Dec 17, 2008

JANGAN BIARKAN BRAND
ANDA TUA DAN TERLUPAKAN


Saya suka iseng-iseng memperhatikan sesuatu kalau sedang ada di dalam mobil, seperti yang saya lakukan pagi ini, ketika dalamm perjalanan menuju kantor. Kebetulan taxi yang saya tumpangi rutenya melewati sebuah area pertokoan yang bisa dibilang cukup ramai. Nah, yang jadi perhatian saya adalah toko-toko tua yang berjajar di daerah tersebut. Mungkin ketika masa-masanya Kota Bandung beberapa puluh tahun yang lalu, daerah tersebut merupakan salah satu pusat bisnis di Bandung. Saya teringat dulu waktu kecil, ibu saya sering sekali belanja di daerah tersebut. Tapi sekarang, setelah dibangun mall yang megah, toko-toko tersebut seakan tenggelam. Yang saya perhatikan adalah plang deretan toko-toko tersebut. Mungkin karena sudah terpampang sekian tahun lamanya, warnanya sudah pudar. Selain itu, di depan toko-toko tersebut banyak sekali pedagang kaki lima yang hampir menutupi trotoar dan otomatis pintu toko.

Menurut saya sih, daerah itu sudah tidak semenarik dulu lagi, dimana orang berdatangan dari segala penjuru kota Bandung untuk sekedar mencari sesuatu. Bahkan ada juga toko pakaian yang dulu namanya tenar sebagai toko fashion, dan berdiri paling megah diantara toko-toko lain sekarang kondisinya bisa dibilang hampir sama dengan yang lain. Saya sendiri sering kepikiran, sayang sekali kalau daerah ini tidak dipertahankan kembali sebagai salah satu pusat perbelanjaan di Bandung. Kenapa juga toko-toko tersebut tidak berusaha untuk “mempercantik” dirinya, mempertahankan keberadaannya, karena kondisi toko-toko tersebut seakan hidup segan mati pun tak mau. Padahal daerah tersebut merupakan daerah yang tingkat kemacetannya bisa dibilang tinggi, ramai dilewati kendaraan, dan merupakan salah satu jalan utama di kota Bandung. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, di daerah tersebut telah berdiri sebuah mall megah yang menadi salah satu kunjungan utama masyarakat, baik yang berasal dari dalam maupun luar kota dan daerah tersebut merupakan akses utama menuju ke mall itu.

Kalau dihubungkan dengan masalah branding, sepertinya toko-toko tersebut memang perlu mem-brandingkan dirinya. Katakanlah ada satu toko yang menjual berbagai macam jam, mulai dari jam dinding, jam tangan, jam weker, dan sebagainya. Beberapa tahun yang lalu, toko ini merupakan tujuan orang-orang untuk membeli jam. Tapi sekarang, setelah berdirinya mall megah yang merupakan pusat perbelanjaan, toko tersebut tidak lagi menjadi tujuan orang-orang untuk mencari jam. Apalagi toko tersebut juga tidak berupaya untuk “mempercantik” penampilannya, memaintain pelanggannya, dan sebagainya. Sehingga lama-kelamaan toko tersebut seakan terlupakan, masih bertahan sih, tapi mau sampai kapan kalau dia tidak berubah??

Kita ibaratkan saja, nama toko adalah sebuah brand. Walaupun dia menjual berbagai macam barang bermerek, tapi tetap saja nama tokonya yang diingat. Contoh Indomaret, Alfamaret, Circle K, dan sebagainya. Tiap toko tersebut punya diferensiasi masing-masing, walaupun dari segi jenis dan karakterstik hampir sama, tapi mereka punya positioning yang berbeda-beda di benak konsumennya. Contoh kecil juga, di dekat rumah saya, ada sebuah minimarket “MAKMUR”, sampai sekarang mini market tersebut masih bertahan di tengah gempuran mini market seperti Alfamart, Indomart dan Circle K. Kenapa? Karena toko “Makmur” sudah punya langganan loyal. Jauh sebelum minimarket lain berdiri, dia sudah menjadi minimarket paling komplit diantara yang lain, sehingga banyak orang lebih senang belanja ke “MAKMUR”, karena merupakan toko one stop shopping. Tapi perlu diingat juga, pelanggannya yang loyal adalah pelanggan yang dari dulu sudah belanja disitu, sedangkan sekarang makin banyak penduduk bertambah, banyak pendatang dari manapun, nah, ini yang harus diantisipasi. Bahwa perkembangan zaman bisa berpengaruh pada bertahan/tidak suatu brand. Paling tidak ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

Pertama.
Setiap produk pasti punya life cycle/siklus hidup. Seperti halnya manusia, ada empat tahapan dalam siklus hidup produk, yaitu (1) introduction /perkenalan;(2) growth/pertumbuhan; (3) mature/kedewasaan; dan (4) penurunan. Nah, dengan mengingat siklus tersebut, paling tidak kita tahu pada tahap mana mulai melakukan aktivitas mempertahankan brand. Apakah dengan melakukan perluasan produk, perluasan pasar, dan sebagainya. Alex Mulya Brand and Communication Specialist dari MarkPlus Inc, dalam tulisannya “Brand Rejuvenation” yang terdapat dalam buku “MarkPlus on Marketing:The Second Generation”, menyatakan perlunya rejuvenation (peremajaan) brand yang bisa dilakukan pada tahap growth, mature,atau bahkan pada saat produk kita sudah decline. Tujuannya adalah untuk menjaga momentum produk kita tetap berada pada posisi merek yang kuat.

Kedua.
Suatu brand menempati posisi istimewa dalam benak customer berdasarkan pengalaman masa lalu, pergaulan dan ekspektasi masa depan. Setidaknya itulah yang diungkapkan oleh Phillip Kotler dalam bukunya yang berjudul “Brand B2B Management”. Jika suatu brand sudah melekat dalam benak customer, maka tugas perusahaan untuk terus melakukan pengembangan brand tersebut sehingga benar-benar mampu memenuhi need, want, dan expectation dari customernya. Ingatlah, jangan terjebak dengan anggapan bahwa brand adalah milik perusahaan, karena sesungguhnya brand itu adalah milik customer.

Ketiga.
Jangan terlena jika sudah di posisi teratas. Ibarat roda yang selalu berputar, tidak selamanya kita berada dalam kondisi teratas, tidak selamanya pula kita berada dalam posisi yang stabil. Pasti akan selalu ada guncangan, baik yang berasal dari dalam perusahaan sendiri maupun yang berasal dari luar perusahaan. Seperti yang terjadi sekarang ini, ketika terjadi resesi , kondisi perekonomian seluruh dunia terguncang dan pasti mengimbas pada dunia usaha. Ini merupakan kondisi global yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Disinilah perlunya pengambilan keputusan yang cepat, apalagi jika perusahaan berada dalam kondisi permodalan yang sulit. Mau tetap bertahan atau menutup usahanya sekalian. Dalam keadaan krisis, setiap perusahaan dihadapi dengan kenyataan bahwa daya beli konsumen pasti akan menurun. Maka disinilah pentingnya melakukan aktivitas yang mampu mambuat customer setia pada brand kita, sehingga ketika terjadi krisis sekalipun tidak mengubah persepsi mereka pada brand kita, asalkan kita benar-benar focus pada peningkatan brand value yang ditawarkan kepada customer.

Jadi, bagi para pemilik brand, jangan selalu puas dengan apa yang sudah diraih. Jangan sampai akhirnya bernasib hidup segan mati pun tak mau.

1 comment:

Anonymous said...

Biasanyatoko2 seperti yang dicontohkan di artikel ini tuh yg ngelola ya masih generasi pertama, yang artinya ya ude tuwir2 kali ye, jadi pola pikirnya juga susah kalo dipaksa ngikutin pola pikir skarang. Mungkin alternative pertama ya regenerasi lah yah! "Turun Tahta" mungkin bisa jadi langkah awal tuh sblum yg laen2nyah