Nov 28, 2011

LuVe Litee. Campina's Attack or ........



Es krim rendah lemak! Pertama kali tahu brand ini dari seorang teman, senang sekaligus daya analisis marketingnya langsung jalan. Gimana nga, berbagai brand yang berhubungan dengan kesehatan kian bertumbuh pesat, tepatnya adalah yang berhubungan dengan gaya hidup sehat. Karena di perkotaan pada segmentasi pasar tertentu produk ini menjadi produk yang dicari bahkan dalam taraf dibutuhkan.

Menjamurnya tempat gym di kota-kota besar di Indonesia adalah indikasi paling nyata dari terbentuknya pasar tersebut. Dan brand es krim rendah lemak yang diperkenalkan oleh Campina ini secara langsung menyasar target market tersebut.

Bisa dibilang kancah persaingan industri es krim beberapa tahun belakangan ini didominasi oleh Unilever melalui produknya brand Wall’s. Lantaran dulu dari kecil kalau kita ingat-ingat kita selalu konsumsinya Campina, tapi karena kegencaran aktivitas pembangunan brand Wall’s yang cukup menggila, maka Top of Mind-pun bergeser.

Tapi nampaknya Campina punya strategi lain di balik menghadapi raksasa yang menjadi pesaing utamanya tersebut. Langkah Campina dalam menggarap ceruk pasar “rendah lemak” merupakan satu terobosan baru di Indonesia. Walaupun sebenarnya di luar negeri es krim rendah lemak bukan lagi menjadi sesuatu yang baru, dan Wall’s pun pernah beberapa kali melakukan launching brand rendah lemaknya di luar Indonesia.

Jadi apa saja peluang dan tantangan yang dihadapi oleh brand LuVe Litee produk es krim rendah lemak dari Campina ini? Silakan simak review nya berikut ini.

Edukasi menjadi langkah utama
Edukasi menjadi “PR” utama brand yang membawa positioning baru di industrinya. Kesuksesan brand ini sangat bergantung pada kemampuan brand mengedukasi pasar, meyakinkan dan bahkan mengarahkan habit untuk mengkonsumsi brand tersebut

Pemilihan media yang segmented
brand yang menggarap pasar niche tentu tidak memiliki budget atau bahkan proporsi penjualan yang signifikan besar. Konsekuensinya adalah pemilihan media yang tepat menjadi penentu efektifitas strategi yang dijalankan. Nampaknya hal ini telah dilakukan dengan baik oleh LuVe Litee, salah satunya melalui pemasangan iklan di media TV tempat-tempat gym. Namun kontinuitas juga merupakan hal penting terutama berupa pengenalan produk baru.

Community based
Ancaman terbesar dari brand ini tentu adalah saat mendapatkan respon yang positif dari pasar, maka pesaing akan dengan mudahnya menciptakan produk yang serupa dan apabila kalah dari sisi pendanaan pembangunan brand, maka siap-siap good-bye terhadap pasar yang sudah capek-capek dibangun dari awal. Maka walaupun produk ini tergolong produk baru, tetap harus memikirkan tentang “pondasi” konsumen mereka, yaitu community-based yang dibangun untuk menciptakan loyal customers sejak dini. Para loyal customers tentu tidak hanya akan menjadi pondasi stabilitas penjualan, tapi juga tools untuk memperbesar niche market yang ada sekarang.

Create the habit!
Kunci dari penjualan yang sustain adalah saat konsumen telah menjadikan brand kebutuhan rutin mereka. Dan hal ini hanya akan didapatkan saat konsumen menyadari kebutuhan mereka terhadap produk. Tentu kita mengamati berbagai produk yang sukses melakukan hal ini, seperti produk pasta gigi yang menjadikan kebiasaan orang untuk menyikat gigi dengan pasta gigi atau air mineral dalam kemasan. Saat ini orang memiliki persepsi yang tidak dalam kemasan tidak sehigienis produk air mineral dalam kemasan. Seperti campaign Aqua yang terus menggiring pola pikir masyarakat untuk menjadikan minum Aqua adalah kebiasaan yang sehat.

LuVe Litee sebagai brand yang mengusung identitas “sehat” dapat memanfaatkan strategi ini untuk meningkatkan ketergantungan konsumen terhadap produk, untuk menjadikan habit dan menyesuaikannya dengan cara hidup masyarakat saat ini. Seperti contohnya adalah campaign es krim rendah lemak di UK, yang mengedepankan habit makan es krim di musim panas, namun tidak perlu takut gemuk, karena es krim-es krim tersebut rendah lemak.

Tidak mudah memang, masuk ke pasar niche dengan kategori produk yang sama sekali baru, namun saat konsumen menemukan bahwa produk tersebut adalah jawaban dari kebutuhan mereka, maka akan dengan cepatnya konsumen merespon kehadiran produk tersebut. Pasalnya tidak hanya menggarap niche market mereka yang peduli berat badan juga menggarap mereka yang tidak makan daging alias vegetarian, di mana selama ini mereka tidak bisa makan es krim karena adanya lemak hewani di dalamnya.

Hal lain yang akan menjadi menarik ke depannya adalah jika Wall's juga kemudian bergerak untuk masuk ke dalam pasar ini, kita lihat nanti sekuat apa Campina bisa mengantisipasi "over budget" nya wall's dalam melakukan komunikasi brand ke masyarakat.

Sejauh ini saya sebagai salah satu yang peduli tentang kesehatan, dengan senang hati menyambut dan membeli produk tersebut, bisa jadi sugesti bisa jadi memang benar bahwa tetap bisa diet tanpa harus menghilangkan hobi makan es krim, Bagaimana dengan kalian?

Creative Marketing Partner


sumber gambar

mycampinaicecream-wordpress
turisinternet-com.

1 comment:

Elvira said...

Low fat, tapi... *cek kandungan gula nya* :)