Apr 5, 2011

Know Your Market and Build Your Brand

Beberapa waktu yang lalu tim kami bertemu dengan salah satu pengusaha yang cukup sukses bergerak di bisnis produksi pakaian (garment). Kesuksesan dalam menjalankan bisnis ini bahkan membuat kapasitas produksi yang dimiliki sudah memenuhi 100%  dari kapasitas yang ada, dan bahkan mereka kebanjiran order! Dengan klien eksisting yang merupakan brand-brand terkenal membuat pemilik bisnis merasa percaya diri untuk membuat brand sendiri, yang langsung menyasar pasar retail.

Membaca dari portfolio bisnis yang ada, terlihat bahwa semua usaha yang dilakukan akan berjalan lancar-lancar saja, coba bayangkan apa susahnya sih tinggal buka gerai di banyak toko dengan koneksi yang cukup banyak , toh secara produksi tentunya sudah sangat dikuasai dan dari segi wawasan desainpun nampak tidak sulit dalam mengikuti trend dari brand-brand besar yang mereka tangani. Namun, semua ekspektasi kemudahaan di awal tersebut nyatanya tidak seindah yang dibayangkan. Kenyataannya grafik penjualan selama 3 tahun berdiri jauh di bawah khayalan awal ketika pertama kali memutuskan terjun ke bisnis retail ini.

“Jadi dimana salahnya?” kira –kira pertanyaan itu yang diajukan kepada kami. Setelah menjalankan pengamatan internal dan eksternal terhadap bisnis yang sudah berjalan serta bagaimana mereka mengelola brand, muncul satu kesimpulan : Masalahnya adalah asumsi bisnis dari si pemilik itu sendiri. Lho apa yang salah?

Mari kita telanjangi satu persatu permasalahannya.

Ketika kita memulai sebuah bisnis yang harus kita tetapkan tentunya adalah siapa konsumen kita, sebenarnya apa needs, wants dan expectation serta bagaimana karakteristik dari konsumen kita. Bisnis produksi pakaian adalah bisnis yang bisa dibilang memiliki konsumen dengan karakteristik sejenis, maksudnya adalah keputusan dibeli atau tidaknya produk kita pada umumnya karena alasan yang sama dan pasti, yaitu kualitas jahitan, harga, dan kecepatan serta ketepatan waktu produksi, sedangkan untuk design dan pola kaos dan baju yang dipesan biasanya sudah diberikan oleh kliennya, sehingga fokus dari pelaksanaan bisnisnya adalah produksi, ya plus lobbying lah sekali-kali ( buat klien jadi akrab dengan kita alih alih lebih gampanglah kalau ada masalah).

Tetapi, jika kita bicara bisnis kaos retail tidak cukup hanya concern pada kualitas produksi dan kecepatan saja, karena kita pun harus mengumpulkan satu demi satu konsumen untuk membeli produk yang sudah terdistribusikan. Walaupun kita klaim kalau produksi kita cepat misalkan bisa menghasilkan 2,000 kaos tiap hari dengan kualitas no 1, itu jadi percuma kalau tidak ada konsumen yang minat buat beli. Jadi pada kasus ini kuncinya adalah fokus pada konsumen. Secara spesifik kita harus dapat memetakan siapa sebenarnya target konsumen yang memang kita harapkan menjadi potensial konsumen, ini baru awalnya lho.Pada tahap berikutnya kita harus bisa mendeskripsikan sebenarnya apa sih keinginan dan juga perilaku yang biasa mereka kerjakan. Jika kita sudah mendapatkan data dan gambaran yang cukup jelas baru kita mulai berbisnis.

Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan saat sudah memutuskan untuk berbisnis dengan pendekatan customer oriented, antara lain :

Pertama
Seperti halnya kita sebagai individu jika kita tiba-tiba di jalan bertemu dengan 2 orang yang tidak dikenal , yang pertama penampilannya acak-acakan, slebor, mata teleng, ngomong ngeracau dkk sedangkan yang satu lagi penampilan rapi, cara ngomong bersahabat, dan menyenangkan. Mana yang secara kasat mata kita pilih untuk kenalan?Nah pasti mikirnya yang orang kedua kan!!!sama dong kalau gitu :D Hal ini menunjukkan begitu pentingnya yang dinamakan penampilan karena itu menentukan penilaian orang terhadap brand kita. So…di tahap pertama ini perlu kita buat brand identity dengan karakteristik visual yang unik untuk mencerminkan positioning yang ingin dibangun (jangan Cuma bagus tapi ganti-ganti melulu, pusing atuh konsumennya)

Kedua
Setelah penampilan kita ciamik, PD dong kalau jalan-jalan cari temen. Mulailah kita melakukan aktivitas yang mendukung pembangunan brand kita, tentunya jalan-jalannya di lokasi yang sesuai dong. Ga asik kalau om-om jalan-jalan di tempat ABG gaul (kecuali emang punya maksud), atau ABG mejeng ditempat om-om nongkrong. Dengan kata lain ketika kita sudah menetapkan target market kita serta brand identity, mulailah menjalankan aktivitas brand building di berbagai tempat potensial yang merupakan lokasi target market kita berada. Jangan asal mejeng, mejeng juga harus di planning mas biar efektif :p

Kita bisa lakukan aktivitas membangun brand ini dengan memanfaatkan ambassador artis atau public figure  yang lagi booming di kalangan target market kita, atau melakukan kegiatan sponsorship di berbagai  kegiatan yang mendukung eksistensi dari target market kita, dan jangan lupa harus eksis juga di dunia online (facebook, twitter, dkk)

ketiga
setelah kita cukup dikenal oleh target market kita, boleh tu kita mulai jualan lebih agresif. Dimulai dengan memilih jalur distribusi yang tepat, dimana target market kita banyak nongol. Apakah mau jualan di FO, mall, distro, emper jalan, lapak gasibu atau website ya itu tergantung hasil analisis yang sudah kita lakukan. Jangan terlalu fokus hanya pada banyaknya tempat distribusi tetapi kita harus mengutamakan kualitas dari titik distribusi yang kita pilih.

Lebih dahsyat lagi kalau kita bisa membangun agen-agen yang secara sengaja kita pilih untuk membantu kita mempromosikan bahkan ikut menjual produk kita secara word of mouth di banyak titik pada area geografis yang sudah kita tetapkan sebelumnya.

Jadi kira-kira inilah sedikit perbedaan dari cara menjalankan bisnis yang product oriented dengan customer oriented. Pokoknya berhati-hati dalam menetapkan asumsi bisnis, tidak semua bisnis bisa dijalankan dengan pendekatan yang sama, tentunya tergantung dari karakteristik konsumen dan bisnisnya sendiri.

Sumber gambar: http://conecti.ca/2010/09/20/androot-rootea-tu-telefono-android-sin-una-pc/

No comments: