Dec 17, 2008

DUH, HARUS RISET?
TAK ADA AKAR,
ROTANPUN JADI LAH


“Bekerja berdasarkan data dan fakta, bukan hanya asumsi semata.”. Itu adalah jawaban andalan kami kalau klien atau calon klien bertanya kenapa harus ada riset di awal proses kerja kami. Riset internal dan eksternal yang dijawantahkan dalam 4C Diamond Research (Markplus) merupakan ‘modal & aset’ bagi kami untuk menyusun dan mengeksekusi segala jenis program branding, mulai dari strategi, komunikasi, design, hingga activation.

4C Diamond Research sendiri seperti kita pahami dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai Customer, Company, Competitor, dan Change. Hal ini akan membuat perusahaan memperlakukan brand dan lingkungannya dengan sangat tepat. Seperti pacaran lah, setelah kita tahu kalau pacar kita itu karakternya macho banget, hobinya naik gunung, suka apapun yang “cowok banget”, maka kita tidak akan pernah kasih dia kado berupa kaos berwarna pink dengan tulisan “So Sweet” di depan dada atau ngajak dia nyalon bareng kan? (boleh sih kalau mau diputusin saat itu juga!). Hal itu berlaku juga berlaku di perusahaan dengan konsumen, pesaing dan perubahan/ tren yang ada di sekitar industrinya.

Tidak selalu berarti bahwa perusahan tidak tahu seberapa penting melakukan riset saat mereka terlihat sedikit ‘males’ sih. Kebanyakan dari mereka sebenarnya mengerti kok manfaat riset itu sendiri bagi perusahaan mereka. Kalau riset tidak penting, kenapa juga coba lembaga-lembaga riset masih laku dan tumbuh besar di Indonesia. Yah, tapi jika saya memposisikan diri sebagai mereka sih bukan hal yang cukup mengherankan memang kalau mereka agak ‘males’ sama riset-risetan. Biasanya alasan mereka bisa terbaca jelas.

Pertama, Lama.
Tidak peduli dimana pun lokasinya, kita bisa mendatangkan pacar di hadapan kita hanya dalam hitungan menit (dibawah ancaman talak 3 tentu saja! Hehe!), melakukan riset memang tidak bisa berlangsung secepat itu. Mulai dari penentuan responden atau objek penelitian, penyusunan materi riset, pelaksanaan riset, pengumpulan hasil riset, hingga pengolahan hasil riset untuk mengeluarkan sebuah hasil, kesimpulan, dan rekomendasi, semuanya membutuhkan waktu, kesabaran dan ketekunan. Perusahaan, biasanya menjadi berpikir ulang karena lamanya waktu tersebut. Buang-buang waktu mungkin dipikirnya.

Kedua, Mahal.
Nah kalau masalah yang satu ini sih klasik sekali ya! Namun ya mau gimana lagi, pelaksanaan riset (terutama yang komprehensif) pasti memerlukan dana yang tidak bisa dibilang murah. Biaya operasional mulai dari fee dan akomodasi periset, biaya fotocopy materi, dan sebagainya tidak mungkin terelakkan jika kita mengingkan sebuah riset yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya. Mendengar angka jutaan bahkan puluhan juta yang harus dikeluarkan biasanya juga membuat perusahaan ‘stroke’ mendadak. Buang-buang duit mungkin dipikirnya.

Sebagai orang yang paham sepenting apa melakukan riset dalam bentuk apapun, kami selalu memberikan gambaran hingga alternative lain dari pelaksanaan riset. Bagaimana pun juga ya itu tadi, kita tidak boleh bekerja hanya berdasarkan asumsi semata kan. Data dan fakta memang bisa didapatkan dengan riset, tapi bukan berarti harus selalu riset besar-besaran yang justru menimbulkan dua ketakutan seperti di atas. Jika kita mau sedikit ‘kreatif’, maka perusahaan sesungguhnya bisa melakukan riset tanpa harus mengeluarkan biaya sebanyak riset dengan jumlah responden yang besar atau saat meng-hire biro riset eksternal.

1. Berdayakan orang yang ada
Perusahaan sering mengeluh, tidak mau meng-hire orang ketiga tapi juga tidak mempunyai SDM untuk melakukan riset internal. Masa sih? Masa iya di sebuah perusahaan tidak ada personil, apapun jabatannya, yang bisa diberdayakan sebentar saja? Bohong ah! Hehee!;p Kalau perusahaan tidak mungkin melepaskan karyawannya ‘ke dunia luar’, ya gunakan para mananger yang bisa lebih dipercaya saja donk. Kalau perusahaan bergerak di bidang garment, jangan pernah ragu untuk meminta para manager terjun langsung ke toko pesaing dan membeli beberapa sample produk terbaik pesaing untuk diteliti lebih lanjut keunggulan dan kelemahannya. Jika perusahaan butuh riset konsumen, minta saja para karyawan dan manager untuk menginterview keluarga atau teman-temannya yang pernah menggunakan produk perusahaan maupun produk pesaing.

2. Maksimalkan teknologi
Jangan ngaku hi-tech deh kalau perusahaan tidak punya computer yang berfasilitas internet sih. Kalau perusahaan belum bisa memaksimalkan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi, untuk melakukan riset sendiri, sayang sekali tuh! Melalui penggunaan intenet, kita bisa ‘memantau’ pergerakan pesaing, trend yang sedang berkembang di lingkungan industri, hingga pandangan konsumen terhadap produka tau perusahaan itu sendiri. Tinggal menuliskan apa yang kita mau ketahui di account google atau situs lainnya, dengan sekali klik kita bisa mendapatkan banyak sekali informasi.

Jangan lupa juga gunakan jalur website, e-mail, chat, milis, blogs, Friendster, Multiply, dan lain sebagainya sebagai ‘sumber’ informasi. Selain itu tetap gunakan juga teknologi umum seperti telepon, fax, sms, bahkan brik-brik-an kalau ada (Hahaa..Keliatan ya dari jaman kapan saya eksis!;p). Apapun bentuknya, teknologi komunikasi dan informasi itu diciptakan untuk untuk mempermudah manusia dalam “berinteraksi”, jadi riset melalui teknologi semestinya sih sudah bukan merupakan hal yang terabaikan.

3. Incar “Amatiran”
Meng-hire biro atau consultant riset itu memang mahal sih (toh kita juga tahu betul tentang itu! Hehee!). Terus gimana donk kalau tidak sanggup meng-hire mereka tapi juga tidak mempunyai SDM yang memadai dan hasil riset dengan menggunakan teknologi dirasa belum terlalu mencukupi? Naah..cara lain bisa dengan mengincar “amatiran”. Amatiran disini maksudnya bukan praktisi ataupun professional khusus. Perusahaan bisa menjalin kerjasama dengan fakultas statistic sebuah universitas untuk bersama-sama melakukan sebuah riset. Perusahaan dan mahasiswa & dosen bisa saling berkolaborasi dengan keahlian dan kelebihannya masing-masing untuk menghasilkan hasil riset yang sempurna. Simbiosis mutualime. Mahasiswa dan dosen mendapatkan ‘kerja praktek’ yang berharga dan perusahaan tentu saja menhemat pengeluran kan.

4. PeDe mode on
Yah kalau semua jalan diatas masih dirasa ‘memberatkan’, satu-satunya cara ya mengandalkan pengamatan sendiri (owner in case). Owner atau manager yang memerlukan riset tersebut bisa menilai sendiri dari kaca matanya mengenai pesaing, konsumen, maupun trend yang sedang berlangsung. Yakin dan memang merasa mampu menghasilkan data & fakta tanpa bantuan orang lain, namun tetap dibuktikan dengan data & fakta yang ok lho. Pebe benerr! ;p Tapi jika saya sarankan sih jalan ini dilakukan jika benar-benar sudah tidak memungkinkan lagi melakukan cara-cara riset lainnya. Jalan ini memang terkesan lebih subjective, tapi daripada tidak peduli dan tidaka ada “peneropongan” sama sekali, mungkin inbi masih jauh lebih baik. Hehee!

Masih banyak pasti cara-cara kreatif lain yang bisa digunakan untuk melakukan riset dengan waktu yang tidak terlalu lama dan biaya yang tidak terlalu besar. Yah kreatif-kreatifnya perusahaan saja lah kalau sudah begitu sih, yang penting, riset tetap ada yak! =)

2 comments:

Anonymous said...

artikel nya sangat inspiratif. Jadi membantu memudahkan untuk melakukan riset

Anonymous said...

Klien saya juga pernah memberdayakan SDMnya yang ada untuk melakukan riset, jadi emmantu menyebarkan kuosioner. Tapi berhubung para SDM tersebut belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, jadi hasilnya kurang maksimal deh....
PAling tidak, diperlukan pelatihan dalam waktu singkat kali ya. Agar ketika terjun ke lapangan, para SDM tersebut benar-benar siap.