Oct 7, 2008

Klisenya Sebuah Diferensiasi


Bagi anda para pebisnis atau yang telah berada dalam dunia pemasaran dalam jangka waktu yang lumayan, pasti sudah bosan dengan istilah diferensiasi. Lagi-lagi dalih untuk menjadi berbeda disebut-sebut sebagai kunci utama memenangkan persaingan dalam bisnis. Mungkin juga bagi anda yang adalah pelaku bisnis sempat patah hati dengan diferensiasi, di mana rasanya sih anda telah melakukan sebuah diferensiasi, tetapi ternyata anda belum juga menyalip pesaing anda, dan angka penjualan anda masih berjalan di tempat. Entah ada misteri apa dibalik diferensiasi ini, di mana begitu banyak pembicara marketing yang meng-elu-elu-kannya.

Pengalaman yang mungkin banyak dialami oleh orang lain sempat dialami juga oleh orang tua saya. Menghadapi usia pensiun, di mana sudah tidak lagi ada pemasukan untuk keluarga, orang tua saya sempat membuka sebuah toko. Kebetulan lokasinya waktu itu di Glodok, Jakarta. Pada waktu itu mereka menjual produk-produk kecantikan, seperti shampo, sabun, make up, sisir, dan sejenisnya. Sistem toko waktu itu adalah sebagai retailer, yang membeli putus dari penjual grosiran. Dan kebetulan pusat pembelian barang-barang tersebut adalah di daerah Asemka, yang tidak jauh dari Glodok.

Pada waktu itu toko di buka dengan optimis, di mana tempat tersebut yang konon ramai (sebelum direnovasi) bisa menarik pengunjung untuk membeli kebutuhan mereka di sana, tapi selang waktu berjalan hampir ½ tahun, nampak toko sepi dari pembeli dan yang pada akhirnya membuat mereka memutuskan untuk tutup saja. Sempat pada masa itu mereka sangat kebingungan dan putus asa, masa sih tidak ada yang mau membeli di sana? Dan tidak seorang pun dapat menjawabnya pada waktu itu (termasuk saya yang masih tingkat 1).

Sekarang, persoalan tersebut nampak seperti langkah bodoh yang bisa saja diambil siapapun, tidak hanya orang tua saya. Setelah saya banyak membaca dan terjun langsung dalam dunia analisa bisnis, persoalan tersebut tentu bukan hal yang tidak ada jawabannya. Jawabannya seperti membalik telapak tangan alias mudah. Tentu saja tidak ada yang beli di toko orang tua saya tersebut, karena kami tidak memiliki 1 alasan pun kenapa konsumen harus membeli barang tersebut di toko kami. Tentu ada jawabannya ya.. yaitu kepepet, seperti misalnya tetangga toko kami yang lupa bawa sisir lalu beli di tempat kami, dan alasan-alasan kepepet lainnya (o ya ada alasan lain, pembeli adalah kenalan orang tua saya yang pasti! Hanya basa-basi berkunjung dan membeli).

Tidak ada 1 alasan pun mengapa konsumen harus membeli produk yang dijual oleh ribuan toko lain di Jakarta, yang menjual dengan harga lebih murah, varian lebih lengkap, lokasi yang lebih terjangkau dan tempat yang lebih nyaman. Toko-toko seperti mini market, super market, hyper market, menawarkan tempat yang lebih nyaman untuk berbelanja, dan jika mereka yang benar-benar menginginkan harga yang lebih murah, mereka bisa langsung ke Asemka, yang jaraknya tidak jauh dari toko kami.

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini? Ya! Lemahnya diferensiasi. Ini adalah satu contoh kasus yang sangat simple dari pembahasan diferensiasi. Sangat sederhana yah? Dan sangat umum kah? Hingga hampir 80% para pebisnis baik skala kecil hingga menengah pun masih melakukan kesalahan tersebut hingga detik ini? Jika anda sempat mengamati setiap anda naik mobil pergi atau pulang dari kantor, banyak sekali bisnis bertebaran di kanan dan kiri jalan, belum lagi yang di jalan-jalan bukan utama, yang tidak sempat anda lewati.

Bisnis berkembang begitu pesat, sebegitu pesatnya pula bisnis-bisnis yang siap gulung tikar. Hal ini disebabkan tentu saja karena kurangnya edukasi bisnis para pemilik, contoh konkretnya ya orang tua saya. Kesalahan siapa? Ya tentu saja kesalahan para pemilik tersebut, karena bisnis adalah perihal menanamkan uang tertentu untuk sebuah return, alias investasi. Dan bagaimana mungkin anda menginvestasikan uang anda pada sesuatu yang tidak anda pahami secara mendalam dan tidak anda yakini akan sukses (walaupun para pemilik nampak optimis). Ini sama saja seperti gambling bukan?

Hasil ngobrol dengan beberapa teman-teman Brand Associate di kantor, saya menjadi semakin yakin bahwa banyak sekali bertebaran para pemilik perusahaan yang dengan tanpa persiapan perencanaan yang matang, membuka bisnis mereka. Hal ini hasil dari kunjungan mereka ke beberapa perusahaan lokal, dan yang membuat saya sempat kaget pun, tidak hanya bisnis berskala kecil yang tidak memiliki perencanaan, tetapi hingga menengah dan bahkan skala besar. Saya mulai bisa menyimpulkan bahwa sekarang ini, terutama di kota-kota menengah seperti Bandung, Surabaya, Medan dan kota-kota lain yang sedang dalam tahap perubahan ke arah metropolitan, mengalami sebuah fase pergeseran pemahaman tentang sebuah bisnis. 90% klien yang kami tangani adalah perusahaan keluarga, dan dengan presentase yang sama, mereka menjalani bisnis mereka (sebelum mereka memutuskan untuk mengambil langkah perubahan dengan menghire kami) dengan instinct. Wow!

Dan di saat yang sama, fase perubahan pun terjadi di mana suksesi bisnis siap dilakukan, dan apakah si pewaris tahta siap mewarisi instinct yang telah diasah pendiri selama puluhan tahun? Rasanya tidak! Instinct tidak dapat diwarisi.

Lemahnya pengetahuan tentang bisnis, tentu saja semakin menjauhkan mereka dari makna diferensiasi yang sebenarnya, di mana diferensiasi adalah syarat untuk dicari oleh konsumen. Diferensiasi bisa dari hal apa saja, tetapi dengan syarat it is different, berbeda! Bisa dari produk, servis, konsep, lokasi, harga, atau apa saja. Diferensiasi bisa dikatakan diferensiasi apabila mereka menjawab wants dari konsumen (lupakan needs karena sudah ketinggalan jaman! ). Ambil contoh anda mendirikan sebuah restoran, apa diferensiasinya pak? Tanya sang interviewer. Oooo.. steak di sini enak dee.. nga ada duanya, dagingnya langsung diimpor dan diolah oleh juru masak berpengalaman, disiram saos jamur yang harum dan rasanya pas. (pas dilidah siapa?!?!) jawab si owner. Oke.. sekitar seminggu yang lalu saya makan steak yang sama percis dengan yang ia deskripsikan (tapi menurut saya tidak enak, karena saya bosan dengan tampilan dan rasa steak yang so tipical, di mana pun itu), dan apa yang owner tersebut informasikan tentu saja tidak dikategorikan sebagai diferensiasi, karena konsumen bisa mendapatkan hal tersebut di mana-mana. Mungkin yang owner maksud specialites ya?

Dan saya yakin begitu banyak owner yang tidak bisa menjawab lagi apa diferensiasi dia setelah jawaban-jawaban sebelumnya kami gugurkan karena tidak tergolong diferensiasi. Itulah yang terjadi, di mana banyak pebisnis mengalami “kebesaran kepala” akan apa yang mereka anggap sebagai diferensiasi, padahal itu bukan salah satunya. Menjadi terlalu percaya diri adalah langkah kegagalan dalam menciptakan diferensiasi. Mari kita ambil beberapa contoh kasus perusahaan yang berhasil menciptakan diferensiasi (saya tidak akan membahas starbucks atau apple, karena pasti anda sudah hafal!). Mari kita obrolkan BreadTalk yang sering anda lihat atau kunjungi di Istana Plaza atau yang baru buka di Cihampelas Walk. Menurut anda apa diferensiasi dari BreadTalk? Tik tok tik tok.. your time is up! Ya apa? Oke ada yang menjawab konsep, kemudian apa lagi? Oke nama, kemudian suasana, kemudian rasa, dan seterusnya. Jawaban yang so tipical, mungkin bisa dibilang inilah yang membuat sense kita sangat dangkal dalam menganalisa sebuah diferensiasi. Semenjak lulus dari jurusan arsitektur, saya mengenal pola pengamatan yang baru yang dinamakan dengan Intense to the details! Dan inilah yang harusnya anda terapkan dalam analisa diferensiasi. Perhatikan tentang detail! Jawaban konsep terlalu luas, sehingga anda tidak bisa menangkap intisarinya dan menerapkannya dalam bisnis anda. Konsep harus dijabarkan lebih dalam, seperti :

Pertama. Roti di display tidak di kaca seperti di Holland Bakery, tetapi di tengah-tengah ruangan sebagai center of point di mana anak-anak akan bersenang-senang di dalam toko, melihat roti-roti yang sangat dekat dengan mata dan hidung nya hingga ia bisa mencium aromanya, tidak seperti roti yang terpenjara di dalam kaca takut dipegang anak-anak, hingga tidak membuat anak-anak tersebut tertarik karena tidak tercium aromanya.

Display roti di tengah dan terbuka adalah diferensiasi yang pertama.

Kedua. Seperti apa sih bentuk toko roti “jadoel” yang terbayang? Rak kaca di sekeliling toko, dengan kasir di bagian belakang. Tapi BreadTalk? Kasir selalu pada posisi paling strategis yang bisa dilihat dari depan toko, dengan space antrian yang sengaja dibuat kecil, sehingga antrian akan makan area depan toko dan semua orang akan menengok pada saat lewat, karena mereka ingin tahu ini antrian apa, dan mereka menjawab dalam pikiran mereka : ini antrian BreadTalk (it’s one of the brain wash activity!)

Kasir di depan, menciptakan antrian hingga ke jalan, adalah diferensiasi yang kedua.

Ketiga. Pernah makan roti waktu kecil? Apa yang anda bayangkan tentang roti pada waktu kecil? Hanya ada 4 kategori : roti manis kosong, roti meses, roti keju dan roti isi daging. Tapi BreadTalk membuat makan roti yang begitu membosankannya menjadi hal yang menyenangkan, dengan hiasan yang lucu, menarik dan menggiurkan (slurrppp) dan penamaan yang juga setema dengan bentuk, seperti Love Boat (uuu.. so cute!). Saya rasa tidak hanya anak kecil yang merengek minta dibelikan. Jangan terlalu naïf ini adalah sebuah temuan besar, karena di luar negeri konsep seperti ini sudah lebih dulu ada (salah satu tips kesuksesan berbisnis di dalam negeri adalah mengadopsi konsep luar negeri, dan orang Indonesia yang katanya cinta budaya, kenyataannya tergila-gila pada apa saja yang berbau modernisasi!)

Inovasi variasi roti adalah diferensiasi yang ketiga.

Keempat. Dan yang terakhir yang sering dibahas di berbagai media adalah the open kitchen. Yang masuk dalam jawaban “suasana”. Tapi jika anda terpatok pada jawaban suasana, anda tidak akan menemukan hal apa yang bisa diadopsi. Detailkan kembali suasana tersebut, seperti contohnya open kitchen. Hal yang bisa diadopsi dari sini adalah memunculkan sebuah “show”, di mana pada saat ke sana orang tidak hanya membeli roti, tapi bagi mereka yang masih agak “norak” mereka bisa melihat proses pembuatan roti yang menarik. Nah mungkin anda bisa mengadopsi “menampilkan show sampingan” dalam bisnis anda. Misalnya yang ga berhubungan, anda punya bisnis jual sepatu, mengapa tidak menampilkan workshop pembuatan sepatu kepada para pembeli, bahkan bisa jadi menarik pihak-pihak sekolah untuk mendatangkan muridnya, mempelajari bagaimana proses pembuatan sepatu. Dst.

The open kitchen adalah diferensiasi yang keempat

Untuk lebih mudahnya, seperti yang sudah sering kita pelajari, diferensiasi terdiri dari Content, Context dan Infrastructure. Saya tidak akan menjelaskan terlalu detail, karena ini adalah teori MarkPlus yang sudah sangat terkenal (nanti anda malah bosan membaca saya mengulang perkataan mereka) dan anda bisa membaca selengkapnya di buku mereka. Yang ingin lebih ditekankan di sini adalah pemahaman yang lebih implementatif dari pemahaman dasar tersebut. Apa yang bisa anda implementasikan secara riil dari content, context dan infrastructure dalam bisnis anda.

Ada 1 hal penting lainnya yang seringkali dilupakan, dan mungkin ini adalah salah satu penghambat bisnis anda, yaitu aktivitas selanjutnya yang harus dilakukan setelah anda menemukan diferensiasi.





Kotak No. 1 (Communicate your differentiation) memperlihatkan era terdahulu di mana konsumen mencari kebutuhan mereka, dan produk yang tercipta yang masih ada hingga sekarang menjadi ordinary products. Setelah konsumen memasuki fase yang kedua yaitu mereka telah menemukan banyak produk yang memenuhi kebutuhan mereka, mereka mencari produk yang memenuhi keinginan mereka. Pada era ini, produk harus menciptakan sebuah diferensiasi yang mengarah pada keinginan konsumen, dan menjadikan produk extraordinary. Keberhasilan sebuah diferensiasi tidak berhenti sampai disini. Tetapi lihatlah garis yang menghubungkan antara extraordinary products dengan customers, di mana garis ini harus diciptakan. Melalui apa? Melalui aktivitas komunikasi. Jika anda memiliki produk yang luar biasa tapi tidak ada yang mengetahuinya maka produk anda tidak akan dibeli. Berbeda dengan sebaliknya jika anda memberitahukan kepada konsumen yang membutuhkan produk luar biasa tersebut, produk anda akan habis terjual dan pesaing akan iri terhadap anda. Dengan begitu banyaknya pesaing, menuntut bisnis anda untuk lebih agresif dan membuat sebanyak mungkin pemasaran, baik yang sifatnya pull maupun push. Hal ini harus dilakukan jika memang anda tidak ingin menutup usaha anda 1-2 tahun ke depan.

Contoh kasus terakhir yang ingin saya kemukakan di sini, mengenai salah satu restoran yang baru-baru ini salah satu Brand Associate kami kunjungi. Mereka memiliki produk yang sangat unggul dikategorinya. Usianya memang sudah terbilang lama, tapi untuk kurun waktu yang sangat lama tersebut, Brand Equitnya tidak memiliki value yang signifikan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan beberapa post comments yang beredar di dunia maya yang berisikan orang-orang yang senang share tentang kuliner yang mereka coba. Dan nama ini menjadi salah satu yang memiliki value positif dan bahkan luar biasa. Kasus ini merupakan salah satu ketidaksadaran pengelola akan pentingnya mengkomunikasikan sebuah diferensiasi. Lemahnya komunikasi tentang diferensiasi ini membuat bisnis tersebut jalan di tempat selama 10 tahun. Anda tidak ingin bisnis anda mengalami hal serupa kan?

4 pertanyaan terakhir saya:

1. Apa diferensiasi dari bisnis anda?
2. Apakah diferensiasi tersebut adalah “benar-benar” diferensiasi?
3. Apa diferensiasi anda menjawab keinginan konsumen?
4. Apa anda telah mengkomunikasikan diferensiasi anda?

No comments: