Dec 17, 2008

ANGGARAN IKLAN,
COBA LIHAT
PERTIMBANGANNYA


Pagi ini saya menyempatkan diri membaca koran Pikiran Rakyat yang tersedia di kantor. Baru membaca halaman pertama, perhatian saya tercuri ke iklan di bagian bawah, ukurannya hanya menghabiskan sekitar 1/8 halaman. Selewat mirip juga dengan iklan beberapa provider telepon selular, tapi dari tag line-nya yang tertulis “TIDAK!”, saya sudah dapat mengetahui bahwa iklan tersebut adalah iklan politik dari salah satu partai politik besar di negeri kita tercinta ini. Ah alangkah terkejutnya saya ketika membalikkan halaman, karena saya langsung dihadapkan dengan lanjutan iklan tersebut FULL satu halaman penuh! Wuiiihh…!! Iklan provider telepon selular di belakangnya saja kalah telak jadinya walaupun telah menghabiskan ½ halaman penuh. Komentar yang pertama keluar dari mulut saya adalah “Edhuuunn!! Bayar berapa nih ke PR?! Abis-abisan gini!”. Yah lepas dari kenyataan bahwa sebagai parpol besar ia pasti memiliki dana yang sangat cukup untuk membayar iklan dengan space sebesar apapun, tapi yang menjadi pernyataan saya “Nggak sayang ya?”.

Saya jadi teringat salah satu department store kalangan atas juga pernah melakukan begitu banyak iklan di berbagai bentuk media massa hanya untuk memberitahukan bahwa department storenya sedang mengadakan diskon besar-besaran (tapi mengeluarkan biaya iklan besar-besaran juga kan!). Belum lagi sampai sekarang saya tidak mengerti kenapa salah satu brand rokok nasional memasang neon box di sepanjang jalan Soekarno-Hatta. Saya tahu pasti itu mengeluarkan biaya yang sangat-sangat-sangat besar! Tapi bos saya pernah bilang, tidak mungkin perusahaan rokok berani menghajar berbagai media iklan jika itu tidak ada manfaatnya bagi mereka! Tidak mungkin mereka Cuma buang-buang duit saja. Walaupun anggaran iklan itu ajigilemahale, tapi jika memberikan feed back yang bagus ya worthed sekali kan.

Mungkin yang harus diperhatikan disini selain media yang tepat tapi juga hal-hal yang harus menjadi perhatian dan pertimbangkan sebelum perusahaan memutuskan akan mengeluarkan anggaran seberapa besar untuk iklannya. Kalau menurut Kotler & Keller sih ada sekitar lima hal khusus nih yang harus dipertimbangkan.

• Tahap dalam siklus hidup produk
Pernah kepikiran tidak kok rasanya waktu kecil kita sering sekali diajak main mengetahui dunia luar dan dikenalkan ke banyak komunitas oleh orang tua kita, kok sekarang setelah besar hal-hal seperti itu jarang sekali ya? Itulah tahapan siklus hidup. Sama seperti brand atau produk, mereka juga mempunyai siklus hidup dan tahapan-tahapannya. Perlakuan perusahaan terhadap produk atau brand yang baru dikeluarkan tentu saja akan berbeda dengan brand atau produk yang sudah lama eksis di pasar.

Brand atau produk yang baru secara logika tentu belum dikenal target market kan, maka dari itu harus ada usaha keras untuk ‘mengenalkannya’ pada khalayak, ujung-ujungnya pasti butuh anggaran yang lebih besar juga. Apa sih yang paling mudah dilakukan? Ya iklan! Tapi jika melihat efek brand awareness yang tinggi di target market rasa-rasanya budget sebesar apapun ‘terbayar’ sudah (apalagi kalau penjualan meningkat tajam!Hehee!). Jadi untuk brand atau produk yang lebih dulu ‘lahir’, mbo ya jangan ngiri kalau budget iklannya tidak sebesar ‘adik’nya.

• Pangsa pasar dan basis konsumen
Di dunia bisnis, setiap brand mempunyai pangsa pasar tertentu, ‘berbagi’ dengan brand-brand lain di kategori produk yang sama. Ini jelas berhubungan dengan seberapa besar anggaran iklan yang harus dikeluarkan perusahaan. Karena semakin tinggi pangsa pasar brand perusahaan, semakin sedikit pula pengeluaran untuk iklan. Lho kok? Ya iya lah. Kalau brand perusahaan sudah sangat dikenal dan produknya dipakai banyak orang, usaha reminder lewat iklan juga ya jadi tidak perlu banyak-banyak lagi kan. Lain halnya dengan brand yang cuma punya pangsa pasar kecil, untuk memperbesarnya ya harus bikin iklan besar-besaran, sebesar pangsa pasar yang ingin dicurinya lah.

Dulu kecap Bango harus mati-matian berjuang merebut memperbesar pangsa pasar yang sebagian besar dikuasai oleh kecap ABC. Iklan pun gencar dilakukan (dibarengi juga dengan brand activation memang). Hasilnya, walaupun saya tidak tahu pasti seberapa besar kue pasar berhasil ‘dicuri’, tapi dari riset kecil-kecilan yang pernah kami buat mengenai kategori kecap, Kecap Bango lebih unggul dibandingkan Kecap ABC di target market ibu-ibu.

• Persaingan dan gangguan
Bukan sirik bukan dengki kalau perusahaan selalu ‘siaga’ dengan pergerakan pesaingnya. Boro-boro gangguan dari pesaing head to head / potensial, iklan pesaing subtitusi atau laten sekalipun bisa menjadi gangguan yang harus diantisipasi. Ever wonder why kok bisa-bisanya sepanjang jalan Wastukencana sampai Purnawarman dipenuhi dengan iklan provider telepon selular yang berbeda? Mulai dari Simpati, Axis, XL, dsb saling berjejer berdekatan. Lepas dari daerah itu dekat dengan Bandung Electronic Center, itulah yang memang harus dilakukan saat brand atau produk kamu memiliki jumlah pesaing yang sangat banyak dan agresif.

Saya masih ingat dulu cuma ada iklan XL disana (karena memang dekat dengan gedung XL Center), tiba-tiba muncul billboard Telkomsel yang diikuti juga dengan Axis. XL mungkin merasa itu adalah gangguan bagi brandnya, maka dari itu XL pun membuat baligo besar di depan gedungnya. Sah? Ya sah-saja donk! Tidak peduli sehebat apapun kulaitas dan fasilitas produk kamu, kalau tidak mampu menyaingi ‘sounding’ pesaing sih ya percuma. Lain lagi jika situasi persaingan dan gangguannya tidak sebesar itu, ya anggaran iklan juga tidak perlu dibuat besar-besar.

• Frekuensi iklan
Trust me, sama sekali nggak worthed kalau perusahaan bikin iklan yang bagus dengan anggaran pembuatan yang tinggi tapi cuma ditayangkan sesekali saja di media massa. Tidak mungkin tidak tahu kan kalau perkembangan dunia bisnis sekarang ini pesat sekali. Target market dijejali dengan banyaaaak sekali iklan berbagai macam produk yang sekategori maupun yang lain kategori. Terlalu banyak rangsangan yang masuk membuat mereka sulit mengingat iklan produk atau brand satu perusahaan. Kecualiiii…jika iklan tersebut sangat ‘mengena’ di hati dan sering ditayangkan.

Apalagi ada beberapa iklan yang atas nama kreatifitas memiliki alur cerita yang agak sulit dimengerti secara gamblang oleh khalayak. Teman sekantor saya pernah bertanya “maksudnya teh apa sih Bu?” ketika kami melihat iklan Citra Body Foam Aroma Therapy. Sempat amaze juga sih kok dia bisa tidak mengerti kalau maksud iklan itu saat si cewek sedih karena kue tart untuk ulang tahun ibu mertuanya jatuh di jalan tapi kemudian setelah mandi dengan sabun Citra yang memiliki aroma therapy yang bisa membuat pikiran dan hati merasa tenang, si cewek jadi punya ide untuk memberikan “hadiah” lain yang membuat si ibu mertua senang. Tanpa memberikan jawaban, saya menyuruh dia untuk memperhatikan baik-baik jika iklan tersebut muncul lagi, dan setelah kesekian kalinya melihat iklan itu dia baru bisa bilang “Ooohh…gitu maksudnya!” (Ya ampuunn…temannya siapa siiiih?? Heheee! ;p ).

Bagaimanapun juga, pengulangan akan membuat ingatan kita makin ter-up grade. Kalau mau brand perusahaan lebih diingat atau dikenal sama khalayak ya silakan perbesar frekuensi iklannya, kecuali kalau berpikir “ah cuma perlu reminder aja kok sesekali”, itu sih lain soal ya! =)

• Daya subtitusi produk
Maksudnya disini jika brand perusahaan ingin membangun citra atau positioning tertentu di target marketnya, maka perusahaan jelas memerlukan iklan secara besar-besaran. Apalagi jika brand yang perusahaan miliki mempunyai feature atau fasilitas baru yang berbeda dari yang sebelumnya dan ingin menginformasikannya kepada target market, iklan jelas dibutuhkan lebih banyak. Produk Hand Phone lebih banyak melakukakan hal ini karena memang inovasi mereka juga cukup tinggi frekuensinya.

Lihat saja Nokia yang kencang di inovasi, iklannya jelas-jelas lebih banyak dan lebih sering dibandingkan iklan Samsung. Ingin membangun citra sebagai rokok yang mengedepankan persahabatan, Sampoerna Hijau memasang iklan yang cukup agresif beberapa waktu yang lalu dengan menampilkan iklan seri gank Ijo. Efeknya, siapa sih yang tidak tahu gank Ijo dan Sampoerna Hijaunya? Saya saja yang waktu itu tidak tahu ada rokok Sampoerna Hijau jadi tahu. Semakin banyak yang ingin ‘disampaikan’ atau ingin ‘dibentuk’ pada target market mengenai produk atau brand perusahaan, ya logikanya memang semakin besar juga ya anggaran yang harus disisihkan untuk iklan.

Mungkin pada intinya perusahaan bukan mempermasalahkan besar-kecilnya anggaran iklan yang harus dikeluarkan, tapi mengapa iklan itu harus dibuat besar atau kecil. Cara terbaik ya itu tadi, mengkaji dengan lebih baik hal-hal khusus yang telah saya bahas di atas. Jika hal-hal itu telah dipertimbangkan, akan keluar anggaran iklan sebesar apa yang logis dikeluarkan kan. Nah, semoga dengan itu perusahaan tidak sia-sia ya dalam menganggarkan budget untuk iklan brandnya. Jangan sampai mau untung malah buntung! Hehee! =)

1 comment:

Anonymous said...

Iklan memang bisa memberikan dampak dalam membentuk brand awareness, tapi biasanya efeknya lama baru terasa. Kecuali iklan yang sifatnya promosi. Belum lagi sekarang ini konsumen sudah mulai teredukasi dalam memilih produk. JAdi ya bener, pertimbangkan dulu lah kalau mau beriklan, apalagi menyangkut masalah biaya.Kecuali perusahaan punya anggaran tertentu untuk pengeluaran iklan.