Buat Tukang Komplain
Mau Komplain? Silakan!
Mau Komplain? Silakan!
Saya yakin Anda pasti sering (yah setidaknya pernah lah) mengunjungi sebuah departement store, supermarket, atau restoran-restoran besar. Jika Anda perhatikan, beberapa tempat tersebut suka memajang papan yang berisi foto seseorang dan bertulisan “Manager on Duty”. Dulu saya sempat berpikir “Ngapain sih majang-majang yang begituan? Narsis amat!”. Padahal setelah saya ketahui, ternyata papan tersebut dipajang untuk membuat para pengunjung atau konsumen tahu siapa yang bertanggung jawab atas keberlangsungan kegiatan di tempat tersebut. Fungsinya? Pernah dengar ada orang yang mendapatkan ketidaknyaman atas sesuatu di suatu tempat dan berkata “Saya mau bicara dengan managernya!”, atau “Siapa sih managernya??!!”. Intinya, papan tersebut memudahkan konsumen untuk melakukan complain! (kasian bener ya tuh manager! He....he).
Pertanyaan saya selanjutnya adalah “kenapa harus manager yang terima-terima complain? Bukannya udah ada bagiannya sendiri?” Coba sebutkan posisi apa saja yang biasa menerima complain? Receptionist, Customer Service, Waitress, Front Office…hmmm..apalagi ya? Yah sebutlah segitu dulu saja ok. Bukannya itu tugas mereka untuk berhadapan langsung dengan konsumen, termasuk menerima dan menangani complain? Yup! Itu emang tugas mereka, dan biasanya memang mereka kok “pager betis” pertama dalam hal seperti itu. Namun saya mencoba mengamati kenapa pada akhirnya manager harus turun tangan juga.
Bagaimana pun juga, manager pastilah memiliki kualitas pengetahuan dan attitude yang lebih baik dari mereka yang bertugas sebagai Receptionist, Customer Service, Waitress, atau Front Office, dan konsumen tahu betul tentang itu. Makanya mereka pikir menyampaikan complain kepada manager dirasa lebih worthed. Kenapa? Karena biasanya mereka-mereka itu juga akhirnya akan bilang “Nanti saya sampaikan ke manager saya” jika mereka sudah mentok atau tersudut atas complain konsumen. Nah saya malah akan bertanya “Kenapa?” lagi nih. Apa yang menyebabkan mereka-mereka yang seharusnya bertugas mengahadapi konsumen lengkap beserta complain-complain-nya itu kewalahan dan tidak mampu sampai-sampai harus melimpahkannya ke manager?
Hhmm…pasti ada sesuatu kan? Coba kita lihat deh, tingkat pengetahuan, pendidikan, status ekonomi masayarakat Indonesia sekarang ini sudah berkembang dengan cukup pesat. Hal ini tanpa disadari berpengaruh juga pada tingkat ekspektasi dan agresivitas serta sikap kritis mereka. Tentu saja ini menyebabkan mereka lebih sensitive jika mendapatkan sesuatu yang tidak nyaman atau tidak mengenakkan, apalagi jika sampai merugikan mereka sebagai konsumen. Maka dari itu complain yang mereka lontarkan juga biasanya cenderung menjadi lebih “gila” atau lebih unpredictable hingga tidak bisa di handle oleh posisi bawah.
Tampak menyeramkan ya? Heheee..untung saja keinginan saya untuk jadi Customer Service tidak dikabulkan oleh Tuhan (jiwa “banci tampil” saya rupanya tidak perlu tersalurkan di posisi itu, sebagai Brand Associate saja cukup!). Namun sebenarnya tidak akan semenyeramkan itu kok kalau kita bisa mengidentifikasi jenis-jenis pelanggan yang suka melakukan komplain sehingga kita juga tahu bagaimana harus menghadapi mereka. Yah seperti orang pacaran, kita harus mengenal karakteristik pasangan untuk dapat memperlakukan dia dengan tepat dan menyusun situasi yang nyaman bagi kita berdua. Nah, antara kita dan konsumen juga sama.
Makanya, sekarang coba lebih baik kita lihat jenis-jenis complainers itu apa saja.
1. Tukang Komplain Aktif
Jangan berpikir bahwa tipe compaliner yang satu ini sangat menyebalkan. Sesungguhnya compaliners seperti inilah yang sangat membantu perusahaan dalam melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas. Tukang komplain aktif tahu betul caranya untuk menyampaikan kompalin dengan baik dan benar karena mereka sangat mengerti apa yang berhak mereka dapatkan saat menggunakan produk atau jasa kita. Biasanya mereka mempunyai ekspektasi dan nilai tersendiri, sehingga jika itu tidak mereka dapatkan, komplain pasti diberikan secara baik. Bukan untuk menghujat, namun kompalin yang mereka sampaikan lebih ke usaha untuk menemukan pemecahan masalah yang mereka dapatkan dari perusahaan. Pelanggan seperti ini justru harus dihargai dan dimantain dengan baik oleh setiap perusahaan yang ingin terus berkembang menjadi lebih baik.
2. Tukang Komplain Tidak Aktif
Nah kalau complainer tipe ini justru harus diantisipasi oleh perusahaan jika tidak ingin pelanggannya kabur tanpa permisi seperti pembantu yang minggat dari rumah karena ‘pundung’. Tukang komplain Tidak aktif tidak suka menyampaikan komplainnya kepada perusahaan, mereka malah lebih suka berkomplain ria ke keluarganya, ke teman-temannya, ke kerabatnya, bahkan ke orang yang mereka tidak kenal sekalipun. Tanpa mau repot biasanyamereka langsung berganti haluan ke perusahaan lain yang sejenis tanpa membiarkan perusahaan kita tahu apa yang menjadi keluhan mereka terhadap kita. Lalu bagaimana perusahaan bisa memperbaiki diri jika hal-hal yang menyebabkan pelanggan ‘terganggu’ tidak diketahui karena ‘kebisuan’ para tukang komplain jenis ini? Belum lagi image jelek atas kompalin ke luar itu tidak dapat terdeteksi. Maka dari itu untuk menghadapi tukang komplain tidak aktif ini perusahaan harus pintar-pintar ‘membujuk’ mereka agar mau ‘buka mulut’ langsung kepada perusahaan kita. Selain itu buka telinga dan peka terhadap isu-isu yang beredar mengenai perusahaan kita juga dapat menjadi salah satu jalan menghadapinya.
3. Tukang Komplain Hiperaktif
Waaahh...kalau tipe tukang komplain yang satu ini sih memang sangat menyebalkan. Apapun juga pasti mereka keluhkan, mulai hal kecil apalagi hal besar tidak pernah luput dari perhatian mereka untuk dijadikan bahan komplain. Kamu pasti pernah nonton film atau sinetron di televisi yang menggambarkan seseorang yang sengaja menaruh lalat di mangkuk makanan pesanannya yang sudah mau habis. Setelah itu mereka pura-pura komplain kepada petugas agar petugas tersebut merasa bersalah sehingga menggratiskan pembayaran si konsumen tersebut. Yah konsumen seperti itu termasuk dalam tipe tukang komplain hiperaktif. Saking hiperaktifnya bahkan mereka tidak sungkan-sungkan bersikap kasar dan tidak sopan terhadap karyawan yang bertugas. Complainer ini menjadi dilema bagi perusahaan karena mereka sulit terpuaskan (memang maksud mereka hanya ingin mencari ungtung kok!) tapi juga tidak mungkin membiarkan komplain-komplain terus berlangsung di hadapan para pelanggan lain bukan?
Para tukang komplain di atas memang berbeda satu sama lain dan membutuhkan perlakuan yang berbeda. Namun bukankah jika kita bisa memperlakukan mereka dengan tepat maka akan berdampak positif bagi keberlangsungan dan perkembangan perusahaan kita sendiri. Komplain memang akan selalu terjadi karena sulit sekali menjadi sempurna di dunia bisnis. Namun yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir dampak negatif dari komplain-komplain tersebut. Yah, semestinya setiap perusahaan sekarang ini bisa berkata “Mau komplain? Silakan!”.
No comments:
Post a Comment