Oct 7, 2008

Murah tapi Berkualitas, Mungkinkah?


Saat mendatangi acara buka puasa bersama teman-teman kuliah akhir pekan kemarin, salah seorang teman saya langsung berteriak, “Bu, kita ke Gede Bage yuuuk??!!”. Saya hanya bisa tersenyum mendapatkan pertanyaan itu, karena kami memang cukup rajin berkunjung ke salah satu pusat perdagangan pakaian bekas di Bandung tersebut. Cimol memang menjadi tempat favorit bagi kami untuk berbelanja pakaian murah, - jika tidak bisa dibilang amat sangat murah sekali J. Namun jika saya teringat awalnya teman saya tersebut bisa “teracuni” produk second, saya tidak mungkin tidak kembali pada saat dia terheran-heran dengan ‘kegemaran’ saya belanja ke cimol. Dia bilang pakaian yang ada disana kan bekas pakai orang lain yang kita tidak tahu siapa, berpenyakit apa, atau didapat dari mana. Walaupun sudah saya bilang bahwa jika kita teliti dan mau bersabar dalam memilih, kita bisa mendapatkan produk yang bagus dengan kualitas yang bagus pula, dia tetap bersikukuh dengan pendapatnya tersebut.

Tidak mengherankan memang jika dia terlihat “anti” terhadap produk second, apalagi yang tidak jelas mereknya apa. Jika kita melihatnya berpakaian, dia lebih mirip etalase berjalan. Setiap item barang yang melekat di badannya merupakan barang-barang branded yang sudah kita kenal mereknya. Kualitas selalu menjadi alasan yang dia lemparkan jika kami memanggilnya “Miss Branded”. Baginya, kualitas suatu barang menjadi hal terpenting yang menjadi pertimbangannya dalam pembuatan keputusan membeli suatu barang.

Namun setelah dia sering memuji pakaian atau tas yang saya gunakan ke kampus (yang saya beli di Cimol tentu saja), dia sepertinya penasaran dan tergoda untuk berkunjung. Sekarang, saya dan kawan-kawan sudah berhasil “meracuninya” sehingga ia jadi pecandu cimol juga seperti kamiJ. Bukan hanya karena murahnya saja yang membuat kami tertarik, namun seperti saya bilang sebelumnya, jika kita bisa pintar memilih, kita bisa mendapatkan produk bermerek yang memiliki kualitas yang sama seperti yang dijual dipertokoan atau mall (yah walaupun mungkin tidak akan bisa sama dengan barang branded yang biasa dia beli).

Saya pribadi bukan tipe orang yang pilah-pilih dalam membeli barang. Jika barang branded di pertokoan atau mall memang menarik hati dan modelnya bagus, saya pasti membelinya. Namun jika barang second di Cimol juga menarik hati dan sangat layak pakai, saya juga sama sekali tidak keberatan untuk membelinya. Kualitas memang menjadi pertimbangan saya, namun menilai suatu kualitas tidak bisa hanya berbicara dari satu aspek saja, baru atau bekas misalnya.

Produk atau barang yang berkualitas sesungguhnya bisa dinilai dari beberapa aspek. Aspek yang pertama yaitu memenuhi standar kualitas. Standar kualitas ini memang mempunyai aturan baku yang memang berlaku secara umum, misalnya untuk hotel, ada standar untuk hotel bintang lima, bintang tiga, dan sebagainya. Standar Nasional Indonesia juga menjadi standar produk untuk pembuatan barang di Indonesia.

Kedua, bahan baku berkualitas. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan suatu produk akan menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan. Jika bahan baku yang digunakan bagus tentu hasilnya pun akan bagus, begitu juga sebaliknya. Selain itu, desain juga menjadi penentu kualitas suatu produk. Desain disini jangan hanya dipersenmpit sebagai desain grafish. Namun jika kita perhatikan, lay out atau dekorasi sebuah hotel misalnya, bisa memberikan nilai kulaitas yang lebih jika didesain dengan baik dan menarik. Bentuk atau penyajian suatu makanan atau minuman juga dapat dijadikan contoh nyata.

Teknologi yang digunakan untuk memproses pembuatan suatu produk akan mempengaruhi out put produknya. Penggunaan teknologi tinggi yang canggih tentu saja akan menghasilkan barang yang berkualitas tinggi juga. Namun bukan hanya sekedar terknologi, standar proses yang baik juga harus dipenuhi untuk menjadikan suatu produk berkualitas. ISO 9001 biasanya digunakan para pengusaha untuk meyakinkan konsumennya mengenai kualitas. Jangan pernah melupakan lingkungan.

Saat ini masyarakat kita cukup kritis mengenai lingkungan. Jadi aspek ramah lingkungan juga menjadi perhitungan. Tidak mencemari lingkungan dengan limbah yang keluar dari proses pembuatan suatu produk menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kualitas. Selain itu bila kita sambungkan dengan desain, packaging juga biasanya menjadi nilai tambah penentu sebuah kualitas. Bisa kita bayangkan, air teh yang hanya dijual dengan plastic putih akan jauh berbeda harganya dengan air teh yang dijual menggunakan cup atau botol. Sebagai tambahan, para front liner, SPG/ SPB, kasir, waitress, atau apapun itu istilahnya, tidak bisa dipungkiri akan memberikan nilai lebih pada kualitas suatu produk.

Semua hal dia tas memang akan menjadi penentu penilaian sebuah kualitas produk. Para penguasaha tentunya tidak boleh mengabaikan hal-hal tersebut jika ingin produknya menarik hati konsumen. Seperti cerita saya di awal, barang mahal belum tentu bisa menentukan kualitas yang prima, jika pun iya, belum tentu target market mau membelinya. Kejelian pengusaha dalam meninggikan kualitas dari sisi apapun sangat diperlukan agar dapat bertahan di dunia bisnis sekarang ini.

No comments: