Nov 8, 2009

Marketing adalah Kepuasan Pelanggan

Pernah ada satu masa dimana saya, sebagai brand associate, merasa “stuck” dalam bekerjasama dengan perusahaan klien untuk memajukan bisnisnya. Jika sudah begitu, saya biasanya ‘berkonsultasi’ dengan salah seorang atasan saya di kantor (hehee…konsultan juga butuh konsultasi kadang-kadang!;p). Setelah mendengarkan cerita saya, dia berkata, “Untuk memahami dengan benar bagimana mengembangkan bisnis dan brand perusahan klien kamu, kamu harus benar-benar tahu dan paham dengan “ngolotok” (melekat dan mengerti sekali, Red.) dasar dari bisnis kita. Branding dan Marketing!”. Iya juga ya! Kadang saya melupakan hal-hal “kecil” yang ternyata “besar” seperti itu. Walaupun saya sudah ada di industry ini selama hampir dua tahun, tapi memang tidak ada salahnya (bahkan harus mungkin ya) saya membaca lagi apa itu marketing dan apa itu branding.

Ok, untuk langkah pertama, saya memutuskan untuk mencari-cari di rak perpustakaan kantor, dan saya pun menemukan dan mengambil buku berjudul “Marketing”. Baru membuka halaman satu, saya sudah disuguhkan kalimat “Pemasaran (marketing) adalah sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang saham)”. Hmmm…saya sangat tertarik sekali dengan pernyataan tersebut, karena diakui atau tidak, tidak hanya marketing tapi juga bisnis secara keseluruhan, tujuan akhirnya memang mengenai usaha memberikan kepuasan.

Well mungkin yang paling sering menjadi focus dan inti dari bisnis perusahaan adalah kepuasan pelanggan ya! Eits, para karyawan dan pemegang saham jangan “iri” dulu akh! Hehee…pemikirannya begini, saat pelanggan merasa puas, mereka akan berpotensi menjadi loyal terhadap produk atau jasa perusahaan kita kan? Itu artinya mereka akan melakukan pembelian ulang dan bahkan merekomendasikan kepada orang lain yang berpotensi terpuaskan juga dan melakukan hal yang sama. Artinya juga, brand equity akan terbentuk dengan kuat dan penjualan akan terus meningkat. Apa yang terjadi jika penjualan (dalam situasi normal dan seharusnya) meningkat? Ya pendapatan atau profit perusahaan akan meningkat pula. Ini artinya, ujungnya, “kesejahteraan” dan upaya memuaskan karyawam dan pemegang saham terjamin dengan aman!

Saya yakin semua marketer ataupun pebisnis secara umum sangat paham bagaimana memberikan kepuasan pelanggan tersebut. Pertanyaannya apakah semuanya tahu bagiamana cara mengukur kepuasan pelanggan tersebut? Jangan salah, peningkatan penjualan tidak bisa hanya dijadikan ukuran atau metode untuk mengukur apakah pelanggan kita puas atau tidak terhadap produk atau jasa perusahaan kita lho! Masih di buku yang sama (halaman yang berbeda tentunya), saya menemukan juga beberapa metode pengukuran kepuasan pelanggan yang terbagi menjadi 4 metode seperti ini :

1. Sistem Keluhan dan Saran
Terdengar sangat klasik memang, tapi metode ini memang sangat popular dan masih banyak diterapkan di berbagai perusahaan di seluruh dunia. Disini pelanggan diberikan ‘kebebasan’ bahkan saluran yang memudahkan mereka untuk menyampaikan keluhan yang mereka alami atau saran yang hendak mereka berikan pada perusahaan. Walaupun begitu ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menerapkan metode ini. Beberapa Restaurant seperti Bumbu Desa, menyediakan formulir kritik dan saran di meja kasir atau greeter atau lobby untuk pelanggan isi sendiri. Perusahaan sebesar Unilever pun selalu mencantumkan informasi penerimaan pertanyaan, keluhan dan saran di packaging produk-produknya, dimana selain lewat pos (PO BOX), pelanggan juga bisa menghubungi hotline center yang akan langsung melayani dan menjawab keluhan ataupun pertanyaan konsumen. Jangan pernah “takut” akan keluhan (bahkan kritik sekalipun) dan saran yang disampaikan pelanggan, karena jika perusahaan kamu adalah perusahaan yang memang berorientasi pelanggan, maka keluhan-keluhan dan saran yang masuk justru menjadi ide dan masukan yang sangat berharga untuk memperbaiki diri dan memajukan perusahaan itu sendiri. Lagipula, pelanggan yang ditindaklanjuti keluhan atau sarannya dengan baik, cenderung akan merasa sangat ‘tersanjung’ dan menghargai perusahaan lebih baik lagi.

2. Ghost Shopping
Jangan ngeri dulu membaca judulnya ya, apalagi mengartikan secara harfiah menjadi “Hantu Berbelanja”! (Hehe, serem amat!;p). Ghost shopping disini artinya metode yang digunakan oleh perusahaan dimana para pimpinan terutama para manajer terjun langsung ke lapangan (bisa toko, atau tempat lain sesuai dengan bisnis perusahaan dimana karyawan berhubungan dengan konsumen). Jadi manajer tersebut istilahnya berpura-pura atau menyamar sebagai konsumen dan berkunjung ke toko seolah-olah hendak membeli atau hanya melihat-lihat. Disini sang ghost shopper (manajer itu) merasakan sendiri bagaimana dilayani oleh karyawannya. Akan terlihat perilaku dan pelayanan yang sesungguhnya dari para karyawan dalam berinteraksi dan memperlakukan pelanggannya. Kunci utama dari metode ini adalah pastikan karyawan tidak mengetahui identitas ghost shopper tersebut! Biarkan mereka menganggap bahwa dia adalah pelanggan biasa, karena dengan begitu mereka akan bertindak sejujur-jujurnya dan tidak akan berpura-pura bersikap baik terhadap pelanggan. Dari situ manajemen dapat menilai sendiri apakah sebagai “pelanggan” dia terpuaskan atau tidak dengan layanan dan produk perusahaannya sendiri.

3. Lost Customer Analysis
Metode yang satu ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang memang memiliki data base para pelanggannya. Data base tersebut bisa didapat dengan berbagai cara, bisa dari guest book, member card, kartu garansi, dll. Yang pasti, data-data yang dimiliki oleh perusahaan tersebut lah yang akan dijadikan alat dan sumber untuk mengetahui sejauhmana aktivitas pembelian pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan. Jadi begini, sekarang ini kan banyak perusahaan yang mempunya system teknologi yang memungkinkan perusahaan untuk mempunyai draft atau data si pelanggan A melakukan transaksi kapan saja. Dari situ kita bisa lihat pelanggan mana saja kah yang telah terlalu lama tidak melakukan transaksi di perusahaan kita. Langkah selanjutnya yaitu menghubungi pelanggan tersebut (lebih efektif dan efisien dengan cara menelepon) dan menanyakan alasan mengapa mereka berhenti atau telah lama tidak bertransaksi di perusahaan kita. Dari jawaban-jawabannya itu kita bisa menjadikannya sebagai evaluasi untuk menindaklanjuti dan memperbaiki diri denagn harapan pelanggan yang telah “hilang” tersebut akan “kembali” dan mencegah terjadinya “Kehilangan” pelanggan yang masih ada di kemudian hari.

4. Survei Kepuasan Pelanggan
Nah kalau yang ini memang metode yang agak take cost, tapi metode ini juga yang memang paling valid dan paling legal. Kenapa? Karena survey memiliki target area dan responden yang spesifik dan sesuai dengan target market perusahaan untuk produk atau jasanya. Apalagi biasanya suvei dianggap valid dan mewakili jika memiliki minimal 100 responden. Dengan survey, perusahaan memang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit (karena kuantiti responden dan cakupan area yang luas), tapi perusahaan juga akan bisa mendapat banyak sekali informasi yang ingin diketahui mengenai konsumennya. Dan karena survey ini berhadapan langsung dengan pelanggannya, maka data yang didapatpun hampir bisa dipastikan akurat (well, yeah…diluar kenyataan bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini ya! Hehee!;p). Percayalah bukan suatu kesia-sia-an melakukan survey kepuasan pelanggan yang memakan biaya tidak sedikit ini, karena walaupun kita bisa berdalih bahwa tiga metode lain di atas bisa mewakili, tapi data yang didapat melalui survey jauh lebih dipercaya oleh pihak luar. Apalagi jika survey dilakukan dan dikeluarkan hasilnya oleh biro riset terkenal seperti AC Nielsen. Whiiii…selain untuk kegunaan memperbaiki kinerja perusahaan, jika hasilnya bagus malah bisa mendongkrak nilai saham perusahaan di pasar segala lho!

Usaha memuaskan pelanggan memang harus terus dipantau dan diukur dengan kontinyu, karena sekarang ekspektasi pelanggan pun terus berkembang hari demi hari. Hanya perusahaan yang mampu memuaskan pelanggannya yang mampu bertahan di pertempuran bisnis sekarang ini. Bisnis, marketing dan sebagainya, tidak boleh melalaikan hal ini sedikitpun. Dan saya, memulai kembali pemahaman mengenai marketing dari poin ini!

No comments: