Jul 7, 2010

Creative is “Being”, Not “Given” (Tentang Kreatif I )

Apa sih yang ada dipikiran kita saat terlintas kata ‘kreatif’? Out of the box? Being different? Innovative? Imaginative? atau yang lainnya? Apa pun itu, kreatif seolah jadi kata sakti yang bisa membuat orang bilang, “WOW!!”. Lalu yang menjadi pertanyaan kemudian adalah “gimana sih caranya menjadi kreatif?”.

Asumsi yang Salah
Sayangnya, seiring dengan pertanyaan itu muncul, terlintas pula di pikiran kita asumsi-asumsi yang salah tentang menjadi kreatif. “Ah, saya orangnya ngga kreatif!” kata seorang teman. Ada lagi yang beranggapan kreatif itu untuk orang-orang tertentu saja. Malah ada yang menganggap kreatif itu bakat. Semua SALAH!

Perlu kita tanamkan ke dalam pikiran kita bahwa kreatif bukanlah sesuatu yang “ada” (given), melainkan kreatif adalah sesuatu yang “menjadi ada” (being). Kreatif itu diciptakan, layaknya Tuhan menciptakan manusia dan seisi alam ini.

Melalui otak dan hati, Tuhan memberikan kesempurnaan kepada kita sebagai manusia untuk membuat, mencipta, dan berkarya. Tidak ada orang yang diciptakan di dunia ini sebagai orang kreatif, dan tidak ada pula orang yang diciptakan dalam keadaan tidak kreatif. Semua orang diciptakan sama, kecuali secara fisik. Kreatif menjadi ada karena benturan antara pengalaman (experience) dan pengetahuan (knowledge) dalam hitungan waktu (time).

Mengikuti Aturan (Membatasi Diri)
Asumsi yang salah ini menjadi lebih buruk karena kita cenderung mengikuti aturan. Aturan dibuat memang untuk dipatuhi. Tapi dalam pekerjaan/ aktivitas kreatif, aturan menjadi batasan-batasan yang (sayangnya) justru kita ciptakan sendiri, sehingga menghambat kreativitas.

Lihatlah bagaimana sistem pendidikan negara ini yang berlaku sejak kita SD s.d SMA. Semua serba teratur! Sekolah menuntut kita untuk mengikuti sesuatu by the book, or by what teacher’s tell. Dengan kata lain, kita tidak diberikan pilihan apa-apa kecuali mengikuti sistem yang sudah ada. Bandingkan dengan sistem pendidikan diluar negeri , yang sejak elementary school (setingkat SD), setiap siswa dibebaskan untuk memilih mata pelajaran yang diinginkan. Di negara kita, hal ini baru diberlakukan di tingkat kuliah. 

Terlalu Mengandalkan Logika
Dengan begitu, pelajaran apa yang kita dapat? Kita terlambat mengetahui minat (passion) kita sebenarnya. Kita menjadi terlalu terpaku pada logika, sesuatu yang nilainya hanya dipandang dari satu sisi saja, yaitu intelegensi (knowledge). Siswa dianggap gagal bila nilai yang dicapainya tidak memenuhi sistem. Dalam aktivitas kreatif, hal ini tidaklah sesuai karena setiap siswa hanya diasah kemampuan otak kirinya saja. Sementara otak kanan kita, yang berfungsi sebagai “nyawa” untuk berpikir imajinatif dan kreatif, menjadi tumpul. Setiap siswa bagai kerbau dicocok hidungnya saja. There’s no passion would revealed in logical rules!

Takut Gagal
Satu lagi problem klasik yang selalu kita alami untuk menjadi kreatif, yaitu takut gagal. Padahal kegagalan bukanlah sesuatu yang seharusnya ditakuti, tapi dihadapi. Dengan mengecap kegagalan, berarti kita membuka jalan dan pikiran untuk memikirkan/ menemukan/ mencipta sesuatu yang baru, supaya kegagalan berikutnya tidak terjadi.

Proses ini pula yang justru sangat membantu kita menjadi kreatif. Jadi ngga perlu takut gagal! Apalagi sebelum kita mencobanya. Karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kreativitas bukanlah sesuatu yang tiba-tiba ada, tapi kreativitas ada karena proses. Kegagalan adalah salah satu jalan pintas menuju kreativitas.

“I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work,” kata Thomas Alfa Edison. Perhatikan bagaimana penemu lampu ini memandang sebuah kegagalan. Ia tidak mengungkap kekesalannya atau mengeluhkan kegagalannya. Ia justru yakin banyak jalan yang terbuka dari berbagai kegagalan yang dialaminya.

Sejenak, mari kita review kembali. Kebanyakan orang sulit menerapkan makna kreatif/ kreativitas karena 4 hal, yaitu: membuat asumsi-asumsi yang salah tentang kreatif; terbiasa mengikuti aturan (membuat batasan); ketergantungan pada logika; dan takut gagal (sebelum mencoba).

Melalui identifikasi masalah seperti ini, kita sudah memulai sebuah proses kreatif dengan cara yang paling sederhana. Pelajari dan perhatikan apa yang ada di sekitar kita! Apa yang membuat kita masih duduk terdiam termakan waktu sementara orang lain giat berlalu-lalang di hadapan kita bergerak maju?

Maka, jadilah lebih peka! Lakukan analisa sederhana, paparkan setiap masalah yang kita temui, rangkaikan setiap kemungkinan yang ada menjadi sebuah solusi, dan sadarilah bahwa kita telah melakukan sebuah proses kreatif.
(Sumber gambar: www.doobybrain.com)


2 comments:

Lyrics said...

Like wisely

Unknown said...

Awak seperti suka cari ilmu dan membuat kajian. Mungkin kita bole sharing