Feb 25, 2014

Bisnis Kuliner, Riset dan Ilmu Marketing

Fenomena menjamurkan bisnis skala kecil di bandung saat ini menyajikan sesuatu yang sangat menarik bagi diri saya khususnya bila dilihat dari sisi marketing. Mungkin hampir setiap minggu ada ajah bisnis baru yang muncul untuk akhirnya tenggelam bahkan hanya dalam hitungan 3 bulan setelah bisnisnya berjalan, yah entah ditutup karena ownernya menyadari ada yang salah dengan bisnisnya ataupun memang secara operasional sudah tidak kuat lagi menanggungnya.

Sangat sering sejak beberapa tahun ke belakang saya mendatangin tempat makan baru entah itu dengan konsep cafe maupun restauran baik secara pribadi sukarela maupun dalam kapasitas di undang sebagai bagian dari komunitas cerita perut yang kami miliki di bandung (www.ceritaperut.com) yang pada akhirnya tempat makan tersebut hilang di telan persaingan atau bahkan ditelan oleh masalah tempatnya sendiri. Satu pertanyaan kok bisa?

Nah tulisan kali ini saya ingin sedikit sharing mengapa kebanyakan bisnis kuliner yang pada awalnya sangat menjanjikan bagi ownernya dengan mimpi-mimpi akan berkembang besar dan sebagainya akhirnya malah menjadi mimpi buruk, menyebabkan kerugian yang tidak sedikit (bahkan salah satu sahabat saya sampai miliaran).

1. Alergi/ Anti atau Ga Ngerti Riset
Saya perhatikan sebagian besar penyebab banyaknya tempat makan yang gagal adalah karena gagal memahami pasar dengan betul, lebih edannya lagi kebanyak tempat mungkin hanya melakukan riset-risetan atau bahkan tidak melakukan riset sama sekali dan berdasarkan "feeling" dengan beraninya tempat-tempat ini berinvestasi dengan "ide"nya.

Sebagai contoh, kalo keluarga (kakek, nenek, bapak, ibu, teman dan sahabat) udah bilang makanannya enak, eh langsung ajah yakin bahwa makannnya enak padahal bisa jadi mereka bertanya pada orang yang "salah", yah iyalah keluarga, mana mungkin memberikan insight yang tepat apalagi secara konsep tempat dan produk bukan merekalah target market kita.

Lebih parah kebanyakan memutuskan berinvestasi karena feeling "sepertinya besar marketnya" SEPERTINYA. Feeling adalah salah satu contoh pengambilan keputusan bisnis yang sangat besar resikonya apalagi Anda bukan pebisnis yang sudah makan asam garam di dunia bisnis dan bisnis kuliner khususnya.

Jadi? Lakukan RISET, jika perlu bayar konsultan riset sehingga memberikan gambaran jelas mengenai bisnis yang akan Anda jalankan, lebih baik nambah 50-100 juta untuk mendapatkan gambaran yang clear mengenai bisnis Anda daripada mempertaruhkan uang ratusan atau miliaran tanpa arah yang jelas. Apa jadinya jika hasil riset ternyata mengatakan "STOP jangan BUKA BISNIS INI, RUGI", yah paling hebat Anda cuma rugi 50 juta buat bayar konsultan risetnya that's it.


Selain itu riset-riset tambahan seperti mengundang food blogger, blind test ke konsumen dengan produk pesaing, sampling dll juga bisa dilakukan secara mandiri. Beberapa manfaat riset yang bisa kita peroleh antara lain:

  • Meyakinkan keputusan kita betul atau salah
  •  Memprediksi pendapatan
  • Penyesuaian dan revisi
  • Melakukan improvement
  • Mengurangi resiko bisnis

2. Tidak Mengerti Marketing
Nah ini juga banyak terjadi dari yang saya perhatikan, bahkan kadang produk dan konsepnya sudah sangat bagus, istilahnya jika ditangan yang tepat bisnis ini pasti bisa sukses namun karena ownernya lack of marketing knowledge jadilah bisnisnya jalan tersendat atau bahkan tidak berkembang sama sekali dan tutup.

Pernah beberapa kali kejadian saya menemukan masalah bisnis yang tidak berkembang hanya karena si pemilik bisnis tidak mengerti media apa yang tepat untuk promosi bisnisnya dan konten promosi apa yang bisa membuat konsumen semakin banyak berdatangan "yah kita sebar-sebar flyer ajah sama buat event" Nah loh, padahal jika saja yang bersangkutan mengerti sedikit banyak mengenai twiter misalnya akan sangat efektif bagi yang bersangkutan untuk menggunakan media tersebut mendorong traffic dan menciptakan penjualan.

Pebisnis yang tidak mengerti soal marketing ini sangat riskan dalam dunia kompetisi seperti sekarang ini, mengapa? Karena tiap waktu produk yang dibuatnya bisa ditiru dan kemudian dikembangkan oleh kompetitor dengan lebih agressive dan well planed, jika sudah begini akhirnya di pebisnis hanya punya satu kebanggaan "ah itu ide saya tuh" tapi saat itu dia sudah tidak berbisnis lagi dan orang lainlah yang menjadikannya "idenya" tersebut lumbung uang untuk mereka.

Kadang juga bisnisnya jalan karena memang secara produk bisa diterima oleh konsumennya namun 1,2,3,4,5 tahun begitu-begitu ajah bisnisnya, ownernya sibuk dengan satu tempat itu-itu ajah padahal secara bisnis produknya bisa dikembangkan dengan luas dan menghasilkan pendapatan yang besar. Yah kecuali ownernya sudah puas dengan yang ada hehe, yah ga perlu dibahas lagi ini sih wkwk.

Jadi, yah belajarnya ILMU MARKETING, karena ini kunci penting dalam persaingan bisnis dan dalam mengembangkan bisnis kita.

Dua hal di atas baru awal permulaan untuk bisnis bisa survive, improve dan sustain dalam jangka panjang, tentu pengetahuan soal operasional, keuangan dan lain-lain juga akan memegang peranan penting, namun setidaknya sebagai langkah awal untuk memulai bisnis mulailah melakukan riset dan belajarlah ilmu marketing.

Brown & Cony: Is it love?
Kisah Sticker yg Membuat Mama Membeli Mesin Cuci
8 Tips Melakukan Konversi (Jualan) di Website
Tongkat Narsis, Bu Ani Ajah Ikut Eksis
Aceh, Uda Gembul dan Going Global



1 comment:

Nissa said...

Kalau di area banyak pabrik, membuka warteg masih ok kan ya mas? supaya laris bagaimana?