Social media saat ini memang memberikan akses yang sangat luar biasa luas buat setiap orang untuk ber ekspresi baik secara positif maupun negatif setiap harinya, coba saja liat mulai dari status BBM, Facebook, Twitter, Instagram dan sampai Path sering sekali kita mendapati semua yang di post lebih bersifat "pribadi" alih-alih informatif dan sometimes bisa dikatakan "lebay'.
"yah ela gitu ajah pake di tweet, lebay amat sih" mungkin kalimat ini sering sekali meluncur di setiap perbincangan bahkan saya salah satu yang sering mengucapkan hal ini wkwk, seolah-olah saat ini domain pribadi yang seharusnya stop di pribadi ajah malah dengan sengaja dijadikan domain umum di mana dengan "sengaja" di share di social media agar semua orang tau dan mungkin malah mengharapkan orang lain komen dan memberikan respon terhadap masalah tersebut.
Nah bagaimana implikasinya dengan Brand? Prilaku "Lebay" ini punya dampak cukup besar terhadap brand yang masuk di dalam social media tentunya baik dari sisi positif maupun negatif. Sebagai contoh, brand restaurant yang pernah di handle social medianya oleh Dixgital (social media agency), cukup banyak komplain yang muncul berhubungan dengan layanan, produk dan berbagai hal yang intinya konsumen merasa "tidak puas" karena satu dan lain hal dan masalahnya semua ketidakpuasan itu di Tweet, di path dan bahkan di share di facebook, bahkan kadang nampak "lebay" karena sebenernya ga penting juga sih di share seperti "Mas pelayannya gaya rambutnya aneh" dsb.
Yah tentu banyak juga dampak positifnya di mana di jaman "lebay" ini muncul banyak brand advocate yang sama sekali tidak dibayar atau dikondisikan oleh sebuah brand tapi membelah brand tersebut habis-habisan, pada kondisi ini adalah tantangan brand untuk bisa menjangkau orang-orang seperti ini di rangkul kemudian difasilitasi agar terus menjadi advocate dari brand tersebut.
Lantas bagaimana menghadapi komplian di "Jaman Lebay" khususnya yang punya dampak negatif terhadap brand ketika Brand kita sudah terlanjur dan memang harus eksis di dalam social media? Untuk dampak positifnya saya pernah sedikit singgung ditulisan : Pembela Brand, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
1. Do not Underestimate
Yah komplain sekecil apapun harus diperhatikan dengan seksama mulai dari jenis komplain (soal produk, layanan atau hal lain) dan juga siapa yang komplain (status twitter, follower, jabatan dsb, intinya profiling compalinernya). Hal ini sangat penting untuk kita menyusun respon seperti apa yang akan kita berikan berkaitan dengan komplain tersebut.
Kadang dalam beberapa kasus tidak semua komplain perlu ditanggapi, misalnya setelah kita cek profile yang bersangkutan memang hobbynya sarksm, komplain sana sini plus followernya juga hanya 10 orang misalnya di twitter, istilahnya cuekin ajah karena memang sudah naturenya nih orang ga bener. Tapi jangan pernah coba-coba mengabaikan komplain yang sangat sepeleh sekalipun jika itu datangnya dari konsumen loyal.
2. Respon, Respon & Respon
Yah setelah memperlajari jenis komplain dan siapa yang melakukan komplain berikan respon untuk yang memang "perlu" di respon. Khusus di twitter, saya sarankan respon dilakukan melalui DM (Direct Message) agar timeline yang ada tidak terbaca oleh konsumen lain yang kebetulan menjadi follower kita. Jikapun yang bersangkutan belum follow, mintalah baik-baik untuk folback karena kita ingin memberikan klarifikasi terhadap komplain yang bersangkutan ajukan.
Perlu diingat karena ini social media, jangan pernah memberikan respon yang bersifat offense karena malah akan memperkeruh suasana walaupun brand kita katakanlah pada posisi yang benar "menurut kita" yah khan "menurut kita" menurut yang komplain khan sebaliknya. Just say Sorry untuk awalnya, tawarkan apa yang bisa kita bantu serta berikan solusi yang bersifat instant. Gimana kalo ngeyel juga? Yah mungkin dibeberapa kasus seperti keracunan kepiting social media tidak cukup menjadi channel untuk handling komplain namun juga dibutuhkan "ketemu langsung" dengan yang bersangkutan untuk meminta maaf, memberikan klarifikasi serta memberikan solusi yang membuat kedua belah pihak senang dan merasa puas.
3. Compliment
Yah kadang permintaan maaf saja tidaklah cukup apalagi jika yang melakukan komplain dirugikan secara material atau fisik, misalnya saya pernah komplain makanan yang disajikan kok seperti sudah bersama anyep, kemudian pelayan hanya menyampaikan permintaan maaf tanpa mengganti sama sekali apa yang sudah saya makan, yah pasti kesel wkwk, mbok yah tawarkan makanan pengganti gitu loh, toh saya sudah bayar dan adalah hak saya untuk mendapatkan sajian terbaik.
Compliment juga biasanya mencegah konsumen yang komplain untuk terus melalanjutkan komplainnya karena dia merasa sudah "menang" dan dihargai komplainnya, bahkan pada beberapa kondisi brand yang pintar melalui compliment ini juga berusaha membangun komonikasi dengan konsumen tersebut sehingga pada satu titik konsumen tersebut malah balik memuji brand tersebut melalui social media serta menjadi pelanggan loyal. Yah betul compliment ini artinya cost, tapi apa artinya dibandingan dengan nilai brand kita dan nilai bisnis kita di masa yang akan datang?.
So welcome to jaman "lebay" di mana semua hal negatif maupun positif bisa muncul dalam hitungan menit menghampiri brand Anda, pada saat itu datang maka sebaiknya Brand Anda sudah siap, dan untuk itu sebaiknya siapkanlah dari sekarang, sedia payung sebelum hujan.
Salam Creative Sales.
Creasionbrand I Creative Sales & Brand Partner
Rekomendasi Buat di Baca
Jangkrik Rambo
8 Tips Melakukan Konversi (Jualan) di Website
5 Tips Copywriting yang Pasti di Baca
Calon Gubernur Gaul
Buy-ology, Eyang Subur dan Ritual Marketing
No comments:
Post a Comment