Nov 16, 2008

Sudahkah Anda “Memecat”
Pelanggan Anda



Mungkin ini pertanyaan bodoh yang pernah Anda dengar. Bagaimana tidak konsumen adalah raja, begitu kira – kira pameo yang lazim kita dengar dalam bisnis. Konsumen juga yang “mendarahi” bisnis Anda untuk tetap sustain. Tapi, jangan emosi terlebih dahulu. Perhatikan pertanyaan saya ini: Apakah Anda mengenali semua konsumen Anda dan menghitung kontribusi mereka terhadap bisnis Anda?

Saat Anda mendengar hal ini Anda mungkin diam dan mulai berpikir. Baik, memang itulah yang sebaiknya Anda lakukan. Beberapa saat kemudian, Anda juga mulai menjawab, “Ayolah, ini terlalu sulit. Konsumen saya banyak dan ini akan membuang-buang waktu saya”. Maka saya jawab, “Jika Anda tidak melakukannya, apa anda ingin mempertaruhkan bisnis Anda dalam jangka panjang, bagaimana?"

Dalam tulisan ini, saya akan mencoba mengintroduksi paradigma yang widely happened but little known. Namanya Customer Profitability Analysis (CPA). Anda mungkin akan sedikit “alergi” mendengar konsep tersebut, tetapi percayalah ini akan sangat berguna bagi bisnis Anda. Saya akan menguraikan hal tersebut sesederhana mungkin sehingga pembaca budiman akan mudah untuk memahaminya. Di akhir tulisan, Anda mungkin sudah terbawa dalam pola pikir saya dan mulai mengangguk – anggukan kepala Anda (he....he tentu saja ini harapan saya)

Pernahkah Anda mendengar konsep Pareto? Mungkin sebagian besar dari Anda belum mengenalinya. Oke, saya akan rubah pertanyaannya: Apakah Anda pernah mendengar konsep 80/20? Saya bisa pastikan Anda mengetahuinya. Dalam konsep Pareto, 20 persen itu akan menghasilkan 80 persen. Artinya yang sedikit akan menghasilkan yang banyak. Ini adalah suatu regularities.

Demikian juga dengan konsumen Anda: hanya sedikit konsumen Anda yang memberikan banyak keuntungan bagi Anda. Sisanya adalah konsumen “penggembira:. Mereka adalah switchers dan complainers. Yup, tepat sekali, bahwa your costumer loyalist is limited so maximize them. Saya akan membahas tipe penggembira ini karena inilah tema dalam tulisan ini.

Konsumen Anda yang 80 persen itu (mungkin lebih atau kurang) tidak memberikan kontribusi yang semestinya bagi bisnis Anda. Mereka banyak menuntut pelayanan yang lebih dan sedikit mengeluarkan uang bagi bisnis Anda. Mereka akan mengomentari negatif pegawai Anda karena pelayanannya kurang bersahabat dan mengeluh dengan harga yang dianggap terlalu mahal. Konsumen tipe ini sangat sensitif pada harga. Mereka akan menjadi konsumen Anda selama Anda mematok biaya rendah atau promosi yang menarik.

Namun pertanyaannya sampai kapan Anda akan senantiasa mengejar konsumen ini? Anda mungkin ingin mematok harga premium karena akan memberikan profit lebih banyak pada Anda. Tetapi, Anda keliru besar ketika mengharapkan hal ini pada 80 persen konsumen Anda. Mereka justru yang membuat Anda rugi. Perhatikan, ketika Anda terjebak untuk mematok harga rendah dan promosi gila – gilaan bagi mereka, percayalah Anda sedang membuat diri Anda sebagai pecundang. Anda tidak merasakan profit yang semestinya Anda peroleh dan justru pesaing Anda yang menikmatinya.

Lagi, ketika Anda mengakuisisi konsumen tipe ini sesungguhnya Anda sedang menambal ember bocor. Ini pekerjaan sia-sia. Mendatangkan konsumen baru ini justru lebih mahal 6 kali lipat dibanding mempertahankan konsumen Anda yang sudah ada (Kotler dan Armstrong, 2006). Perhatikan, apakah konsumen Anda yang 80 persen itu bersedia membeli produk baru Anda,? Atau setidaknya menyarankan koleganya agar memertimbangkan perusahaan Anda? Jawabannya tidak. Mereka hanya akan memberitahukan kepada koleganya selama Anda mematok harga rendah dan promosi yang menggiurkan.

Lalu bagaimana mengenali pelanggan tipe ini? Mudah saja (ini salah satu langkah sederhana), naikkan harga produk Anda dan lihat reaksinya. Jika mereka bertahan dan konsisten mengkonsumsi produk Anda, maka sadarlah they are your loyalist. Sebaliknya, jika mereka mengeluh dengan harga dan akhirnya pindah ke pesaing, mereka itulah switchers, price hunters, complainers, atau mungkin Anda masih punya kata-kata untuk menggambarkan betapa kecewa, kesal, atau marahnya Anda terhadap konsumen seperti ini. Rubahlah paradigma Anda yang mengejar kuantitas menjadi fokus pada kualitas. Jadi pertanyaannya saya ulangi: “Sudahkah Anda memecat pelanggan Anda?”


3 comments:

Anonymous said...

Sbentar...kayanya nggak semudah itu jg ya 'memecat' pelanggan..Dimasa krisis sperti ini kalau saya sih sebisa mungkin merangkul semua jenis pelanggan, termasuk yg menyebalkan sekalipun...Untuk para pebisnis, hal sepeti itu jadi sebuah dilema lho..bagai makan buah simalakama lah!

Anonymous said...

Artikel ini sangat menarik..
Ini benar-benar adalah bentuk ideal dari sebuah perusahaan. mau apapun
itu bisnisnya. terlebih di advertising, impian semua orang.. kalo
menurut saya. perusahaan ini balik lagi butuh proses.. 20 menyumbang
80 tentunya tidak langsung. mereka juga harus kenal agencynya. Tetapi
mungkin akan susah dicapai (tapi tidak mustahil) bila kita adalah
pemain baru di bidang advertising. tetapi kalau menurut saya ini dapat
ditempuh (tentu tidak dalam waktu singkat) yaitu selektifitas dalam
memilih klien.

terkadang ada 2 tipe klien..
billing kecil tapi mereka mengerti dan mau akan edukasi kreatif (ini
saya alami sendiri di surabaya) sebagai kreatif butik kecil mereka
mendapat klien yang sangat haus akan kreatifitas. ..menyenangkan.

Ada juga klien gede.. biling Milyaran.. tapi ya gt. dengan revenue
besar seperti itu mereka juga tentu persaingan gak mudah.. semakin
tinggi tentu angin berhembus semakin kencang.deadline mefet, klien
ngefet..

Tapi kalau melihat fenomena ekonomi saat ini..lihat biaya internal..
pinter-pinter kita aja bersiasat...
semua harus kompak.. dari AE sampe kreatif...kalo AE dan kreatif
salah2an mulu kapan mau maju...hahhahahahah a

Ngetes nya dengan menaikkan harga saja sih buat saya gak cukup kali
ya... klien juga harus ada justifikasi. .. kalo service tetap harga
naik.. ya switch lah, mungkin perlu di detail kan naik harga nya
seberapa ? ada faktor lain yang menyertainya. . mau seloyal apapun..
kecuali kita adalah pabrik ferarri...ini jadinya konsep brand loyalty

If you sure that our resources gak worth it untuk klien gt.. tendang!
daripada mati kehabisan darah... hahahhahaha

maaf OOT nih tapi Ada pertanyaan menggelitik sih di benak saya..
temen-temen kreatif ngelihat AE gimana sih? do you think you dont need
them? :)

Warmest regards (dari milis)

Anonymous said...

Menarik sekali artikel nya,

Trus bagaimana jika kita sudah menaikan harga kemudian pelanggan lari semua ke kompetitor, dan 20% yang kita tunggu-tunggu tak kunjung jua datang?. Apakah ini semacam pertaruhan untuk meyaring para loyalist ? Ataukah sebenarnya ada cara yang lebih aman semacam simulasi ?

Trus misalnya kita sudah dapat memecat 80% itu dan jg telah mendapatkan the-20%, bagaimana kita tahu dia mampu untuk mengkover kebutuhan usaha kita ? Mungkinkah jika nanti kita naikin lagi harganya para loyalist itu bakal berkurang lagi, jadi 10% misalnya ?

Salam, mohon pencerahannya ...(milis)