Aug 15, 2012
Brand ke-Barat-Baratan perlu ga sih?
“Mih, beli Sunpride aja nih produk impor”, kira-kira begitula cuplikan percakapan suami-istri muda yang lagi belanja buah-buahan di Yogya Supermarket. Dalam hati saya cuma bergumam "apanya yg produk impor, perkebunannya di Lampung tuh!" Dan memang benar bahwa Sunpride adalah produk lokal Indonesia, jika di antara Anda yang selama ini menganggap itu produk impor, berarti PT. Sewu Segar Nusantara sebagai pengelola brand Sunpride ini telah sukses membangun brand yang ber-image produk impor. Dari sebuah acara buka puasa bersama, Martin M Widjaja, Acting Chief Executive Officer Sunpride menjelaskan bahwa 80 persen ragam buah produk yang dimiliki Sunpride, ditanam di Indonesia.
Ada lagi Krisbow, sebuah merk yang sering kita temui di Ace Hardware. Kira-kira menurut Anda brand Krisbow ini berasal dari negara mana? Dengan desain yang berkarakter luar negeri, serta kualitas produk yang baik, bukan salah Anda jika menganggap Krisbow berasal dari luar negeri Aslinya? Ya produk lokal donk
Lalu pertanyaannya seberapa pentingkah membangun brand /citra merk ke Barat-Barat-an? Tentu Anda sebagai pemilik brand, apalagi yang sedang dalam tahap pencarian nama, brand identity atau positioning bisa menjadi dilema menimbang orang Indonesia yang kadang lebih menggandrungi brand luar negeri dibanding brand lokal.
Tapi sejujurnya saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Apalagi di Indonesia mulai tumbuh era nasionalisme yang lebih kuat di generasi muda saat ini, terutama di kota-kota besar. Salah satu pembahasan pernah diutarakan oleh Pandji Pragiwaksono yang menyatakan bahwa Social Media merupakan salah satu “tools” saat ini yang memperkuat nasionalisme di era orang-orang muda Indonesia. Saya setuju dengan hal tersebut, nasionalisme yang ada saat ini di kalangan anak-anak muda adalah bentuk nasionalisme yang berbeda dibandingkan dengan era pemuda jaman kemerdekaan atau jaman orde baru atau jaman reformasi, tapi ya tetap saja ini bentuk nasionalisme baru yang perlu terus ditumbuhkan, salah satunya melalui aktivitas pembangunan brand-brand lokal.
Saya tidak berpendapat bahwa brand lokal yang memiliki persepsi luar negeri adalah buruk, hal tersebut tentu adalah sebuah strategi dan dapat berhasil memenangkan hati konsumen, karena pada akhirnya kualitas produklah yang menentukan. Sunpride dan Krisbow adalah contoh produk yang dapat memenuhi janji brand yang merka bangun, karena pada akhirnya hasil konsumsi produk oleh para konsumen yang memperkuat pembangunan brand itu sendiri.
Berangkat dengan keyword kualitas tersebut, merk-merk dengan identitas lokal juga kerap meraja. Baik yang berusia puluhan tahun sehingga telah menjadi brand Heritage maupun merk-merk yang berusia kurang dari 10 tahun. Identitas Indonesia sendiri bisa menjadi sebuah nilai jual yang memperkuat citra merk. Seperti pertumbuhan industri “distro” yang sempat booming beberapa tahun lalu bisa menjadi indikasi kebangkitan industri kreatif di Indonesia yang mampu bersaing memperebutkan wallet share anak-anak muda Indonesia. Dan pertumbuhan industri tersebut merupakan suatu pernyataan bahwa anak muda Indonesia juga cinta produk Indonesia.
Beberapa contoh merk yang berani unjuk gigi dengan ciri khas Indonesia, sebut saja Martha Tilaar Group yang memperlebar lini merk yang dikelolanya dengan berbagai ciri khas Indonesia. Seperti salah satu merk yang dikelola oleh Wulan Tilaar, yaitu Martha Tilaar Salon Day Spa. Tidak hanya berbagai obat-obatan yang diracik berasal dari kekayaan bahan-bahan alami Indonesia, namun juga megintegrasikan bisnis dengan pengembangan SDM lokal (Local Woman Empowerment) yaitu melalui pelatihan para terapisnya yang berpusat di Bali.
Merk favorit saya lainnya lagi yang unjuk gigi dengan ke-lokal-an adalah Gantibajudotcom. Dari awal kemunculan dan popularitasnya di dunia maya, Gantibajudotcom berpegang pada nilai jual desain-desain yang mengkampanyekan identitas Indonesia. Dengan popularitasnya saat ini sekali lagi menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang cinta produk lokal
Kedua merk tersebut menunjukkan bahwa tidak harus menjadi ke-Barat-Barat-an untuk bisa memenangkan hati konsumen. Pada dasarnya kita harus tetap kembali kepada apa yang menjadi nilai jual kita kepada konsumen. Saya berhasil menganalisis ada 3 kunci yang penting untuk diperhatikan perihal keputusan kita untuk membangun citra merk kita apakah ke-Barat-Barat-an atau PD dengan unsur lokal. Silakan dicek di beberapa poin berikut ini.
1. Pelajari pola pikir konsumen berkaitan dengan karakter industri
Mau bangun merk ke-Barat-Barat-an atau lokal, perhatikan dulu industri produk kita. Ada beberapa industri yang lebih cocok apabila kita bangun merk dengan ciri ke Barat-Barat-an tapi ada juga yang malah unggul jika kita mengedepankan ciri khas lokal. Contohnya saja di bidang kecantikan seperti yang dibangun oleh Martha Tilaar Group. Indonesia memiliki bahan-bahan alami yang unggul dibandingkan image negeri Barat yang berangkat dari “kimia” atau “teknologi” namun cantik yang alami lebih terasosiasi dengan bahan-bahan alam yang selama ratusan tahun menjadi warisan di negeri kita sendiri.
Namun bisa jadi berbeda seperti industri yang lebih berkaitan dengan teknologi, di mana bisa jadi masyarakat belum mempercayai kemampuan negeri kita di bidang ini. Seperti merk Timor yang dikampanyekan dengan mobil buatan Indonesia yang gagal mengambil hati masyarakat Indonesia pada saat itu. Namun menurut saya belum tentu Timor tidak sukses hanya karena brand dan kampanye yang berbau dalam negeri, tapi juga faktor-faktor lain seperti produk, konsistensi, dukungan pemerintah, dll.
Hal ini dapat melihat pada keberhasilan Proton atau merk mobil lokal Malaysia lainnya yang berhasil untuk mengedukasi penduduk mereka untuk menggunakan produk dalam negeri. Mari kita berharap mobil produksi para pekerja SMK naungan Pak Jokowi bisa menjadi harapan kita untuk mengalihkan “konsumsi” mobil negara kita yang tidak sedikit ini ke dalam negeri kita sendiri
2. Nilai jual dan diferensiasi
Mau merk kita ke Barat-Barat-an ke Timur-Timur-an atau apapun juga nilai jual tetap yang terpenting. Banyak merk yang berasal dari luar negeri, atau merk lokal yang membangun citra impor juga tidak berhasil selamat. Hal tersebut karena merk-merk tersebut telah gagal menciptakan nilai jual yang dapat menarik hati konsumen. Diferensiasi yang dimiliki tidak cukup kuat mengalahkan para pesaing di industri yang sama.
3. Konsistensi komunikasi itu penting
Memutuskan karakter merk Anda mau ikut style yang mana adalah keputusan penting yang tidak bisa Anda ganti-ganti seenak jidat walaupun ini kadang jadi salah satu ciri khas owner bisnis (ganti-ganti suka-suka mood) perlu Anda ketahui sejak awal bahwa image merk yang Anda bangun hanya akan terbentuk apabila Anda konsisten dalam strategi dan implementasi komunikasi merk Anda. Jadi jika merk Anda akan dibangun dengan image produk impor, jangan lupa style desain, fotografi sampai bahasa yang digunakan juga demikian. Sebaliknya jika style lokal yang ingin diusung, galilah karakter desain, talent, bahasa hingga konsep event yang dieksekusi turut menggali karakter lokal yang menjadi kekayaan dan nilai jual produk.
Yang paling menarik bagi saya adalah merk-merk lokal yang berhasil memenangkan hati konsumen seringkali tidak luput dari usaha memberdayakan potensi yang ada di negeri kita sendiri, seperti contoh pelatihan terapis yang dilakukan oleh Martha Tilaar Day Spa, atau Gantibajudotcom yang mengundang para desainer berbakat untuk turut menjual karya mereka, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang patut diikuti atau untuk sekedar memberikan dukungan. PT. Sewu Segar Nusantara pengelola merk Sunpride sendiri memiliki program dalam melakukan edukasi dan pelatihan kepada para petani untuk meningkatkan kualitas produk dan menghasilkan berbagai inovasi produk yang memiliki nilai jual tinggi untuk para konsumen.
Jadi.. jika Anda selama ini berpikir hanya merk ke-Barat-Barat-an lah yang bisa sukses di pasar, semoga melalui artikel ini kita jadi bisa melihat sudut pandang yang berbeda, bahwa kekayaan lokal menunggu untuk dieksplorasi untuk bisa membantu Anda memenangkan hati konsumen. Selamat berkarya!
creative sales
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment