Iklan tersebut sebetulnya hanya mencoba mendriving tren-tren an soal lelucon Bekasi yang konon macetnya luar biasa, namun siapa yang menyangka iklan yang di"pikir" mungkin bakal menjadi lucu dan pay attention ini malah menjadi blunder buat perusahaan.
Pertama kali saya melihat iklan ini di posting facebook, saya sempat memberikan komen bahwa secara corporate untuk perusahaan sebesar itu menggunakan lelucon yang menyangkut nama daerah bukanlah strategi marketing yang tepat karena bisa memberikan impact yang negative ke perusahaan. Rasanya banyak ide/ konten kreatif lainnya yang bisa dijadikan bahan untuk menyampaikan pesan iklan dengan menghindara konten/ ide yang punya resiko seperti Bekasi.
Banyak juga yang mengangap keberatan banyak orang yang mengatasnamakan warga bekasi perupakan tindakan lebay sih, buat saya bukan di sana pointnya, ketika kita membuat sebuah campaign yang akhirnya malah mendapatkan liputan negatif yang mendorong sentimen serta menjadi konsumsi publik itu hal tersebut bisa dikatakan sebagai blunder marketing apalagi hal ini menyangkut sebuah daerah.
Nah muter dikit, kemarin saya berkesempatan berdiskusi dengan salah satu komisaris perusahaan besar, beliau bercerita cukup banyak soal Good Corporate Governance, basically saya belom terlalu paham soal ini cuma dari case Bekasi tersebut saya mungkin bisa share beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan topik bahasan dan komisaris tersebut, yah tentu dia ga ngebahas case bekasi ini hehe, ini saya coba sambungkan sendiri
Seperangkat Norma Tidak Tertulis
Ada aturan menggunakan lucu-lucu an bekasi adalah melanggar hukum? wah kalo iya banyak sekali warga sosmed yang bisa di pidana hehe, it's only joke dude. Boleh kita ngomong gitu, as capacity kita sebagai personal mau post di blog, path, instagram yang anywhere else ga akan ada yang peduli soal tersebut, yah sekali it's only joke, nothing else.
Tapi dalam konsteks bisnis dan marketing, yang melibatkan brand dan masyarakat, walaupun tidak ada dasar hukumnya menggunakan joke sebuah kota ada norma yang tidak tertulis bahwa hal tersebut bukanlah hal yang pantas dilakukan oleh sebuah brand sehingga penting sekali untuk memahami bahwa sebuah konten iklan dibuat harus punya rule of conduct terhadap norma-norma yang tidak tertulis. Jika tidak yah hasilnya liputan negatif di mana-mana dan protes yang muncul seperti kasus yang kita lihat beberapa hari ini.
Tanggung Jawab Social dalam Bisnis
Bisnis memiliki tanggung jawab social yang besar terhadap masyarakat, alih-alih mendorong sebuah isue yang tidak punya dampak apa-apa terhadap kota tersebut (sebagai contoh konten iklan ini cuma mau kasih info bahwa Bekasi itu macet luar biasa sampai ke Aussie ajah lebih cepat) akan lebih pantas untuk perusahaan mengangkat sebuah advantage atau nilai dari sebuah daerah dalam pesan iklannya sehingga ada dua manfaat yang bisa diciptakan, pertama dari sisi brand dan kedua dari sisi advantage daerah tersebut.
Iklan Bekasi yang menjadi cukup heboh beberapa hari ini di sosmed bisa menjadi contoh bahwa pemahaman terhadap GCG dari yang saya pahami belom diaplikasikan secara tepat oleh pembuat iklannya, adalah sangat baik jika pemahaman terhadap GCG ini harus dipahami dengan baik setiap komponen perusahaan apalagi pembuat campaign karena apa yang menjadi karya mereka akan bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Lantas pertanyaan, apa yang harus dilakukan oleh perusahaan jika terkenah "musibah" seperti ini?
Jika diperhatikan di media, pergerakan perusahaan yang untuk mengantisipasi hal ini sudah cukup terlihat dari media yang memberitakan permintaan maaf management dan inisiatif untuk bertemu dengan perwakilah daerah Bekasi, nice move dan memang itulah yang harus dilakukan, dalam konteks seperti ini mengakui salah jauh lebih baik untuk perusahaan dalam melokalisir isue yang berkembang.
Tapi perlu juga diperhatikan bentuk respon yang terjadi di sosmed seperti apa, jika memang issue bahannya tidak banyak mengundang komentar dan juga justru cenderung banyak tidak peduli mungkin sebaiknya bisa di banjiri juga dengan konten-konten baru yang barkaitan dengan perbaikan dan penangan isue yang ada sehingga atau check and balance terhadap berita negative yang berkembang.
Bagaimana dengan media offline, menurut saya sih let it stay offline, bangun komunikasi dengan media-media yang ada khususnya yang melakukan viral di sosmed kemudian bangun pemberitaan yang lebih positive di mana isue-isue yang ada sudah bisa diselesaikan secara baik-baik.
Ini nulisnya berat amat yah kayanya hehe, ga apa-apa deh sekali-sakali mumpung lagi kepikir buat nulis :-) selamat menikmati.
Baca juga Popular Post:
Brown & Cony: Is it love?
Pempek WAR
Ayam dan telor akhirnya terjawab mana duluan
Galau Market, Aku Tanpamu Butiran Debu
7 Bisnis Sampingan Dashyat Lewat Twitter
No comments:
Post a Comment