahaan keluarga ini adalah adanya penetapan jabatan untuk setiap anggota keluarga, sesuai dengan kompetensi/ketertarikannya masing-masing pada unit bisnis/departemen dengan posisi strategis, sehingga masih menjadi media untuk berpendapat.

4. Compensation (kompensasi)
Salah satu isu yang juga kerap menimbulkan konflik perusahaan keluarga adalah mengenai kompensasi. Di kalangan karyawan non keluarga, kerap timbul wacana keadilan berkaitan dengan gaii yang diberikan, berkaitan dengan hubungan dengan keluarga pemilik. Sistemasi penggajian berdasarkan hirarki organisasi menjadi satu-satunya cara untuk menghindari konflik serupa, di mana ketetapan kompensasi ditentukan dari posisi dan prestasi yang dilakukan bukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan.

5. Competency
Berhubungan dengan sumber daya manusia, kompetensi merupakan tolok ukur keberhasilan perusahaan. Perusahaan dengan sumber daya manusia yang kompeten memiliki persentase kemajuan yang lebih pesat dibandingkan yang tidak. Pengukuran kemampuan merupakan hal yang harus didisiplinkan sejak awal. Permasalahan yang kerap muncul antara lain adalah adanya anggota keluarga yang tidak kompeten menjalankan tugasnya. Konfliknya adalah ketidak-enakan anggota keluarga yang lain untuk menegur atau bahkan mencopot jabatannya. Bertajuk pada aturan no.1 perusahaan keluarga, yaitu mengedepankan profesionalisme untuk kepentingan perusahaan, maka sikap-sikap meng-anak emaskan anggota keluarga merupakan salah satu yang dapat menjatuhkan perusahaan, maka hal ini harus segera disikapi. Kondisi yang sama juga dapat muncul terhadap “orang-orang lama” yang mungkin bukan anggota keluarga, tetapi sudah “ikut” lama dengan pendiri, atau sebagai karyawan lama. Persaingan kompetensi dengan SDM yang baru menjadikan mereka cenderung kalah dalam hal pengetahuan dan kemampuan.

Kedua konflik tersebut dapat diatasi dengan beberapa strategi di bawah ini :

pemindahan mereka ke unit bisnis baru/pengembangan bisnis baru,
Dalam perusahaan-perusahaan besar, terkadang unit-unit bisnis baru sengaja diciptakan sebagai “penampungan” orang-orang lama yang sudah tidak kompeten. Hal ini merupakan salah satu strategi untuk tetap mempertahankan mereka, sebagai penghargaan loyalitas yang mereka berikan selama ini

pengangkatan jabatan semu
Jabatan-jabatan baru seringkali juga diciptakan untuk menampung orang-orang lama tersebut, hal ini sebagai bentuk penghargaan, sekaligus juga memanfaatkan mereka untuk tetap menjaga dan menularkan budaya positif perusahaan yang mereka telah anut lebih kental dibandingkan para karyawan baru. Posisi ini seperti contohnya pengawas departemen/dewan penasihat/dll

pengangkatan menjadi komisaris non aktif
Pengangkatan ini secara resmi menjadikan mereka non aktif dalam manajemen tetapi menciptakan beban baru bagi perusahaan. Hal ini perlu dipertimbangkan hanya bagi pihak-pihak yang sangat perlu dimaintain, jika tidak sebaiknya disolusikan dengan cara lain

6. Revenue Distribution
Pembagian hasil keuntungan pada perusahaan keluarga yang sudah berkembang menjadi wacana yang harus disepakati bersama. Berkaitan dengan hal ini, jika sebelumnya keuntungan perusahaan dapat dibagi hingga keseluruhan, tetapi dalam fase pertumbuhan, perusahaan membutuhkan dana untuk pengembangan. Maka dibutuhkan kesepakatan bersama berkaitan dengan persentase keuntungan yang dibagi ke anggota keluarga dan persentase yang dikembalikan ke perusahaan sebagai modal ekspansi yang lebih besar.

7. Alignment
Wacana yang terakhir dan menjadi dasar penyelesaian seluruh konflik adalah adanya penyelarasan antara nilai-nilai/keinginan dalam keluarga dengan business requirement, sehingga menciptakan proses yang mendukung ke arah perkembangan perusahaan.


C. Transformation Phase
Di tahap ini, perusahaan keluarga mengalami proses perubahan menjadi sebuah organisasi profesional dengan segenap sistem dan budaya yang mendukung. Dalam tahap ini perusahaan melalui berbagai perubahan yang signifikan, di mana perusahaan bertransformasi menjadi lebih besar.

Syarat melewati fase ini adalah dengan memiliki :

Career Development and Path Planning
Sistem pengembangan karir yang riil bagi para karyawan.

New Roles of The Family
Posisi yang lebih jelas dan profesional antar anggota keluarga yang terlibat dalam manajemen.

Monitoring and Controlling System
Kontrol terhadap aktivitas perusahaan yang lebih ketat dan evaluasi terhadap kegagalan-kegagalan yang terjadi.

Organization Development
Pengembangan struktur organisasi untuk mendukung proses bisnis yang lebih kompleks.

Company and Personal Assets
Memisahkan dengan lebih jelas asset perusahaan dan masing-masing anggota keluarga.


D. Sustaining Phase
Jika ke-3 fase sebelumnya telah terlalui dengan baik, maka pertumbuhan skala bisnis dan pemasukan akan terasa pada fase ini. Pada fase ini seluruh sistem, pengelolaan, prosedur serta kebijakan telah tertata dan terimplementasi dengan baik. Berbagai inovasi dapat dijalankan dengan lebih terarah dan fokus, tanpa memikirkan kembali konflik internal di tahap-tahap sebelumnya. Misi utama dalam fase ini adalah mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan dan melakukan berbagai inovasi yang berarti untuk meraih posisi pemimpin pasar. Di tahap ini lah paling ideal, sebuah perusahaan melakukan replika dan ekpansi ke berbagai lokasi/kota/negara lain.

Berkaitan dengan guidelines pembangunan perusahaan di atas, dapat disimpulkan dasar dari pengembangan perusahaan keluarga adalah berfokus pada implementasi sistem dan SDM yang profesional, menuju transformasi perusahaan yang lebih stabil.

6 comments:

Anonymous said...

Yah..memang itu biasanya yang jadi permasalahan di perusahaan keluarga yah! Kalau kita lihat2, di Bandung masih banyak banget perusahaan2 kaya gitu, tapi suer dah susah banget juga ngeyakinin mereka tentang "penyakit"2 dan "obat2"nya itu...Tapi nggak apa2 sih..justru kalau buat konsultan2 (baik branding, training SDM, dsb) sih situasi kaya gitu kan jadi "lahan" ijo yah! Heheee..!!

Anonymous said...

Sebetulnya inilah tantangan yang sangat menarik bagi banyak perusahaan keluarga dan salah satu kunci sukses dalam membangun bisnis yang sustain.

Tidak ada yang salah ketika keluarga menjadi salah satu manajemen perusahaan sejauh individu tersebut professional dan kualifikasinya memang tepat.

Anonymous said...

Hmmmm... secara garis besar pembahasannya sudah cukup detail, sebaiknya para pemilik perusahaan keluarga membaca artikel ini. Karena selain membahas fase2nya artikel ini juga memberika solusi terhadap permasalahan seperti: adanya personil (keluarga) yang memangku jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya.

Anonymous said...

Waaah ternyata membuat perusahaan keluarga is not simple as I think...
perlu banyak pertimbangan dalam membuat keputusan.

Paling tidak wacana diatas bisa membantu kalau suatu saat kita berencana untuk membuat perusahaan keluarga.

ifambiz said...

serba-serbi tentang perusahaan keluarga emang menarik untuk dibahas. bagi yang tertarik untuk membahas a-z perusahaan keluarga bisa mampir ke http://ifambiz.wordpress.com blognya komunitas perusahaan keluarga di indonesia.
terima kasih

Anonymous said...

good actor...