Buta Marketing
Marketing Manager atau
"Marketing Manager"?
Marketing Manager atau
"Marketing Manager"?
Dibeberapa kesempatan bertemu dengan calon klien perusahaan saya sering sekali berjumpa dengan individu yang memiliki jabatan “marketing ma”, nageryah setidaknya itulah yang tercantum di kartu nama yang saya dapatkan tentunya. Namun yang unik kebanyakan dari mereka ternyata tanggung jawabnya hanya sebatas tanggung jawab sales manager. Mereka sangat mengerti tentang bagaimana menjual produk perusahaan dan bagaimana mengatur strategi salesnya agar produknya cepat dibeli oleh target market mereka.
Namun pernah terpikir tidak oleh Anda, dengan jabatan mentereng tersebut “marketing manager” beberapa bahkan tidak mengerti berapa besar market garapannya dengan jelas? Bagaimana strategi promosi yang tepat untuk bersaing dengan competitornya, apa positioning perusahaan tersebut di pasar ataupun bahkan informasi mengenai pesaing didimiliki dengan langkap sebagai bahan dalam membuat strategi perusahaan, mereka berjualan karena kebiasaan dan asumsi.
Kebiasaan dan asumsi, inilah kira-kira yang menjadi senjata utama dalam menyusun strategi tahunan yang dilakukan oleh si marketing manager ini, jika setiap tahun target naik 10 persen dengan jumlah tenaga sales maksimal, maka yah biasanya tahun depan naik lagi 10 persen, yah ditambah asumsi ekonomi dunia masih mengalami resesi maka target diturunkan sedikit jadi 7,5 persen. Pesaing, market share, positioning, service, brand dan lainnya? Yah ga penting, wong biasanya target dibuat berdasarkan jumlah tenaga sales dan kenaikan persen penjualan seperti biasa he……he.
Ini marketing managernya nih, coba bayangkan saja bagaimana dengan “marketing-marketing” lainnya dibawah sang manager tersebut? Bagaimana mereka bisa menggarap pasar dengan benar bila hal ini benar terjadi di perusahaan tersebut? Yah simple, biasanya dan asumsi he…he. Biasanya khan kalo “marketing” jualannya yang lewat sales call, atau kenalan si “marketing”, kalo buku telpon udah abis terus kenalan juga sudah habis? Krik krik, krik krik.
Kok bisa begitu? Yah mungkin inilah dampak dari “Buta Marketing” , situasi dimana seseorang manager katakanlah tidak memahami marketing dalam konteks yang lebih lebih strategis, dimana pengertian marketing diartikan terlalu sempit pada hal-hal yang sifatnya lebih lapangan, dimana marketing tidak lebih daripada selling sehingga hal-hal lain yang tidak berhubungan langsung dengan penjualan dipinggirkan atau bahkan tidak dimengerti sama sekali. Bahaya kha ini bagi perusahaan? Percayalah kata saya sejauh Anda adalah pemain tunggal yang dilindungi oleh kebijakan pemerintah, atau sejauh pesaing Anda juga menggangap hal tersebut sama dengan pemikiran Anda, Anda akan aman-aman sajah, apalagi kesadaran membangun merek dan strategi sales Anda sudah cukup bagus untuk mengantarkan Anda pada posisi pasar yang bagus.
Namun bagaimana jika kondisi pasar di mana pesaing perusahaan mulai sadar untuk menyusun strategi marketingnya dengan benar? Bagaimana Jika pesaing sudah mulai melakukan inovasi pemasaran yang canggih, atau bagaimana jika penetrasi market katakanlah sudah 98%, bagaimana? Jika tim Anda, dimana marketing manager Anda yang menjadi ujung tombak perusahaan “Buta Marketing” wah wah coba saja Anda bayangkan bagaimana nasib perusahaan Anda? Ok lah dalam jangka pendek dampak tersebut tidak akan terlalu terasa di mana asumsi bisa bermain sebagai alas an dalam jangka pendek, namun bukankah kita selalu menginginkan menjadi perusahaan yang sustain dalam pertumbuhan dan keuntungan? Apakah Anda berani bertaruh untuk hal tersebut dengan memiliki marketing manager dan tim yang “Buta Marketing”?
Mari coba kita lihat, bagaimana sih ciri marketing manager yang buta marketing? Pertama yah tentu yang paling sederhana adalah si manager tidak mengerti sama sekali atau sedikit-dikit mengenai teori marketing secara benar, nah jika sudah begini tentu saja repot, pemahaman marketing yang diterap di dalam perusahaan yang didasarkan pada pengalaman keberhasilan maupun kegagalan tentu sajah sangat penting dalam memenangi persaingan, namun jika hanya di dasarkan pemahaman seperti itu tentu akan berisiko bagi perusahaan dalam jangka panjang, mengapa? Karana dunia ini berubah bung, dahulu internet merupakan barang langka dan digunakan oleh orang-orang tertentu saja, sekarang? Setiap sudut jalan bisa didapati jasa warnet, setiap mall sudah dilengkapi dengan wifi, setiap rumah bahkan hanya dengan 150 ribuan sudah bisa berinternet ria setiap bulan, dan bahkan setiap handphone sebagian besar sudah menyediakan fasilitas untuk berinternet. Karena itulah pemahaman mengenai marketingpun bagi seorang marketing manager harus terus ditingkatkan dan diupdate setiap detiknya sehingga peluang dan ancaman yang datang bisa dikelolah dan dimanfaatkan bagi keuntungan perusahaan.
Kedua ciri marketing manager yang “Buta Marketing” adalah kekurangan informasi mengenai data dan fakta lapangan sehingga setiap keputusan strategies yang dibuat hanya berdasarkan pengalaman dan bahkan hanya didasarkan pada insting sang manager. Ini kadang masalah yang paling sering dijumpai pada kasus “Buta Marketing” menurut pendapat saya, dimana pengetahuan mengenai informasi-informasi penting seperti customer, competitor dan lainnya tidak dimiliki oleh sang manager secara lengkap, padahal strategi apapun yang digunakan akan sangat berbahaya bida tidak diterapkan atas dasar data dan fakta selain tentunya belum tentu efektif dan efisien.
Ketiga ciri marketing manager yang “Buta Marketing” adalah tidak mengerti atau tidak mau mengerti mengenai keuangan. Lah kok bisa begitu, ini khan marketing bukan keuangan. Sederhana saja sebetulnya, setiap kegiatan marketing baik itu dalam tataran strategi ataupun eksekusi selalu berhubungan dengan biaya dan pendapatan. Bagaimana mungkin seorang marketing manager bisa menyusun sebuah strategi yang tepat dan eksekusi yang tepat bila dia tidak bisa melakukan analisa dan perencanaan dalam bidang keuangannya? Katakanlah begini, Sang bos memberikan tihtah bahwa profit tahun ini harus meningkat 100 persen, nah sang manager tentu harus melakukan perencanaan keuangan yang sangat matang mengenai alokasi dan strategi pembiayaan seluruh kegiatan marketing agar target tersebut tercapai khan? Cost promosi mungkin saja harus ditingkatkan untuk lebih banyak menggarap pasar yang ada agar target tercapai, nah disini analisa biaya aktivitas harus benar-benar diperhitungkan karena akan tentu alokasi dana akan berhubungan langsung dengan pencapaian target yang sudah ditetapkan, tul khan? Ini contoh yang digampang-gampangkan tentunya, saya hanya bermaksud menunjukan bahwa setiap marketing manager perlu mengerti dan memahami aspek keuangan agar tidak “Buta Marketing”.
Lantas bagaimana agar seoarang marketing manager tidak “Buta Marketing”, sederhana sekali belajar dan belajarlah baik itu melalui institusi pendidikan, kursus, seminar, buku, diskusi, internet dan sebagainya dan sebagainya. Jika Anda manjabat seorang “marketing director” maka mari kita hilangkan tanda kutif di kalimat marketing manager tersebut menjadi hanya marketing manager saja. Hampir disetiap company marketing manager adalah ujung tombak perusahaan, maka lengkapilah senjata Anda dan asalah kemampuan Anda untuk bisa menguasai senjata tersebut.
2 comments:
menurut saya ini suatu insight yang bagus. oleh karena itulah kami ingin sekali agar persepsi seperti ini bisa dikembalikan ke arah yang tepat.
di buku blue ocean strategy saya rasa semuanya cukup jelas
Post a Comment