Pertumbuhan industri kuliner memang seringkali dipengaruhi oleh tren-tren tertentu. Dulu pernah saat tren ‘pancake’ begitu populer, dan dalam hitungan bulan muncul berbagai restoran/cafe baik yang menjual spesialisasi pancake sampai yang menambah dessert pancake. Lalu beberapa waktu lalu dan sepertinya masih berlangsung hingga sekarang adalah tren red velvet, sebuah cake berwarna merah pekat yang biasa disebut juga dengan Devil’s Cake. Banyak cafe/restoran/pebisnis cake berlomba-lomba menyediakan red velvet untuk ga mau ketinggalan memanfaatkan pasar yang sedang gemuk ini. Lalu beberapa waktu sebelumnya lagi sempat tren tentang bebek, beberapa restoran bebek baru bermunculan di mana-mana... Dan secara khusus di artikel ini yang ingin saya bahas adalah berjamurnya tempat makan ramen di kota Bandung, yang juga diakibatkan sedang trennya makanan asal Jepang ini.
Sebenarnya ramen bukan makanan yang baru, dulu waktu Gokanna Tepan keluar dengan campaign nya lomba makan Hot Ramen, ramen kian menjadi favorit baru mereka para pecinta kuliner. Namun saat itu para penjual ramen masih didominasi oleh restoran dengan harga yang cukup tinggi (satu porsi ramen di atas 20ribu). Namun yang menarik adalah saat ini tumbuh “ramen-ramen kelas menengah” hingga kelas harga sangat terjangkau! Seperti yang baru siang tadi saya coba, yaitu sebuah tempat makan ramen yang menjual semangkuk ramen dengan harga 10ribu rupiah saja! Wah murah sekali!!!!
Jadi jika saya perhatikan situasi persaingan bisnis ramen di kota Bandung ini dibagi-bagi menjadi level segmentasi dari sisi harga dan kualitas. Ramen yang disajikan oleh restoran-restoran Jepang khusus memiliki harga yang cukup premium, bisa 40 hingga di atas 50ribu. Sedangkan di bawahnya terdapat restoran-restoran kelas mall yang menjual menu ramen, seperti Gokanna atau yang memang spesifik menjual menu ramen, seperti Daiji Ramen yang berlokasi di Cihampelas Walk. Lalu segmentasi lainnya dengan kelas harga yang sama, namun tidak berlokasi di mall juga ada, seperti Kedai Ling-Ling di Jl. Cihampelas yang tidak pernah sepi dari pengunjung. Di bawah segmentasi mall ini terdapat beberapa tempat makan ramen lainnya yang menawarkan harga jauh lebih murah dan kualitas yang tentu mengikuti. Dan faktanya adalah dari segmentasi atas sampai yang paling murah sekalipun, tempat-tempat penjual ramen ini tidak pernah sepi dari pengunjung setiap harinya
Jika diperhatikan dari berbagai segmentasi dapat terlihat penggemar ramen sebagian besar adalah anak muda. Hal ini bisa jadi dikarenakan anak-anak muda memiliki keinginan lebih tinggi dalam mencoba makanan-makanan baru, terutama yang bukan dari Indonesia. Pengalaman kuliner menjadi lifestyle anak muda saat ini, dan tentu tak terpisahkan adalah konsep tempat dari masing-masing restoran tersebut yang sesuai dengan kepribadian masing-masing segmen.
Lalu, menurut saya yang kedua adalah karena faktor tantangan pedas! Ramen identik sekali dengan pedas! Dengan trendsetter Gokanna Tepan yang secara besar-besaran mempublikasikan adanya level-level kepedasan dalam menu Ramen mereka, pada akhirnya diimplementasikan oleh sebagian besar penjual ramen saat ini. Mengingat bahwa orang Indonesia sudah familiar atau bahkan tidak sedikit ditemui orang-orang fanatik dengan makanan pedas, maka dengan cepat pula ramen pedas ini berkembang menjadi salah satu menu favorit untuk kuliner.
Sebagai penikmat kuliner, pecinta mie dan penyuka ramen juga, akhirnya saya memiliki misi untuk melakukan penyelidikan di industri ramen yang sedang bertumbuh ini. Sudah sejak beberapa bulan terakhir, setiap ada restoran ramen baru, saya selalu menyempatkan diri untuk mencobanya. Dari yang satu porsi di atas 50 ribu sampai yang terakhir tadi siang saya makan satu porsi Cuma 10ribu saja.. sudah masuk ke perut saya dari pengalaman saya mencoba berbagai ramen dari setiap segmentasi tersebut saya menarik 3 kesimpulan penting yang dapat bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan strategi bisnis di industri kuliner atau khususnya di industri persaingan ramen itu sendiri
1. Word of Mouth!
Kenapa pembahasan ini saya tulis pertama kali? Karena memang dari kacamata saya, saya melihat bahwa pertumbuhan industri ramen ini sendiri terjadi karena peran besar dari WOM ini! Seperti tempat ramen 10ribu perak yang tadi siang saya datangi, saya mengetahuinya dari teman saya yang pernah datang kesana. Beberapa referensi tempat makan ramen enak lainnya pun saya dapatkan dari hasil ngobrol-ngobrol dengan teman, baik saat ngobrol langsung maupun obrolan via Twitter. Hal ini didukung dari fakta bahwa para pelaku bisnis ramen, terutama mereka yang di pasar menengah jarang ada yang menggunakan aktivitas publikasi ATL yang agresif, namun kedai mereka tidak pernah sepi dari antrian. Setiap orang yang pulang, puas dan merasakan kenikmatan ramen mereka akan bercerita dan merekomendasikan kepada teman-teman/keluarga mereka, begitu seterusnya, hingga terciptalah banyak penggemar fanatik ramen pedas di kota Bandung.
Hal ini tentu bukan tidak dengan usaha. Prinsip utama dari keberhasilan WOM adalah adanya content/diferensiasi dari produk/brand Anda yang layak untuk diperbincangkan. Istilah kerennya adalah talkable. Gokanna Tepan menciptakan content WOM nya dengan konsep level pedas dan tantangan makan ramen gratisnya yang sempat diselenggarakan selama beberapa bulan; beda lagi dengan Kedai Ling-Ling yang memilih lokasi di pinggir jalan (outdoor), sehingga memiliki keunikan tersendiri dibandingkan tempat makan ramen lainnya yang biasanya memilih lokasi di mall/restoran tertutup.
Konsep pinggir jalan Kedai Ling-Ling juga mendatangkan persepsi murah meriah (padahal harganya sama dengan yang di mall) dan memberikan experience tersendiri dan tentu saja keramaian pinggir jalan yang dilihat oleh banyak orang yang lalu lalang di jalan menjadi salah satu pemicu WOM yang juga berdampak luar biasa. Kedai Ling-Ling ini pun memiliki content WOM lainnya berupa pudding mangga yang unik sekali dan tidak ditemukan di tempat lain, sehingga saat konsumen membicarakan tentang brand mereka, ada banyak hal yang dapat mereka ceritakan dan menyebar dengan cepat.
Beda lagi dengan kedai ramen murah meriah yang tadi saya kunjungi bernama Mie Reman, yang memiliki konsep “preman”! Dari mulai dekorasi restorannya yang mirip “daerah bronx” si preman, sampai gambar-gambar yang mendukung konsep “preman” dan “palak” dari restoran ini selain konsep unik, tentu saja ramen dengan harga 10ribu perak dengan porsi banyak tentu jadi suatu perbincangan tersendiri di kalangan para pelajar dan mahasiswa kota Bandung. Jadi tak heran jika kita mau makan di sana perlu waktu min 15 menit untuk menunggu antrian
2. Bidik pasar yang tepat!
Dari sekian banyak penjual ramen, mereka memiliki target market yang berbeda-beda. Kualitas tentu berkorelasi dengan harga yang diterapkan. Para pelaku bisnis harus pintar-pintar membaca segmentasi dan memilih target market yang tepat. Pemahaman terhadap target market, apa ekspektasi mereka tentu harus dipenuhi dengan tepat. Ada beberapa tempat makan ramen yang tidak mau saya datangi lagi, karena menawarkan harga yang terlalu tinggi untuk level kualitas yang ditawarkan. Atau dari sisi kondisi tempat tidak sesuai dengan karakter target market, hal ini tentu akan membuat bisnis tidak dapat berjalan secara kontinyu. Jangan-jangan setelah tren bisnis ramen mulai mereda, bisnis kita tidak dapat survive karena konsumen tidak memiliki alasan untuk kembali lagi.
3. Layanan adalah bagian dari produk!
Saat Anda telah memutuskan untuk berbisnis kuliner, jangan pernah lupa bahwa Anda tidak sendirian. Apalagi di kota Bandung, yang sepertinya setiap minggu ada saja bisnis kuliner baru dibuka. Salah satu yang dapat meningkatkan daya saing kita di pasar adalah layanan! Jangan main-main dengan layanan ya... karena konsumen yang tidak puas dengan layanan bisa tidak ingin kembali lagi, atau lebih buruknya lagi adalah mereka menceritakan pengalaman buruk mereka ke teman-teman mereka. Yang rugi adalah bisnis Anda tentunya!
Layanan ini sifatnya luas, dari mulai fasilitas yang Anda berikan, seperti tempat parkir (kenali target market Anda, sebagian besar naik mobil atau motor, sediakan fasilitas yang sesuai), toilet, keramahan para pelayan, kecepatan waktu kedatangan makanan, kebersihan hingga value-value lain yang bisa Anda tambahkan sebagai layanan (permainan di meja saat orang menunggu, compliment saat menunggu, dessert gratis, layanan pemesanan melalui Twitter, dll).
Penguasaan Anda terhadap proses produksi menjadi salah satu penentu dalam menciptakan pelayanan yang maksimal. Jangan sampai bisnis Anda tiba-tiba booming, antrian panjang namun produksi Anda tidak siap, seperti kualitas makanan yang jadi menurun, delivery time yang lama atau hal-hal lain yang bisa membuat BT dan menciptakan bad experience bagi konsumen.
Kesimpulannya, saat Anda mendirikan suatu bisnis tentu Anda berpikir jangka waktu yang panjang kan? Anda tentu tidak ingin semua usaha Anda hanya berhenti sampai beberapa bulan saja, BEP saja belum atau baru juga BEP belum ada untung, jangan sampai bisnis Anda mulai meredup. Memperhatikan beberapa bisnis “ikut” tren ada yang beberapa waktu setelah tren sudah menurun malah gulung tikar.. menghindari hal ini, kita harus memikirkan model bisnis kita dalam jangka panjang dan mempersiapkannya dengan baik.
Beberapa contoh pengembangan bisnis, bisa dengan modal sendiri membuka cabang, mencari partner lokal sebagai investor atau mengembangkan sistem franchise. Apapun sistem pengembangan yang Anda akan ambil intinya tetap di kualitas produk (termasuk layanan) dan sistem yang Anda miliki. Produk yang memuaskan konsumen tentu tidak akan lekang dimakan waktu, karena konsumen selalu memiliki alasan untuk kembali lagi. Jadi???? Siap nguliner ramen nih kita???
creative sales
sumber gambar: yramennoodles.tumblr.com
No comments:
Post a Comment