Perjalanan sebuah brand memang selayaknya manusia yang dilahirkan. Ada tahapan yang dinamakan intorudction, growth, mature dan decline. Seperti manusia yang lahir, bertumbuh dari bayi hingga ke masa puncak kinerja hidupnya lalu akan menurun pada saat masuk ke usia lanjut. Tapi tentu saja ada perbedaan di antara ke-2nya. Proses penuaan suatu brand bisa dicegah, tidak seperti manusia yang terjadi atas kehendak Yang di Atas dan kita tidak bisa melawannya (kecuali di komik-komik Amrik yang bisa hidup ribuan tahun).
Proses penuaan itu sendiri sebenarnya alami, termasuk proses penuaan sebuah brand. Sebuah brand bisa dikatakan menua dikarenakan ada dimensi lainnya di sekelilingnya yang berubah yang biasa kita sebut dengan jaman. Jaman berubah, termasuk manusia di dalamnya, sistem dan segala paradigma ikut berubah. Dan sebuah brand akan menua lalu lumpuh apabila ia tidak ikut berubah.
Sudah sering kita dengar apa yang dinakaman oleh rejuvination. Tidak hanya pada lingkup branding, istilah rejuvination sering kita dengar. Artinya adalah sebuah pembaharuan, lahir kembali. Brand yang tidak direncanakan dengan matang (atau bahkan direncanakan, tetapi hanya dalam jangka pendek), rentan mengalami penuaan. Contohnya adalah Lux. Dari jaman nyokap kita masih muda brand Lux itu sudah ada.. kalau inget garing juga sih.. packagingnya jadul banget (duh jadi inget bukunya om bud.. ga boleh bilang jadul yah!) maksudnya packagingnya heritage banget.. (dalam artian bagus kan J ) sekarang pun Lux masih eksis, tapi dengan packaging yang berbeda, dengan endorser yang berbeda pula. Endorser yang jaman generasi pertama itu maybe udah ga seleb no.1 lagi, lantaran prinsip Lux adalah selalu menggunakan seleb cewe cantik no.1 yang lagi eksis banget.
Ok lah.. ga heran lah ya yang pegang Unilever.. tapi ada juga yang lainnya seperti biskuit Roma. Kayaknya inget banget jaman dulu banyak berbagai tipe iklan biskuit Roma.. dan mereka memang mengusung pesan “Dari masa ke masa” menyampaikan pesan bahwa brand Roma memang eksis dari dulu hingga sekarang..
Seperti mudah ya? Tapi jangan terlena dulu lantaran proses yang mereka lewati memang benar tidak mudah. Ada beberapa hal yang patut dilewati sebagai sebuah proses dalam melakukan rejuvenation sebuah brand.
Step 1. cari tahu gejala dan susuri permasalahan yang ada dalam brand.
Sudah pasti penuaan brand berimbas pada penurunan sales, lantaran digerogoti pesaing yang muda-muda. Jangan heran, dunia memang berputar seperti itu dan loyalitas pelanggan pun bisa luntur gara-gara dia tidak menemukan lagi benefit untuk bertahan pada suatu brand. Apabila sudah ada gejala penurunan sales, maka cari tahu titik permasalahannya mengapa banyak konsumen yang kabur. Hal ini memang bisa apa saja jawabannya. Bisa jadi karena ada produk pesaing atau malah kebutuhan itu sendiri bergeser, dengan berkembangnya potential/latent competitor yang dulu tidak berarti. Contohnya seperti Softex yang dulu (g inget banget tuh.. nyokap g konsumennya) packagingnya sangat.. mhh.. sangat heritage.. dengan warna hijau merah dan lukisan wanita yang berdiri di antar rerumputan.. ok.. untuk skarang boleh kita akui memang tidak relevan mempertahankan packaging serupa. Setelah di cari tahu penjualan memang menurun, dikarenakan konsumen pada masanya bisa jadi loyal, tetapi ia terus bertambah usianya hingga mungkin mencapai masa menopause di mana dia tidak lagi menjadi konsumen. Sedangkan generasi berikutnya tidak mau membeli Softex karena it is so mom… dan dengan muncul nya brand-brand baru yang lebih modern seperti Kotex dan Laurier, sudah dapat dipastikan Softex menyelam ke dalam air..
Tapi untungnya mereka cukup tanggap dan melakukan perubahan. Dengan mengganti packaging, menciptakan endorser komik, menggandeng Ada Band dan mensponsori berbagai event musik.. Softex langsung melejit dan lahir kembali..
Step 2. Melindungi brand dengan menambah/menciptakan nilai tambah baru yang lebih relevan
Step 3. Lakukanlah secara kontinu.
Langkah terakhir ini adalah yang terpenting, karena kalau melakukannya setengah-setengah masyarakat tidak akan ngeh dan bisa jadi merasa brand ini tidak punya jati diri.
Mulailah untuk was-was, jangan lengah dalam menghadapi pasar, karena pada saat anda dan seluruh perusahaan anda tertidur lelap, pesaing sedang memperbaharui konten, konteks dan berbagai pelayanannya.
Jadi jangan tunggu brand anda jadi lansia!
Proses penuaan itu sendiri sebenarnya alami, termasuk proses penuaan sebuah brand. Sebuah brand bisa dikatakan menua dikarenakan ada dimensi lainnya di sekelilingnya yang berubah yang biasa kita sebut dengan jaman. Jaman berubah, termasuk manusia di dalamnya, sistem dan segala paradigma ikut berubah. Dan sebuah brand akan menua lalu lumpuh apabila ia tidak ikut berubah.
Sudah sering kita dengar apa yang dinakaman oleh rejuvination. Tidak hanya pada lingkup branding, istilah rejuvination sering kita dengar. Artinya adalah sebuah pembaharuan, lahir kembali. Brand yang tidak direncanakan dengan matang (atau bahkan direncanakan, tetapi hanya dalam jangka pendek), rentan mengalami penuaan. Contohnya adalah Lux. Dari jaman nyokap kita masih muda brand Lux itu sudah ada.. kalau inget garing juga sih.. packagingnya jadul banget (duh jadi inget bukunya om bud.. ga boleh bilang jadul yah!) maksudnya packagingnya heritage banget.. (dalam artian bagus kan J ) sekarang pun Lux masih eksis, tapi dengan packaging yang berbeda, dengan endorser yang berbeda pula. Endorser yang jaman generasi pertama itu maybe udah ga seleb no.1 lagi, lantaran prinsip Lux adalah selalu menggunakan seleb cewe cantik no.1 yang lagi eksis banget.
Ok lah.. ga heran lah ya yang pegang Unilever.. tapi ada juga yang lainnya seperti biskuit Roma. Kayaknya inget banget jaman dulu banyak berbagai tipe iklan biskuit Roma.. dan mereka memang mengusung pesan “Dari masa ke masa” menyampaikan pesan bahwa brand Roma memang eksis dari dulu hingga sekarang..
Seperti mudah ya? Tapi jangan terlena dulu lantaran proses yang mereka lewati memang benar tidak mudah. Ada beberapa hal yang patut dilewati sebagai sebuah proses dalam melakukan rejuvenation sebuah brand.
Step 1. cari tahu gejala dan susuri permasalahan yang ada dalam brand.
Sudah pasti penuaan brand berimbas pada penurunan sales, lantaran digerogoti pesaing yang muda-muda. Jangan heran, dunia memang berputar seperti itu dan loyalitas pelanggan pun bisa luntur gara-gara dia tidak menemukan lagi benefit untuk bertahan pada suatu brand. Apabila sudah ada gejala penurunan sales, maka cari tahu titik permasalahannya mengapa banyak konsumen yang kabur. Hal ini memang bisa apa saja jawabannya. Bisa jadi karena ada produk pesaing atau malah kebutuhan itu sendiri bergeser, dengan berkembangnya potential/latent competitor yang dulu tidak berarti. Contohnya seperti Softex yang dulu (g inget banget tuh.. nyokap g konsumennya) packagingnya sangat.. mhh.. sangat heritage.. dengan warna hijau merah dan lukisan wanita yang berdiri di antar rerumputan.. ok.. untuk skarang boleh kita akui memang tidak relevan mempertahankan packaging serupa. Setelah di cari tahu penjualan memang menurun, dikarenakan konsumen pada masanya bisa jadi loyal, tetapi ia terus bertambah usianya hingga mungkin mencapai masa menopause di mana dia tidak lagi menjadi konsumen. Sedangkan generasi berikutnya tidak mau membeli Softex karena it is so mom… dan dengan muncul nya brand-brand baru yang lebih modern seperti Kotex dan Laurier, sudah dapat dipastikan Softex menyelam ke dalam air..
Tapi untungnya mereka cukup tanggap dan melakukan perubahan. Dengan mengganti packaging, menciptakan endorser komik, menggandeng Ada Band dan mensponsori berbagai event musik.. Softex langsung melejit dan lahir kembali..
Step 2. Melindungi brand dengan menambah/menciptakan nilai tambah baru yang lebih relevan
Step 3. Lakukanlah secara kontinu.
Langkah terakhir ini adalah yang terpenting, karena kalau melakukannya setengah-setengah masyarakat tidak akan ngeh dan bisa jadi merasa brand ini tidak punya jati diri.
Mulailah untuk was-was, jangan lengah dalam menghadapi pasar, karena pada saat anda dan seluruh perusahaan anda tertidur lelap, pesaing sedang memperbaharui konten, konteks dan berbagai pelayanannya.
Jadi jangan tunggu brand anda jadi lansia!
No comments:
Post a Comment